Pembubaran Kampanye Berujung Kekerasan
Pelanggaran protokol kesehatan kian marak jelang satu bulan akhir masa kampanye Pilkada 2020. Sebanyak 31 pengawas mengalami tindak kekerasan, termasuk saat membubarkan kampanye yang melanggar protokol kesehatan.
JAKARTA, KOMPAS — Satu bulan menjelang akhir masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah 2020, pelanggaran terhadap protokol kesehatan kian marak. Bahkan, 31 pengawas mengalami tindak kekerasan, termasuk saat melakukan pembubaran kegiatan kampanye yang dinilai melanggar protokol kesehatan.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, ada 17.738 kegiatan kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas yang digelar oleh kandidat selama 5-14 November. Sebanyak 398 kegiatan di antaranya melanggar protokol kesehatan. Dari total pelanggaran tersebut, sebanyak 381 kegiatan kampanye mendapatkan peringatan tertulis dan 17 kegiatan kampanye dibubarkan.
Pelanggaran protokol kesehatan pada 10 hari kelima meningkat 19 persen dibandingkan dengan 10 hari keempat tahapan kampanye. Pada 26 Oktober-4 November pelanggaran protokol kesehatan terjadi pada 333 kegiatan kampanye. Sebanyak 300 kegiatan di antaranya mendapat peringatan tertulis dan 33 kegiatan kampanye dibubarkan.
Baca juga : Persiapan Bawaslu Menjelang Pilkada 2020
”Selama 50 hari tahapan kampanye, ada 1.448 kegiatan kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas yang melanggar protokol kesehatan. Pelanggaran di antaranya berupa kerumunan tanpa menjaga jarak, tidak menggunakan masker, dan tidak ada sarana sanitasi cuci tangan di arena kampanye,” kata komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin, Selasa (17/11/2020), di Jakarta.
Selama 50 hari tahapan kampanye, ada 1.448 kegiatan kampanye tatap muka dan pertemuan terbatas yang melanggar protokol kesehatan. Pelanggaran di antaranya berupa kerumunan tanpa menjaga jarak, tidak menggunakan masker, dan tidak ada sarana sanitasi cuci tangan di arena kampanye.
Dalam melakukan penindakan terhadap kegiatan kampanye yang melanggar protokol kesehatan, petugas panitia pengawas pemilu (panwaslu) memberikan peringatan tertulis kepada tim pemenangan. Jika dalam waktu satu jam tim pemenangan tidak segera membubarkan kegiatan, panwaslu atau panitia pengawas kecamatan bersama satuan polisi pamong praja (satpol PP) dan aparat kepolisian membubarkan paksa kegiatan tersebut.
Saat menjalankan tugas pengawasan itu, lanjut Afifuddin, ada 31 pengawas yang mendapatkan kekerasan dari pasangan calon ataupun tim pemenangan selama 10 hari kelima tahapan kampanye. Kekerasan tersebut berupa intimidasi yang dialami 19 pengawas pemilu dan kekerasan fisik yang dialami 12 pengawas.
Bahkan, tindak kekerasan itu diterima saat pengawas membubarkan kampanye yang melanggar protokol kesehatan, seperti yang terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur, dan Kota Batam, Kepulauan Riau.
”Bawaslu membawa kasus-kasus kekerasan itu untuk diselesaikan ke ranah hukum. Kami meminta semua pengawas yang mendapatkan kekerasan melaporkan kejadian itu ke kepolisian. Bahkan, kasus di Kota Batam sudah masuk tahap olah tempat kejadian perkara,” ucap Afifuddin.
Diprediksi meningkat
Afifuddin memperkirakan pelanggaran protokol kesehatan dan kekerasan terhadap pengawas pemilu akan meningkat, terutama saat memasuki tahapan iklan kampanye pada 22 November-5 Desember. Sebab, biasanya kandidat akan meningkatkan intensitas kegiatan kampanye sehingga potensi pelanggaran protokol kesehatan juga akan meningkat.
