UMKM termasuk sektor paling terdampak pandemi Covid-19. Transformasi digital dapat menopang daya tahan mereka.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah menekan aktivitas perekonomian di sisi pasokan ataupun permintaan. Kemampuan bertransformasi secara digital diyakini akan menopang daya tahan usaha mikro, kecil, dan menengah yang saat ini termasuk sektor paling terdampak pandemi.
Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II dan III tahun 2020 terkontraksi. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, perekonomian Indonesia tumbuh minus 5,32 persen pada triwulan II-2020 dan minus 3,49 persen pada triwulan III-2020.
Dampak pandemi Covid-19 bagi UMKM tergambar, antara lain, dari hasil survei Asosiasi Business Development Services Indonesia. Survei pada April-Mei 2020 terhadap 6.000 UMKM menyimpulkan, 92,5 persen UMKM mengalami penurunan omzet 92,6 persen sehingga membutuhkan restrukturisasi pinjaman. Adapun 26,6 persen UMKM tidak dapat membayar pinjaman.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Rully Indrawan, Senin (23/11/2020), mengatakan, bagi pelaku UMKM, krisis akibat pandemi Covid-19 saat ini lebih parah daripada krisis 1997-1998.
”Saat itu hanya sisi pasokan yang kena hantaman krisis, sementara sisi permintaan masyarakat masih cukup tinggi. Saat ini pasokan kena, permintaan juga kena,” kata Rully.
Rully menyatakan hal ini pada pembukaan Pekan Industri Kreatif Jabar 2020. Acara tersebut disiarkan langsung melalui akun Instagram Komite Nasional Pemuda Indonesia Jawa Barat.
Bagi pelaku UMKM, krisis akibat pandemi Covid-19 saat ini lebih parah daripada krisis 1997-1998.
Selama pandemi, terutama saat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar, banyak aktivitas ekonomi yang terhenti atau dibatasi. Pelaku UMKM yang banyak bergerak di sektor perdagangan pun tidak leluasa berjualan secara luar jaringan akibat adanya pembatasan tersebut.
”Di sekitar April-Mei 2020 itu boro-boro berjualan di pinggir jalan. Baru nongol pintu saja, istilahnya, sudah disuruh masuk lagi. Pasokan dan permintaan terhantam,” kata Rully.
Di sisi lain, Rully menambahkan, ternyata ada pula pelaku UMKM yang justru mampu bertahan di tengah pandemi. Mereka adalah para UMKM yang cepat bermigrasi atau bertransformasi ke ranah pemasaran secara digital.
Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, UKM harus inovatif, lincah, dan adaptif agar mampu bertahan saat pandemi dan pascapandemi.
”UKM harus cepat berinovasi dengan teknologi. Sumber daya manusianya mesti memiliki keahlian digital,” kata Bambang saat memberikan sambutan pada pembukaan Investree Conference (i-Con) 2020, akhir pekan lalu.
Terkait kelincahan, lanjut Bambang, UKM harus selalu mengetahui tren terbaru berdasarkan teknologi dan cepat melakukan perubahan secara internal. UKM juga mesti mudah beradaptasi dengan teknologi.
Beberapa dukungan bagi UMKM untuk melakukan reformasi struktural, termasuk lewat transformasi digital, selama ini pun datang dari berbagai pihak. Bank Mandiri yang bekerja sama dengan Tokopedia, misalnya, melatih UMKM agar siap memasuki pasar digital.
”Kami ingin memastikan kelancaran proses digitalisasi UMKM agar benar-benar membantu meningkatkan penjualan mereka,” kata Senior Vice President Micro Development and Agent Banking PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Ashraf Farahnaz, pekan lalu.
Sementara itu, Senior Manager PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Teguh Rahadian menyatakan, BRI juga mendukung digitalisasi UMKM dengan menyediakan fasilitas aplikasi Link UMKM. Aplikasi tersebut memberikan berbagai manfaat bagi UMKM, antara lain berupa digitalisasi pelatihan sesuai dengan kebutuhan agar mereka naik kelas.