Wayang-wayang Menembus Pagebluk
Kembali20 dibuka Keeping Bali’s Folklore Alive. Pendongeng kondang Made Tarodan menuturkan cerita rakyat yang ditingkahi merdunya gamelan. Penari Ubud yang juga antropolog Dewa Ayu Eka Putri menunjukkan tarian.
Lebih dari 100 penampil menganyam benang merah untuk mengemukakan premis bahwa pandemi tak sanggup mematahkan semangat mereka. Pelukis, penari, penyair, ilustrator, hingga juru masak bergandeng tangan menyajikan dialog lintas budaya yang bermakna.
Tumpukan lukisan di The Blanco Renaissance Museum, Ubud, Bali, menjadi latar Art as Hope During a Crisis. Mangku Muriati dan Monez menjadi pembicara dalam ”Kembali 2020: A Rebuild Bali Festival” yang ditayangkan di Youtube dan situs program digital tersebut, Jumat (6/11/2020).
Karya-karya Blanco yang jatuh hati dengan Bali itu sejatinya bersenyawa dengan Muriati dan Monez. Blanco, pelukis berdarah Spanyol tersebut, menetap di ”Pulau Dewata” hingga akhir hayatnya. Ia tutup usia pada tahun 1999, tetapi kreasinya tetap abadi dengan museum itu.
Muriati, pelukis ternama dengan gaya kamasan, lantas mengungkapkan semangatnya di masa pandemi. Ia bertutur dengan tenang, tetapi matanya jelas menyiratkan semangat. ”Selama Covid-19 merebak, saya tetap melukis. Tugas sebagai pemangku pun tak saya tinggalkan,” ucapnya.
Muriati terlihat mengenakan kain batik dan kebaya kutubaru putih, warna yang lumrah dikenakan pemuka agama di Bali. Bubuhan bija atau butiran beberapa beras masih terlihat di dahi dan lehernya yang biasa terlihat seusai warga Bali bersembahyang.
”Saya coba mencari tema yang bisa menggairahkan untuk berkarya. Kalau bikin lukisan umumnya seperti epos, mungkin jenuh,” katanya. Kamasan lekat dengan masa Majapahit. Bentuk lukisan itu lazim mengetengahkan wiracarita, antara lain Ramayana, Mahabharata, dan Sutasoma.
”Banyak lukisan menumpuk. Enggak ada yang beli, tetapi saya coba amati situasi dan tuangkan dalam lukisan bergaya kamasan,” ucapnya. Hasilnya, keteguhan Muriati berkelindan dengan konteks yang mewujud dalam karya-karya tanpa terpaku pakem.
Ia gambarkan dunia yang muram dirundung wabah, termasuk lesunya pariwisata Bali, dengan warna kuning keemasan, coklat, merah, dan hitam. Orang-orang mendadak kolaps, pasien mengecek kesehatannya, pesawat lepas landas, warga mengenakan masker, penyemprotan disinfektan, hingga tes cepat.
Ide itu tak pelak tergolong mengejutkan dengan probabilitas anggapan Muriati yang memberontak dari pedoman. Ia tetap melaju dengan penggambaran lewat wayang-wayang yang menembus pagebluk. Lingkungannya justru bangga dengan lukisan-lukisan Muriati yang dipajang hingga mancanegara.
Media digital
”Kalau enggak melukis, seniman malah aneh. Meski sulit, saya bikin figur yang tepat. Ditemakan dengan wayang yang cocok,” katanya. Tak perlu kanvas besar. Ia coba membuat lukisan kecil dulu. Muriati menerobos sekat yang tak jamak diterapkan sejawat-sejawat, bahkan orangtuanya.
”Itu identitas saya. Kamasan itu biasanya epos. Ada Rama, Shinta, dan Bima. Harus berani mengambil konsep beda. Kalau tidak, seperti fotokopi,” katanya. Muriati bergeming soal publik menyukai karyanya atau tidak. Paceklik pernah ia lalui sebelumnya.
”Waktu bom Bali tahun 2002 juga mati suri. Memang, tamparannya sekarang terlalu keras. Jadi, disiasati. Kehidupan seniman tentu ada pasang surutnya,” ujar Muriati. Ia mengutamakan aktualisasi diri saat pandemi, beryakinan, dan mampu.
