Film independen atau indie kini bisa dinikmati melalui layanan ”video on demand”. Hal ini jadi kabar baik bagi sineas yang kesulitan mendistribusikan karyanya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Film independen Indonesia mulai masuk ke ekosistem layanan video on demand. Film pun bisa ditonton oleh masyarakat luas. Hal tersebut menjawab masalah sineas independen yang selama ini kesulitan mendistribusikan karya.
Film independen atau indie merupakan karya yang diproduksi di luar studio film besar. Produksi film itu biasanya mengandalkan biaya sendiri. Film indie identik sebagai karya yang tidak komersial. Film ini jarang ditemukan di bioskop karena persaingan dengan film-film lain ketat.
Untuk itu, layanan video on demand (VoD) GoPlay meluncurkan GoPlay Indie, Selasa (24/11/2020). Hingga kini ada sekitar 200 film indie yang ditampilkan. Film-film tersebut telah dikurasi oleh tim internal GoPlay dan komite independen.
”Ini adalah galeri konten khusus untuk pembuat film independen Indonesia. Tidak ada batasan siapa yang bisa masuk GoPlay Indie. Sineas independen mana pun bisa bergabung,” kata Head of Corporate Strategy GoPlay Martinus Faisal.
Film-film yang ditayangkan dijamin keamanannya. Menurut Martinus, GoPlay punya fitur keamanan khusus sehingga film tidak bisa dibajak, direkam, diunduh, dan tidak bisa ditangkap layar (screenshot).
Beberapa judul film indie yang ditayangkan adalah Friends (2014), How to Make a Dangerously Beautiful Woman (2015), Dendang Bantilang (2018), dan One of Those Murder (2019). Film-film yang ditayangkan mencakup beragam genre, seperti aksi, drama, horor, thriller, komedi, animasi, dokumenter, hingga film anak.
Para sineas akan diminta menyerahkan sejumlah data, seperti sinopsis, video pratayang, video atau foto di balik layar, fakta menarik pada film, hingga profil sutradara dan pemain. Data itu akan digunakan untuk promosi film. Adapun GoPlay tidak hanya berkolaborasi dengan sineas, tetapi juga pemerintah, rumah produksi, universitas, dan komunitas.
Diharapkan berkelanjutan
Sutradara sekaligus Festival Director Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), Ifa Isfansyah, mengapresiasi langkah GoPlay. Ia berharap distribusi film independen di layanan VoD berdampak ke keberlanjutan industri film. Dengan ini, film independen bisa ditonton dan diapresiasi secara luas.
”Menonton lewat layanan VoD membuat kita bisa nonton kapan pun dan di mana pun. Ini membuat karya film berumur panjang. Saya harap dengan ini kita bisa menemukan talenta-talenta baru,” ucap Ifa.
Ini adalah galeri konten khusus untuk pembuat film independen Indonesia. Tidak ada batasan siapa yang bisa masuk GoPlay Indie. Sineas independen mana pun bisa bergabung.
Produser film independen Friends, Lady Arianne, mengatakan, selama ini film independen didistribusikan ke komunitas serta festival film dalam negeri dan luar negeri. Walau bergengsi, penayangan di festival dinilai belum bisa meraih penonton secara luas. Penayangannya pun terbatas hanya selama festival berlangsung.
”Penting untuk mendistribusikan karya film ke publik setelah diproduksi. Jadi, masyarakat punya kesempatan menonton,” kata Lady.
Bagi pengguna aplikasi Gojek, GoPlay Indie bisa diakses dengan berlangganan Rp 45.000 per bulan. Publik bisa pula merental konten dan membayarnya per tayangan (pay-per-view) seharga Rp 15.000-Rp 29.000 per konten. Ada pula konten gratis. Penonton yang ingin mengapresiasi konten gratis bisa memberi tip dari Rp 3.000 hingga Rp 99.000.
Memahami konsumen
Sineas akan menerima data tren film yang diminati penonton per bulan. Ini penting untuk memahami perilaku konsumen. Menurut data GoPlay per November 2020, sebanyak 70 persen audiens memilih drama sebagai genre favorit, diikuti misteri dan dokumenter. Adapun lebih dari 50 persen audiens menyukai konten berdurasi kurang dari 15 menit.
”Kami ingin menjadi rumah bagi ekosistem film Indonesia yang berkualitas. GoPlay akan jadi saluran distribusi karya-karya sineas berbakat,” kata Martinus.
Menurut Ifa, sineas jangan hanya berpikir tentang produksi film, tetapi perlu juga memproyeksikan peta biru film secara jangka panjang. Peta biru itu mencakup rencana distribusi film dan target audiens. ”Membuat film bagus saja tidak cukup. Distribusi perlu dipikirkan. Kalau tidak, bagaimana orang bisa tahu ada film bagus di antara ribuan film yang ada?” ujarnya.
Membuat film bagus saja tidak cukup. Distribusi perlu dipikirkan. Kalau tidak, bagaimana orang bisa tahu ada film bagus di antara ribuan film yang ada?
Direktur Industri Kreatif Film, Televisi, dan Animasi Kemenparekraf Syaifullah Agam mendukung penayangan film indie di layanan VoD. Ia berharap film independen bisa ditonton oleh masyarakat luas. ”Pemerintah melalui Kemenkominfo menargetkan seluruh daerah terkoneksi internet pada 2022. Akan ada juga teknologi 5G. Dengan ini, kita tidak perlu buffering saat nonton,” katanya.