Pengelola Sekolah Tunggu Kepastian dan Petunjuk Teknis Pembelajaran Tatap Muka
›
Pengelola Sekolah Tunggu...
Iklan
Pengelola Sekolah Tunggu Kepastian dan Petunjuk Teknis Pembelajaran Tatap Muka
Mayoritas responden mengutarakan belum mau melepas anak untuk kembali ke sekolah. Mereka masih sangsi kemampuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengendalikan penyebaran Covid-19 karena kasus positif masih naik.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas pengelola sekolah memasrahkan keputusan pembelajaran tatap muka pada Januari 2021 kepada pemerintah. Kendala pembelajaran jarak jauh, selain dari teknologi, juga dianggap telah membuat guru dan siswa kewalahan, terutama dari kalangan ekonomi tidak mampu. Meskipun demikian, mereka meminta pemerintah memberi dukungan sarana dan prasarana untuk menjamin keamanan di sekolah.
”Kendala utama pembelajaran jarak jauh (PJJ) bukan pada kuota pulsa ataupun modul lagi, melainkan benar-benar hal teknis, seperti kepemilikan telepon pintar itu sendiri,” kata Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 145 Jakarta Ridho Harsono ketika dihubungi di Jakarta, Senin (23/11/2020).
Ia mengatakan, mayoritas siswa di sekolahnya berasal dari kalangan ekonomi kurang mampu. Pada awal pandemi Covid-19, biaya pulsa menjadi masalah utama. Dalam beberapa bulan terakhir, telah ada skema meringankan biaya PJJ dengan mengalihkan bantuan operasional sekolah kepada siswa untuk membeli kuota data internet. Akan tetapi, hal itu ternyata tidak memberi banyak perubahan.
Menurut Ridho, mayoritas pembelajaran dilakukan melalui aplikasi Whatsapp agar siswa bisa menghemat kuota internet. Oleh sebab itu, guru melakukan absensi dan diskusi dalam fitur obrolan berkelompok di aplikasi ini. Setelah itu, guru memberi materi dan tugas berupa berkas Microsoft Word atau PDF yang, ketika selesai dikerjakan oleh siswa, langsung dikirimkan kepada guru.
Pola komunikasi PJJ yang sederhana itu pun ternyata masih menyisakan masalah karena banyak keluarga yang hanya memiliki satu telepon pintar. Otomatis anggota keluarga harus bergiliran belajar menggunakan telepon pintar untuk PJJ.
Bahkan, ada siswa yang sepanjang hari telepon dibawa ayahnya, yang bekerja sebagai pengojek daring, sehingga ia baru bisa mengunduh modul pembelajaran dan mengerjakan tugas pada malam hari. Akibatnya, ia kelelahan mengerjakan tugasnya.
”Sekolah menyediakan layanan komputer di perpustakaan yang bisa dipakai oleh para siswa yang tidak punya telepon di rumah. Namun, karena harus menjaga jarak, tidak bisa melayani banyak siswa,” ujar Ridho.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ketika mengumumkan Panduan Penyelenggaraan Belajar Semester Genap Tahun Ajaran 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19, mengatakan, keselamatan siswa nomor satu. Pemerintah daerah wajib mengkaji situasi wilayah masing-masing sebelum memutuskan menerapkan pembelajaran tatap muka (Kompas, 23/11/2020).
Nadiem menjabarkan, apabila pemda memutuskan situasi kesehatan lingkungan aman menjalankan sekolah tatap muka, tetap harus dengan persetujuan orangtua atau wali murid. Setiap kelas hanya boleh diisi maksimal 15 siswa dengan perlengkapan keamanan lengkap, seperti masker dan pelindung wajah. Usai sekolah, mereka juga harus langsung pulang ke rumah.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat SMAN 78 Jakarta Zainudin mengungkapkan, pihaknya pada awal November lalu melakukan jajak pendapat dengan orangtua dan wali murid. Mayoritas responden mengutarakan belum mau melepas anak untuk kembali ke sekolah. Mereka masih sangsi dengan kemampuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara umum mengendalikan penyebaran Covid-19 karena angka kasus positif terus naik.
Sama seperti di SMPN 145, Zainudin mengatakan bahwa 40 persen siswa kelas X di SMAN 78 tidak memiliki telepon pribadi sehingga PJJ sukar dilaksanakan. Sekolah sudah membentuk tim PJJ yang terdiri dari para guru untuk membuat rencana pembelajaran serta evaluasi penerapan dan hasilnya. Metode PJJ telah beberapa kali diubah guna mengakomodasi siswa yang terkendala teknologi, tetapi hasilnya tetap belum maksimal.
”Kalau Dinas Pendidikan Jakarta memutuskan Januari 2021 harus tatap muka, apa boleh buat. Kami harus siap,” ucapnya.
Ada juga sekolah yang sejak awal berinisiatif menyiapkan diri untuk sewaktu-waktu harus kembali belajar tatap muka selama pandemi, seperti di SMPN 58 Jakarta. Kepala SMPN 58 Jakarta Budiyana mengatakan, setiap bulan sejak awal pandemi Covid-19 ada rapat rutin para guru secara tatap muka. Rapat diadakan di ruangan berventilasi terbuka, menjaga jarak fisik, dan semua pesertanya memakai masker. Guru yang suhu tubuhnya di atas 38 derajat celsius diperkenankan mengikuti rapat dari rumah.
”Kami menduga, cepat atau lambat, pemerintah akan membuka kembali sekolah sehingga, daripada terkejut dan tergesa-gesa, guru dan tenaga kependidikan dibiasakan masuk kerja dalam kondisi protokol kesehatan ketat meskipun sebulan sekali,” ucapnya.
Pelayanan daring
Sekolah juga sudah membeli 1.500 lembar masker dan 700 perisai wajah dari plastik mika untuk berjaga-jaga jika ada siswa yang lupa membawa masker cadangan. Terdapat pula tim pembuat modul yang merancang cara pembelajaran apabila sekolah dibuka kembali masih ada orangtua yang menolak mengizinkan anak masuk. Anak-anak ini tetap harus dilayani secara daring.
Menurut Budiyana, para guru sedang membahas metode pembelajaran yang efisien. Ada dua pilihan, pertama ialah membagi rombel (rombongan belajar) ke dalam dua jadwal. Rombel jadwal pagi masuk sekolah pukul 07.30-11.30 dan rombel kedua masuk pukul 11.30-14.00. Kelemahan metode ini adalah guru akan kelelahan karena dalam satu hari mengajar hal yang sama dua kali. Selain itu, ada risiko kerumunan siswa pada peralihan jadwal.
”Cara kedua adalah membagi 50 persen siswa masuk sekolah pada satu hari, esoknya diganti dengan 50 persen sisanya. Jadi, selang-seling, satu hari belajar di sekolah dan hari lainnya PJJ. Dua metode ini sudah kami usulkan kepada dinas pendidikan, tinggal melihat tanggapan mereka nanti,” katanya.