Untuk mengantisipasi tindak kekerasan kepada petugas pemilu, Bawaslu berharap agar setiap kegiatan kampanye, pengawas pemilu selalu didampingi satpol PP dan kepolisian. Koordinasi terhadap pengawasan kegiatan kampanye dari berbagai lembaga harus ditingkatkan untuk memastikan semua peserta pilkada menaati aturan yang sudah disepakati bersama.
Menurut Afifuddin, setiap orang yang dengan sengaja menghalangi kerja penyelenggara pemilu atau bertindak kekerasan dapat dipidana. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 198A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Di dalam pasal itu disebutkan sanksi pidana berupa kurungan penjara minimal 12 bulan dan maksimal 24 bulan. Lalu, denda paling sedikit Rp 12 juta hingga Rp 24 juta.
”Kerja pengawas pemilu dilindungi undang-undang sehingga jika ada yang melakukan tindak kekerasan atau menghalangi tugasnya bisa dipidana,” ucap Afifuddin.
Kerja pengawas pemilu dilindungi undang-undang sehingga jika ada yang melakukan tindak kekerasan atau menghalangi tugasnya bisa dipidana.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal menyampaikan, komisioner Bawaslu dapat meminta bantuan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dalam penegakan aturan jika dalam pelaksanaan tugasnya berisiko.
Safrizal pun mendukung langkah Bawaslu yang segera melaporkan tindakan dugaan penganiayaan kepada polda setempat. ”Jika kekerasan sudah terjadi, pelaku bisa dipidanakan,” ujarnya.
Intimidasi
Ketua Bawaslu Kepulauan Riau (Kepri) Muhammad Sjahri Papene menyampaikan, dugaan penganiayaan dialami Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) Batam Kota Salim pada Kamis (12/11/2020).
Pada hari itu, kegiatan kampanye dilakukan oleh tim kampanye calon gubernur Kepri, Soerya Respationo, dan calon wali kota Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo. Seperti biasa, jajaran pengawas melakukan pengawasan, seperti pengawas kelurahan. Namun, di pengujung acara, ada kegiatan yang dilakukan oleh tim dan peserta kampanye dalam bentuk tarian.
Pengawas pun menyampaikan kepada mereka bahwa hal itu dilarang oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19. Namun, teguran itu diabaikan.
Pengawas kelurahan menghubungi Ketua Panwascam Batam Kota Salim. Ketika sampai di area kegiatan, Salim kembali memperingatkan tim kampanye sembari melakukan pendokumentasian sebagai bukti pengawasan.
Namun, ketika Salim mendokumentasikan pelanggaran itu, ada beberapa orang secara bersama-sama mendatanginya. Mereka secara spontan melakukan dugaan kekerasan kepada Salim dengan cara menarik, mendorong, dan memukul bagian perut dan wajah. Aksi kekerasan itu pun dilerai oleh pihak Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).
Tak hanya itu, tim kampanye juga meminta supaya Salim menghapus dokumentasi video tersebut. ”Karena jumlah pengawas hanya sedikit di situ, dia mengikuti saja. Akhirnya dihapus,” kata Sjahri.
Sjahri pun menyesalkan kejadian itu. Ia mengecam keras bentuk-bentuk kekerasan dan penganiayaan yang ditujukan kepada penyelenggara pemilu.
Sjahri menyampaikan, Ketua Panwascam Batam Kota sudah membuat laporan dugaan penganiayaan itu ke Polda Kepri sehingga bisa ditindaklanjuti sebagai tindak pidana umum. Selain itu, dugaan pelanggaran juga dilaporkan ke Sentra Gakkumdu agar diproses lewat aturan pidana pemilu, yakni Pasal 198A UU Pilkada.
”Tentu ini harus ditindaklanjuti dan diselesaikan sesuai hukum yang berlaku. Kami juga meminta kepada semua jajaran pengawas Kepri untuk tetap meneguhkan tekad dan tetap konsisten sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucap Sjahri.
