Upaya pemerintah menyediakan vaksin Covid-19 mendapat sambutan hangat dari publik. Meski demikian, sosialisasi mengenai manfaat vaksin harus terus dilakukan agar masyarakat tidak abai dalam penerapan protokol kesehatan.
Oleh
Agustina Purwanti (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Pemerintah melakukan kerja sama dengan negara lain dalam pengadaan vaksin Covid-19. Kementerian Kesehatan mengumumkan, 3 juta vaksin Sinovac dari China akan dikirimkan secara bertahap. Menurut rencana, 1,5 juta vaksin akan dikirimkan pada November ini, sedangkan sisanya pada Desember mendatang.
Vaksin lain yang juga berasal dari China adalah Sinopharm, yang akan dikirim pada Desember sebanyak 15 juta dosis. Sementara vaksin CanSino akan diberikan sebanyak 100.000 dosis.
Ada juga vaksin yang diproduksi di dalam negeri, yakni vaksin Merah Putih. Lembaga Biomolekuler Eijkman di bawah naungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi berperan sebagai pemimpin konsorsium pengembangan vaksin tersebut. Vaksin Merah Putih diprediksi tersedia pada pertengahan tahun 2021.
Publik pun cukup antusias menyambut kehadiran vaksin Covid-19 yang dijanjikan pemerintah selama ini. Antusiasme tersebut terekam dalam jajak pendapat Kompas, 3-5 November lalu. Hampir 70 persen responden menyatakan bersedia mendapatkan vaksin tersebut.
Dari sejumlah responden yang bersedia divaksin tersebut, tujuh dari sepuluh responden mengaku akan menjajal vaksin jika diberikan secara gratis. Sementara 23 persennya mengharapkan ada subsidi dari pemerintah untuk mendapatkannya. Hanya sekitar 6 persen responden yang menyatakan akan membayar penuh untuk mendapatkan vaksin korona.
Khawatir
Meski demikian, sebagai vaksin yang baru diperkenalkan dan tergolong cepat dalam proses pembuatannya, ada kelebihan dan kekurangannya. Sebagai perbandingan, dikutip dari majalah Intisari edisi November 2020, saat pandemi pes (1911) menyerang Jawa Timur dan Jawa Tengah, diperlukan waktu 23 tahun untuk menyediakan vaksin yang aman.
Kini, seiring kemajuan sains dan teknologi, vaksin bisa diedarkan setelah diuji 1-3 tahun. Namun, khusus vaksin Covid-19 dijanjikan tersedia akhir tahun atau sekitar sembilan bulan setelah kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia.
Hal tersebut memicu keengganan hampir seperlima publik untuk menjajal vaksin Covid-19. Beragam alasan melatarbelakangi keengganan tersebut.
Separuh responden meragukan keamanan vaksin Covid-19 dan khawatir dengan adanya efek samping atau bahkan penyakit lain yang akan timbul setelah vaksinasi. Di sisi lain, ketua tim riset uji klinis fase ketiga vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran Unpad, Kusnandi Rusmil, dikutip dari majalah Intisari, mengatakan bahwa vaksin tersebut tidak akan menimbulkan penyakit. Jika ada efek samping, biasanya hal itu berupa panas, demam, nyeri, dan alergi. Biasanya pascavaksinasi akan terasa pegal-pegal di sekitar lengan yang akan menghilang dalam waktu sekitar 15 menit.
Seperlima responden tidak bersedia mencoba vaksin Covid-19 karena belum teruji manfaatnya. Vaksin tersebut masih sangat baru dan hingga sekarang belum ada vaksin yang lolos semua tahap pengujian.
Sementara 14 persen responden merasa diri sehat sehingga tidak memerlukan vaksin Covid-19. Halal atau tidaknya vaksin juga menjadi pertimbangan sebagian kecil responden mengingat vaksin yang pertama kali akan diberikan adalah impor.
Literasi
Selain antusiasme yang tinggi, literasi mengenai vaksin Covid-19 pun cukup baik. Lebih dari separuh responden memahami manfaat vaksin Covid-19. Vaksin berguna untuk menambah kekebalan tubuh agar tidak mudah tertular Covid-19.
Secara umum vaksin bekerja dengan merangsang pembentukan kekebalan tubuh terhadap virus penyebab penyakit tertentu. Apabila terpapar, seseorang akan bisa terhindar dari penularan penyakit tersebut.
Selain itu, pemahaman yang benar juga terbentuk dari pendapat separuh lebih responden yang menyebutkan, kasus positif korona akan berkurang perlahan seiring kekebalan tubuh yang diproduksi setelah vaksinasi. Dengan kekebalan tubuh yang meningkat, risiko tertular Covid-19 relatif lebih rendah.
Meski demikian, masih terdapat beberapa persepsi yang salah mengenai vaksin tersebut. Sebanyak 14 persen responden mengatakan, vaksin Covid-19 adalah obat yang dapat menyembuhkan pasien yang terinfeksi Covid-19.
Sementara seperlima responden beranggapan bahwa vaksin Covid-19 bermanfaat untuk menghilangkan virus korona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Bahkan, 12 persen responden mengaku tidak mengetahui manfaat vaksin yang santer dibicarakan hampir di seluruh dunia tersebut.
Kurangnya pemahaman publik terkait vaksin Covid-19 dapat mempengaruhi perilaku publik. Ada seperempat responden yang beranggapan jika vaksinasi sudah dilakukan, virus korona akan hilang dan pandemi akan berakhir. Jika pemahamanan tersebut terus tertanam di kalangan publik, bukan tidak mungkin protokol kesehatan yang masih harus dipatuhi bakal diabaikan.
Respons publik terhadap vaksin Covid-19 cukup beragam. Sosialisasi mengenai manfaat vaksin harus gencar dilakukan untuk menyeragamkan pemahaman. Di sisi lain, protokol kesehatan pun tetap diperlukan. Vaksin bukanlah satu-satunya jawaban pandemi ini akan berakhir.