Lakon Penghormatan Irsan
Bagi Irsan, koleksi bertajuk ”A Journey to Java” ini sekaligus merupakan penyambutan terhadap masa depan yang menjadi penanda dimulainya Lakon bergerak ke arah tekstil tradisional.
Penghormatan terhadap tradisi masa lalu membawa perancang busana Irsan kembali menghadirkan keunikan wastra nusantara dalam lembaran batik lewat koleksi PakaianKoe berkolaborasi dengan Lakon Indonesia.
Koleksi bertajuk ”A Journey to Java” ini sekaligus merupakan penyambutan terhadap masa depan yang menjadi penanda dimulainya Lakon bergerak ke arah tekstil tradisional.
Rasa keindonesiaan kental membalut presentasi koleksi A Journey to Java yang disuguhkan secara fisik maupun virtual di landasan peraga di lokasi kosmopolitan di district 8, SCBD, Jakarta, Minggu (15/11/2020). Tempat pergelaran busana berada di luar ruang dengan pemandangan kolam air mancur bernuansa hutan yang dirancang arsitek Adi Purnomo dengan Davy Linggar sebagai videografer.
Keindonesiaan semakin kuat dibangun dengan iringan musik dari lagu-lagu tradisional oleh Addie MS dan Twilite Orchestra. ”Indonesia terkenal dengan alamnya. Hutannya. Kami ingin menggambarkan Indonesia yang berbeda dengan normalnya digambarkan orang. Indonesia itu keren dan bagaimana memvisualkan ini,” ujar pendiri Lakon Indonesia, Thresia Mareta, Selasa (17/11/2020).
Kali ini, Irsan yang bertindak sebagai creative director koleksi PakaianKoe membuat rancangan yang sama sekali berbeda dengan yang biasa dibuatnya di rumah mode miliknya yang berbasis di Bali, House of Irsan. Jika House of Irsan lebih banyak membuat pakaian eksklusif, berdasarkan permintaan khusus dari klien, koleksi A Journey to Java dirancang bagi pasar kelas menengah yang dibidik oleh Lakon Indonesia.
Meskipun tidak serupa, Irsan tetap mengedepankan nilai craftmanship dan keunikan dalam melahirkan koleksi yang terasa anggun, indah, sekaligus dramatis. Rasa dramatis itu, antara lain, dibangun dari presentasi mayoritas model yang dibalut dengan lembaran kain batik dari ujung kepala hingga ke kaki. Serupa maneken hidup, para model berlenggak-lenggok menyuguhkan keragaman koleksi busana siap pakai mulai dari tampilan yang paling sederhana hingga gaun malam nan rumit.
Penghormatan Irsan terhadap masa lalu diwujudkan dengan menghadirkan motif-motif batik klasik seperti parang. Adapun penyambutan masa depan kental terasa pada munculnya motif baru. Ada sekitar sembilan motif baru yang dihadirkan oleh Irsan berkolaborasi dengan Lakon serta lebih dari 20 perajin batik yang dibina selama sekitar setahun di kawasan Jawa Tengah.
”Dengan percampuran motif, yang kita inginkan adalah generasi muda tidak lupa budaya masa lalu. Tetapi, juga kita kasih visi baru yang akan menambah ilmu mereka ke depan,” kata Irsan yang pernah bekerja sama dengan desainer Paris, Simon Azoulay, yang fokus pada eksplorasi material yang tak lazim digunakan di ranah busana, seperti berbagai jenis metal, akrilik, dan fiberglass.
”Separuh jadi”
Kebaruan, antara lain, muncul dari tampilan busana dengan motif batik yang seolah tampak setengah jadi. Lembaran batik itu sengaja dibiarkan separuh seolah masih belum rampung dan baru saja ditorehkan malam sebagai perintang warna. Meskipun seolah belum mengalami proses pewarnaan, batik ini sesungguhnya sudah melalui seluruh tahapan proses pembatikan.
”Dari seluruh proses batik, proses malam itu sebenarnya indah sekali. Memperkenalkan bagaimana batik itu dibuat dan bagaimana bisa mengenal dan menghargai batik nantinya. Setiap titik ada nilai seninya. Semuanya indah. Kita perlu membawa batik relevan dengan zaman sekarang,” tambah Thresia.