Ia meyakini, pihak kepolisian, terutama Polda Kepri, akan mengusut kasus itu sampai tuntas. Laporan terakhir dari Polda Kepri, kepolisian telah melakukan rekonstruksi perkara di tempat kejadian.
”Jadi, kami menunggu dan percaya proses hukum akan ditegakkan oleh aparat keamanan. Ini menjadi pelajaran buat kita semua sehingga seluruh pasangan calon dan tim kampanye harus menaati aturan hukum yang berlaku,” tutur Sjahri.
Sementara itu, Bawaslu Kabupaten Banyuwangi juga memulai proses pembahasan tahap pertama kasus dugaan intimidasi terhadap salah satu anggota Panwascam Genteng. Intimidasi tersebut terjadi setelah upaya pembubaran kegiatan kampanye salah satu calon bupati Banyuwangi.
Kasus intimidasi terhadap salah satu anggota Panwascam Genteng terjadi dalam sebuah kegiatan di Ruang Terbuka Hijau Maron, Kecamatan Genteng, Banyuwangi, Selasa (10/11/2020). Panwascam membubarkan kegiatan pentas seni yang digelar masyarakat karena mengandung kampanye yang belum mendapatkan izin.
”Hari ini kami bersama jajaran Gakkumdu melakukan pemeriksaan dan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait. Pemeriksaan ini merupakan pembahasan pertama untuk melihat apakah syarat formal dan material mengarah pada dugaan pelanggaran,” ungkap komisioner Bawaslu Banyuwangi, Hasyim Wahid, di Banyuwangi.
Menurut Hasyim, ada beberapa pihak yang akan diperiksa dan diminta melakukan klarifikasi, di antaranya tiga petugas Panwascam Genteng, dua saksi, dan enam orang terlapor.
Keenam orang terlapor, lanjut Hasyim, terdiri dari ketua panitia acara pentas seni dan tim pemenangan salah satu pasangan calon bupati. Khusus untuk pemeriksaan enam orang terlapor, menurut rencana dilakukan Rabu (18/11/2020).
Kasus intimidasi terhadap panwascam ini bermula ketika ada agenda kegiatan masyarakat berupa pergelaran pentas seni. Kegiatan tersebut sejak semula tidak mengantongi izin untuk gelaran kampanye.
Hasyim mengatakan, sejak pagi panwascam sudah menemukan adanya alat peraga kampanye di sekitar pentas seni tersebut. Panwascam sempat meminta agar alat peraga kampanye itu diturunkan. Permintaan tersebut dituruti oleh panitia.
”Namun, saat acara digelar, tiba-tiba ada salah satu calon bupati yang hadir. Calon tersebut sempat melakukan ajakan memilih dan diikuti yel-yel. Karena kegiatan tersebut bukan agenda kampanye, panwascam memberikan peringatan agar tidak melanjutkan kampanye. Pentas seni silakan tetap jalan, tetapi kegiatan kampanye harus dihentikan,” tutur Hasyim.
Namun, saat acara digelar, tiba-tiba ada salah satu calon bupati yang hadir. Calon tersebut sempat melakukan ajakan memilih dan diikuti yel-yel. Karena kegiatan tersebut bukan agenda kampanye, panwascam memberikan peringatan agar tidak melanjutkan kampanye. Pentas seni silakan tetap jalan, tetapi kegiatan kampanye harus dihentikan.
Anggota panwascam tersebut sempat naik ke atas pentas dan meminta agar kegiatan kampanye dibubarkan melalui pengeras suara. Intimidasi terjadi sesaat setelah anggota panwascam tersebut melakukan pembubaran kampanye.
Baca juga : Pelanggaran Protokol Kesehatan dalam Kampanye Pilkada di Jabar Melonjak
Sejumlah massa mengolok-olok petugas tersebut dengan berteriak tepat di dekat telinganya. Sementara anggota panwascam tersebut memilih diam sambil berjalan meninggalkan panggung.
”Kasus ini sudah teregister dan ada dugaan mengarah pada pelanggaran pidana Pasal 198a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Semoga kasus serupa tidak terulang lagi,” ujarnya.