Bukan Penentu Hasil, Persiapan Penggunaan Sirekap Tetap Dimaksimalkan
›
Bukan Penentu Hasil, Persiapan...
Iklan
Bukan Penentu Hasil, Persiapan Penggunaan Sirekap Tetap Dimaksimalkan
Sirekap tak akan menjadi penentu hasil rekapitulasi perolehan suara di Pilkada 2020. Namun, persiapan penggunaannya akan tetap dimaksimalkan. Setelah KPPS dilantik, mereka akan dilibatkan dalam bimbingan teknis Sirekap.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum diharapkan melakukan persiapan yang maksimal dalam penerapan Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap Pilkada 2020. Bimbingan teknis penggunaan Sirekap kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara menjadi kunci keberhasilan penerapan sistem itu.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Dewa Wiarsa Raka Sandi, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/11/2020), mengatakan, ratusan kali simulasi pemungutan dan penghitungan suara telah dilakukan di sejumlah daerah. Simulasi itu juga telah menerapkan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) sebagai alat bantu rekapitulasi suara.
Secara umum, Sirekap menggantikan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang pernah diterapkan dalam Pemilu 2019 dan dalam pilkada serentak 2015, 2017, dan 2018. Sirekap juga menggunakan alur proses yang dulu digunakan Situng berikut peladen (server) yang digunakan.
Bedanya, pengunggahan Situng berbasis penghitungan terhadap hasil pemindaian atas hasil penghitungan C1 Plano dari tempat pemungutan suara (TPS) yang dilakukan di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pada Situng, yang diunggah adalah dokumen C1, yakni sertifikat hasil penghitungan suara, sebagai salinan C1 Plano.
Sirekap diunggah langsung oleh anggota KPPS seusai proses rekapitulasi suara dan berbasis pemotretan langsung terhadap formulir pencatatan hasil dengan kamera pintar (ponsel) di tingkat TPS, yang langsung dikirim ke sistem. Saat menjaring KPPS, setiap TPS harus memiliki seorang KPPS yang memiliki ponsel pintar berkamera, minimal 8 megapiksel.
Jika di TPS tidak ada jaringan internet yang memadai, KPPS bisa mengunggahnya di tempat lain yang jaringannya memadai. Namun, pengunggahan harus dilakukan sesegera mungkin setelah tahap rekapitulasi selesai. Menurut Badan Pengawas Pemilu, ada 33.412 TPS yang menghadapi kendala jaringan internet. Adapun di Pilkada 2020 ada sekitar 300.000 TPS.
Hingga saat ini, KPU telah melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis penggunaan Sirekap dalam Pilkada 2020. Bimtek telah dilakukan mulai dari KPU provinsi, KPU kabupaten, hingga Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK).
Selain melakukan bimtek, KPU juga akan membuat petunjuk teknis, buku panduan, dan video tutorial penggunaan Sirekap untuk KPPS. ”Setelah Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dilantik maksimal 24 November, kami akan melakukan bimtek ke KPPS yang bertugas menangani Sirekap,” katanya.
Dia meyakini, mayoritas KPPS sudah berpengalaman dalam pemanfaatan sistem elektronik karena penggunaan teknologi informasi sudah pernah dilakukan dalam pemilu-pemilu sebelumnya. Namun, mereka tetap perlu mendapatkan bimtek penggunaan Sirekap agar sistem tersebut bisa diaplikasikan secara maksimal dalam Pilkada 2020.
”Terutama terkait mitigasi jika menemukan kendala saat menggunakan Sirekap, seperti kesulitan jaringan internet,” ucap Raka.
Tetap maksimal
Semula Sirekap akan diterapkan dalam Pilkada 2020 untuk menggantikan rekapitulasi manual. Namun, hal itu urung dilakukan. Kendati begitu, sebelumnya, anggota KPU, Evi Novida Ginting, menyatakan, penggunaan Sirekap akan tetap maksimal meski tidak digunakan sebagai dasar penetapan atau rujukan hasil.
Penerapan Sirekap tahun ini dapat memberikan gambaran soal kesiapan penyelenggara di daerah dalam penggunaan teknologi informasi pada pemilu. Terlebih KPU menargetkan Sirekap digunakan sebagai dasar penetapan atau rujukan Pemilu 2024.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati berpendapat, KPU tetap harus mempersiapkan Sirekap secara matang meski hanya digunakan sebagai alat bantu rekapitulasi suara. Yang harus dipetakan KPU meliputi potensi risiko, kesiapan infrastruktur teknologi, dan jaringan internet.
”KPPS harus mendapatkan bimtek hingga bisa menggunakan Sirekap karena nantinya mereka yang akan menerapkan sistem itu,” katanya.
Anggota KPPS, lanjut Ninis, harus bisa mempraktikkan penggunaan Sirekap sebelum pemungutan suara. Mereka harus dipastikan bisa memotret formulir C hasil KWK dengan kamera pintar. Detail teknis, seperti posisi pemotretan dan pencahayaan, perlu diperhatikan agar hasilnya bisa dibaca sistem.
Kerumunan di TPS
Jajaran penyelenggara di daerah diharapkan untuk mengantisipasi potensi kerumunan yang bisa terjadi saat pencoblosan di tempat pemungutan suara pada 9 Desember 2020. KPPS, kata Raka, diharapkan mengomunikasikan waktu pencoblosan saat membagikan formulir C6 kepada pemilih. Formulir C6 merupakan surat pemberitahuan kepada pemilih.
Dari hasil evaluasi sementara simulasi pemungutan dan penghitungan suara, pihaknya meminta jajaran KPU di daerah untuk mengantisipasi potensi kerumunan pemilih di tempat pemungutan suara (TPS). Potensi kerumunan harus bisa dicegah untuk meyakinkan pemilih bahwa pelaksanaan pencoblosan sesuai dengan protokol kesehatan dan aman dari potensi penularan Covid-19.
Dalam formulir model C6 pemberitahuan kepada pemilih telah diatur waktu kehadiran di TPS. Pemilih diminta hadir sesuai dengan waktu yang ditentukan, antara pukul 07.00 dan 13.00. ”Pembagian waktu ini perlu dikomunikasikan dengan baik oleh KPPS saat memberikan formulir C6 agar pemilih yakin bahwa tidak akan ada kerumunan saat pencoblosan di TPS,” katanya.
Selain itu, pemilih juga diingatkan untuk membawa masker dan alat tulis dari rumah. Namun, KPU juga menyediakan masker bagi pemilih yang tidak membawanya karena penggunaan masker menjadi salah satu protokol kesehatan di TPS.