Batik klasik yang cukup menarik perhatian adalah motif jlamprang khas Pekalongan. Motif batik geometris berupa pengulangan lingkaran, bujur sangkar, atau segitiga aneka warna ini hadir mendominasi beberapa tampilan busana. Ia hadir dalam wujud lembaran utuh tebal dalam balutan warna cerah seperti oranye dan hijau yang dipakai serupa jubah panjang memeluk tubuh.
Motif jlamprang juga membungkus seluruh tubuh model dari ujung kepala hingga kaki. Ia pun dihadirkan dalam rupa selendang transparan, gaun terusan, hingga kaus dalaman pria. Dalam pemakaiannya secara tradisional, motif ini jarang dipakai penuh di seluruh tubuh.
”Penggunaan bermacam teknik atau presentasi itu yang harus kita bagikan secara terbuka. Membuka mata generasi muda bahwa kita harus bisa membentuk sesuatu dengan lebih, kekuatan perubahan, tanpa lupa prinsip awal dari apa yang kita punya,” tambah Irsan yang lahir dan menghabiskan masa kecil di Sumatera Utara.
Batik klasik lainnya yang cukup menonjol dalam beberapa tampilan adalah batik parang. Namun, modernitas pada motif klasik ini tetap dihadirkan dari segi cutting dengan garis bersih sederhana. ”Saya mau batik dengan visi baru. Cutting itu yang secara total Lakon ubah. Kekuatan Lakon buat saya adalah masalah cutting,” ucap Irsan.
Visi baru ini ditanamkan hingga ke level perajin binaan Lakon. Mereka diingatkan kembali tentang prinsip dasar budaya dan tradisi yang sudah diwarisi turun-menurun. Perajin juga dibantu mengeksplorasi berbagai macam material dasar batik dan jumputan seperti katun, denim kanvas, voile, taffeta, tile, dan chiffon.
Gaya personal
Fungsi batik menjadi semakin beragam ketika ia ditempatkan di bahan-bahan kain yang sangat berbeda. Batik parang berwarna hijau segar, misalnya, tampil menawan dengan perpaduan jaket luaran denim. Gaya maskulin atau feminin dari setiap tampilan dipercaya akan berubah menyesuaikan rasa dan gaya personal dari pemakainya.
Kesegaran warna-warni cerah seperti ungu hingga kuning juga muncul pada batik jumputan yang dibuat dengan teknik ikat dan celup. Dari hasil riset yang dilakukan Lakon, Thresia menyebutkan, pakaian Indonesia sejatinya memang penuh warna. ”Saya lagi suka warna. Jauh dari warna hitam dan warna yang sangat tua,” tambah Irsan.
Koleksi kali ini merupakan kali kedua bagi Irsan untuk melahirkan desain busana yang berkolaborasi dengan Lakon Indonesia. Jika kali ini menghadirkan batik Jawa, koleksi Lakon ke depan akan terus berbicara panjang tentang Indonesia. Setelah Jawa, nantinya koleksi akan mengangkat potensi wastra pulau lain di Indonesia.
Irsan tertarik berkolaborasi dengan Lakon Indonesia karena memimpikan hadirnya jenama lokal yang kuat secara bisnis, tetapi tetap memelihara budaya. ”Brand yang bisa mengeksplorasi budaya yang lebih otentik tanpa melupakan kerelevanan dari satu masa ke masa lain. Di Lakon saya diberi kebebasan yang sangat. Mungkin kebebasan sebagai seniman untuk mengeksplorasi seluruh koleksi dan memberikan pandangan baru dan perubahan juga,” ujarnya.
Lakon Indonesia sebagai sebuah ekosistem yang berkomitmen memajukan produk lokal, antara lain, melahirkan Lakon Store. Toko seluas 1.650 meter persegi ini hadir di Mal Kelapa Gading, mewadahi lebih dari 200 brand lokal.
Mengusung lokalitas dengan selera modern, Lakon dan Irsan menghadirkan koleksi yang mampu mencuri perhatian dengan berbasis penghormatan leluhur.