Senapas dengan Muriati, asa Monez pun tak padam meski format karya mereka berkebalikan. Ilustrator profesional di Bali tersebut menggunakan media digital. Karya-karya besar, termasuk mural, pernah ia garap di dinding sejumlah restoran, toko kerajinan, dan Bali Zoo.
”Ada plus dan minus selama pandemi ini. Saya diberi istirahat dan merefleksikan diri soal apa yang sudah dilakukan,” ujarnya. Monez tak bisa mengelak untuk merumahkan staf-stafnya. Jadwal berantakan lantaran pekerjaan ditunda atau dibatalkan.
Sejak Maret hingga pertengahan Juni 2020, proyek nihil. Pagebluk ternyata membuka mata Monez betapa peluang menggeluti dunia maya amat besar. Ia mengalihkan perhatiannya ke proyek-proyek daring. Sejumlah pengorder memang menyesuaikan pesanannya dengan pandemi.
”Misalnya, dari Inggris bikin acara virtual selama sebulan. Ilustrator dari berbagai negara dipekerjakan, termasuk saya,” katanya. Ia malah senang kalabendu ternyata mendorongnya berefleksi pada diri sendiri. Monez juga tengah bersiap merambah pasar yang lebih luas secara daring.
”Memang mengkhawatirkan, tapi saya senang bisa melihat lebih dalam. Sekarang, saya tertantang menyelesaikan karya dari charcoal dan akrilik lagi,” katanya. Pensil warna yang belum ia seriusi pun kini dilirik. Sebelum pandemi, hampir semua proyek Monez diberikan kalangan industri.
”Kalau industri terus, enggak balans juga. Api idealisme harus tetap dipertahankan untuk menjaga kewarasan,” katanya sambil tersenyum. Hanya sekitar 10 persen dari pekerjaan itu dialokasikan untuk proyek personal. Kini, akun Youtube Monez bisa dikerjakan lebih serius.
Temuwicara dengan pewara Ni Ketut Sudiani, editor yang masuk dalam 200 Penulis Terbaik Kompetisi Penulisan Esai Internasional Bank Dunia, itu termasuk program Kembali 2020: A Rebuild Bali Festival. Festival yang disingkat Kembali20 itu diprakarsai Yayasan Mudra Swari Saraswati.
Ikhtiar yayasan nirlaba independen di Bali itu berlangsung pada 29 Oktober-8 November 2020. Festival yang dihadirkan secara digital tersebut memungkinkan khalayak menikmati program-program seperti diskusi, pemutaran film, peluncuran buku, musik, pertunjukan seni, hingga memasak.
Tetap lestari
Kembali20 dibuka Keeping Bali’s Folklore Alive. Pendongeng kondang Made Tarodan menuturkan cerita rakyat yang ditingkahi merdunya gamelan. Penari Ubud yang juga antropolog Dewa Ayu Eka Putri menunjukkan tarian yang indah sekaligus mengundang keharuan.
Tak heran karena ia meliuk-liuk diiringi ”Namaku Sita”, sajak terakhir Sapardi Djoko Damono untuk Ubud Writers & Readers Festival. Ayu mengusung dupa sebelum menampilkan koreografinya selama sekitar 10 menit diiringi suara mendiang penyair tersebut.
Candi Tebing Tegallinggah di Gianyar, Bali, menambah magis gemulainya tubuh Ayu yang sesekali menyertai dengan delikan. Instruktur tari Sanggar Cudamani itu menyelami makna yang sama dengan Antonio, Muriati, dan Monez. Sapardi mangkat pada pertengahan tahun 2020, tetapi gubahannya tetap lestari.
Main Program Kembali20 yang berbasis donasi bisa diakses hingga 8 Desember 2020 di situsnya. Sementara kategori free events bisa diakses kapan saja di situs dan kanal Youtube Ubud Writers & Readers Festival. Lebih dari 60 program utama bisa disaksikan dengan berdonasi.
Sejumlah pesohor seperti Nicholas Saputra, Kaka Slank, Susi Pudjiastuti, Dee Lestari, dan Leila S Chudori turut meramaikan festival itu. ”Kembali20 melampaui batas budaya dan geografis untuk menciptakan komunitas yang benar-benar global,” ucap pendiri dan Direktur Kembali20, Janet DeNeefe.