Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan alat pemantau pergerakan pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri. Hal itu bertujuan untuk memastikan pasien menjalani karantina tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Kepatuhan dalam proses karantina dan isolasi mandiri menentukan keberhasilan memutus mata rantai penularan Covid-19. Sayangnya, kesadaran masyarakat saat ini masih rendah sehingga pengawasan dan pemantauan ketat perlu dijalankan. Namun, jumlah tenaga pengawas amat terbatas.
Sejumlah pemberitaan menunjukkan, banyak warga positif Covid-19 yang kabur dari proses isolasi dan karantina. Tidak hanya yang menjalani perawatan di rumah sakit, banyak juga yang melarikan diri ketika menjalani isolasi mandiri di tempat karantina.
Salah satunya adalah Is (42), warga positif Covid-19 asal Jombang, Jawa Timur. Dalam Kompas.id, Kamis (6/8/2020), diberitakan, ia sempat lari dari penginapannya di Pontianak, Kalimantan Barat, saat menjalani karantina. Sebelum ditemukan, Is kabur ke rumah kontrakannya, kemudian ke hutan dan baru ditemukan pada malam hari.
Kondisi ini berbahaya bagi orang yang ada di sekitarnya. Risiko penularan Covid-19 sangat mungkin terjadi. Sementara pengawasan juga sulit dilakukan. Butuh beberapa waktu hingga petugas menemukan pasien yang kabur tersebut.
Berangkat dari persoalan ini, para peneliti dari Pusat Penelitian dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan alat pemantauan yang bisa digunakan untuk pasien Covid-19 yang menjalani karantina dan isolasi mandiri. Alat yang diberi nama ”Si Monic” ini diciptakan dengan bentuk mudah digunakan setiap orang.
”Bentuknya seperti gelang, jadi tetap nyaman untuk dipakai. Harapannya, alat ini bisa digunakan sampai masa karantina dan isolasi mandiri selesai sehingga selama masa itu petugas bisa mengawasi tanpa harus berkunjung secara tatap muka,” kata Kepala Pusat Penelitian dan Telekomunikasi LIPI Budi Prawara yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Bentuknya seperti gelang, jadi tetap nyaman untuk dipakai. Harapannya, alat ini bisa digunakan sampai masa karantina dan isolasi mandiri selesai.
Ia mengklaim alat ini merupakan sistem pengawasan pertama di Indonesia yang digunakan untuk memantau individu yang terkonfirmasi ataupun suspect Covid-19 berbasis wearable device atau alat yang mudah digunakan. Di dalamnya dibenamkan teknologi berupa chip bluetooth low energy (BLE) yang dirancang memiliki indentitas khusus.
Alat ini perlu terkoneksi dengan internet yang disambungkan langsung dengan gawai. Fitur GPS pada gawai pun perlu dinyalakan. Agar berfungsi, pengguna juga harus mengunduh aplikasi Si-Monic dari Playstore di Android. Setelah semua dilakukan, pemakai pun bisa terus dipantau oleh petugas dari pusat server dengan jangkauan area karantina sampai 20 meter.
Pergerakan pengguna
Informasi dari pergerakan dan status pengguna selalu diperbarui, bahkan ketika pengguna berusaha melepas paksa alat ini. Dengan begitu, pengawas akan dapat langsung mengetahui jika pengguna berusaha melepas atau menonaktifkan alat pemantauan itu.
Si Monic juga dirancang dengan kekuatan baterai yang bisa tahan sampai 30 hari. Harapannya, daya tahan alat ini bisa mencapai masa karantina atau isolasi mandiri yang dijalankan. Alat ini juga tahan air sehingga aman digunakan untuk berbagai aktivitas.
Selain itu, sejumlah fitur disematkan pada alat ini. Selain baterai yang tahan lama, alat ini juga dilengkapi dengan fitur deteksi pelanggaran penggunaan serta GPS palsu. Notifikasi bisa langsung dikirim melalui surat elektronik dan pesan singkat di telepon seluler.
Sementara itu, pada sistem monitoring yang dipantau petugas, sejumlah informasi bisa dilihat. Informasi itu meliputi, antara lain, basis data pemetaan identitas individu yang dipantau dengan nomor identitas dari masing-masing gelang; data pengawas untuk setiap area di tingkat desa, kelurahan, ataupun RT dan RW, serta dashboard pemantauan individu dalam pengawasan.
Budi memaparkan, meski pada awal penggunaan harus menyertakan identitas diri pengguna, keamanan dan privasi dari data pengguna terjamin. Di setiap alat, informasi yang disertakan hanya berupa identitas anonim yang hanya diketahui oleh petugas yang memantau. Komunikasi yang terkoneksi dengan aplikasi mobile juga terenkripsi dengan gelang yang digunakan serta server pusat.
Pada server terimplementasikan juga sistem 3A atau authentication, authorization, dan accounting. Selain itu, data individu yang diawasi juga akan terhapus secara otomatis jika masa karantina dan isolasi selesai dilakukan.
Menurut Budi, sejumlah aplikasi pemantauan dan pelacakan yang sekarang tersedia memiliki beberapa kelemahan. Aplikasi serupa seperti PeduliLindungi mudah dimanipulasi pengguna sehingga pengawasan tidak optimal. Akibatnya, angka kasus positif karena penularan dari orang yang terinfeksi masih tinggi.
”Si Monic diharapkan menjadi solusi atas keterbatasan pemantauan dan pengawasan pada kasus Covid-19. Petugas tidak perlu mendatangi langsung dari orang yang dipantau sehingga risiko penularan bisa dicegah. Ini juga sekaligus untuk mengatasi persoalan keterbatasan jumlah petugas,” tuturnya.
Saat ini, Si Monic lolos uji laboratorium untuk penggunaan fungsional. Alat ini juga dikerjasamakan dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat. Sebagai langkah awal, 20 alat siap digunakan untuk pasien yang terkonfrmasi positif Covid-19 di daerah Jawa Barat.
”Kami juga menjajaki kerja sama dengan mitra industri agar dapat diproduksi dalam jumlah lebih besar. Dukungan pemerintah pusat dan daerah sangat diharapkan agar alat ini bisa dimanfaatkan secara luas,” kata Budi.
Alat ini merupakan bagian hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan Konsorsium Riset dan Inovasi untuk Percepatan Penanganan Covid-19. Kolaborasi yang dilakukan lintas sektor dan dukungan kuat pemerintah membuat alat ini bisa dihasilkan dalam waktu singkat, yakni selama delapan bulan sejak awal dirancang pada April 2020.
Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pandemi Covid-19 membuktikan para ilmuwan dan peneliti di Indonesia sanggup memenuhi target inovasi dalam waktu singkat. Melalui sinergi dan kolaborasi yang kuat, percepatan inovasi untuk menunjang kemandirian bangsa bukan lagi menjadi hal mustahil.
”Banyak inovasi justru muncul karena pandemi Covid-19. Semua orang ingin memberikan solusi melalui inovasi untuk menyelesaikan persoalan bangsa,” tuturnya (Kompas, 14/11/2020).