Pelanggaran protokol kesehatan oleh calon kepala/wakil kepala daerah pada 10 hari keempat masa kampanye menunjukkan rekor tertinggi sejak awal kampanye. Pelanggaran diprediksi terus meningkat menjelang akhir kampanye.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran terhadap protokol kesehatan yang dilakukan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah pada masa 10 hari keempat masa kampanye menunjukkan rekor tertinggi sejak awal masa kampanye. Pelanggaran diprediksi akan terus meningkat menjelang akhir masa kampanye.
Berdasarkan pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di 10 hari keempat masa kampanye Pilkada 2020 di 270 daerah, 26 Oktober-4 November 2020, sebanyak 16.574 kegiatan kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas digelar calon.
Sebanyak 397 kegiatan kampanye di antaranya melanggar protokol kesehatan. Dari jumlah itu, sebanyak 300 kegiatan kampanye mendapatkan peringatan tertulis dan 33 kegiatan dibubarkan.
Jumlah pelanggaran pada 10 hari keempat menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Pada 10 hari pertama masa kampanye (26 September-5 Oktober 2020), Bawaslu mencatat adanya 237 kampanye yang melanggar protokol kesehatan. Kemudian pada 10 hari selanjutnya (6-15 Oktober 2020) jumlah pelanggaran protokol kesehatan meningkat menjadi 375 kegiatan kampanye. Pada 10 hari ketiga (16-25 Oktober 2020) pelanggaran protokol kesehatan sempat menurun menjadi 306 kegiatan kampanye.
Dengan demikian, jumlah total pelanggaran protokol kesehatan pada 40 hari masa kampanye menjadi 1.315 kasus. Adapun 141 kegiatan kampanye di antaranya dibubarkan oleh pengawas pemilu, satpol PP, dan kepolisian.
”Peningkatan pelanggaran protokol kesehatan menunjukkan sikap peserta pemilu dan tim pemenangan semakin cuek terhadap situasi pandemi Covid-19. Komitmen mereka untuk memastikan kampanye yang sesuai protokol kesehatan dipertanyakan,” ujar anggota Bawaslu, Mochammad Afifudin, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (6/11/2020).
Di sisi lain, kampanye menggunakan media sosial justru menurun sejak 10 hari kedua masa kampanye. Pada 6-15 Oktober 2020, kampanye di media sosial tercatat sebanyak 98 kegiatan dan pada 10 hari berikutnya menurun menjadi 80 kegiatan. Adapun pada 10 hari keempat menurun menjadi 56 kegiatan.
Selain pelanggaran protokol kesehatan, Bawaslu kabupaten/kota dan Bawaslu provinsi telah menertibkan setidaknya 164.536 unit alat peraga kampanye yang melanggar. Penertiban alat peraga kampanye tersebut dilakukan bersama satpol PP di 151 kabupaten/kota.
Penertiban dilakukan terhadap alat peraga kampanye tambahan yang dipasang tim kampanye pasangan calon yang dinilai melanggar peraturan perundang-undangan. Beberapa pelanggaran di antaranya ialah alat peraga kampanye dipasang di tempat yang dilarang atau jumlah alat peraga kampanye melebihi jumlah yang diizinkan KPU. Bahkan, Bawaslu juga menemukan alat peraga kampanye yang dipasang di luar daerah pemilihan pasangan calon.
Menurut Afif, peningkatan pelanggaran protokol kesehatan sudah diprediksi sejak awal. Bahkan, ia memprediksi akan semakin meningkat hingga masa kampanye berakhir, 5 Desember 2020. Oleh sebab itu, pasangan calon terus diingatkan agar mematuhi protokol kesehatan sehingga mampu menciptakan kampanye yang aman dari penularan Covid-19.
”Tidak hanya soal protokol kesehatan, pelanggaran politik uang cenderung terjadi mendekati akhir masa kampanye,” kata Afif.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menuturkan, pasangan calon cenderung meningkatkan intensitas kampanye menjelang akhir masa kampanye. Target jangkauan peserta kampanye pun diprediksi bakal semakin luas sehingga jumlah kegiatan kampanye ditingkatkan. Ini terutama karena dalam satu kegiatan hanya bisa diikuti maksimal 50 peserta. Seiring dengan peningkatan intensitas kampanye itu, potensi pelanggaran protokol kesehatan semakin besar.
”Dalam setiap pilkada, intensitas kampanye selalu meningkat menjelang masa tenang. Penyelenggara, pemerintah daerah, kepolisian, dan pemerintah pusat harus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pasangan calon yang melakukan pelanggaran,” katanya.
Menurut Titi, pelanggaran protokol kesehatan yang bisa berujung pada penularan Covid-19 di kalangan peserta, penyelenggara, dan masyarakat sangat merugikan semua pihak. Hal itu bisa mengganggu pelaksanaan tahapan pilkada seperti yang terjadi di Kepulauan Riau, Balikpapan, dan Kota Semarang.
Di Kepulaun Riau, debat terbuka ditunda akibat tiga komisioner dan satu staf terinfeksi Covid-19. Adapun di Balikpapan, Ketua KPU Balikpapan terpapar Covid-19 sehingga debat publik dibatalkan. Sementara itu, calon wali kota Semarang, Hendrar Prihadi, juga terkonfirmasi positif Covid-19 sehingga tidak bisa mengikuti kampanye tatap muka atau pertemuan terbatas.
”Adanya peserta dan penyelenggara yang positif Covid-19 seharusnya menjadi pembelajaran agar semua pihak tidak lalai melaksanakan protokol kesehatan. Terinfeksinya peserta dan penyelenggara yang sejatinya memiliki tingkat pemahaman dan kedisiplinan yang tinggi mengonfirmasi bahwa tahapan pelaksanaan pilkada sangat berisiko menularkan Covid-19,” tutur Titi.