Lonjakan Kasus Covid-19 Bisa Lebih Tinggi Pascalibur Akhir Tahun
›
Lonjakan Kasus Covid-19 Bisa...
Iklan
Lonjakan Kasus Covid-19 Bisa Lebih Tinggi Pascalibur Akhir Tahun
Lonjakan kasus Covid-19 selalu terjadi pascalibur panjang. Pascalibur panjang akhir tahun ini, Satgas Covid-19 mengingatkan lonjakan kasus bisa tiga kali lebih tinggi. Penyebabnya, durasi libur yang lebih panjang.
Oleh
FX LAKSANA AS
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Libur panjang pada masa pandemi Covid-19 selalu menyebabkan peningkatan jumlah kasus Covid-19. Dari bukti empirik tersebut, libur panjang pada akhir tahun ini berpotensi mengulang hal yang sama. Bahkan, jika pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terkait tidak proaktif menjalankan tanggung jawab masing-masing, kenaikan kasus bisa sampai 2-3 kali lipat dari periode libur panjang sebelumnya.
”Pemerintah saat ini sedang mengkaji periode masa libur panjang akhir tahun karena berdasarkan analisis, setiap libur panjang pada masa pandemi memakan korban. Pada prinsipnya, apa pun keputusan yang nantinya diambil pemerintah, keputusan ini akan selalu mengutamakan keselamatan masyarakat Indonesia di tengah pandemi Covid-19,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (24/11/2020).
Menurut Wiku, pemerintah memahami masyarakat sudah jenuh dengan rutininas yang kebanyakan dihabiskan di dalam rumah sejak Covid-19 muncul di Tanah Air, Maret lalu. Akan tetapi, perlu diingat bahwa pandemi sebagai musuh bersama belum hilang.
Oleh karena itu, Wiku menekankan agar masyarakat menimbang kegiatan yang akan dilakukan pada masa libur panjang akhir tahun nanti. Imbauannya, sebisa mungkin masyarakat meminimalkan kontak, selalu memperhatikan protokol kesehatan, dan menjauhi kerumunan.
Sejak Covid-19 menyebar di Indonesia pada awal Maret hingga akhir November ini, tiga libur panjang sudah terjadi. Pertama adalah libur panjang Hari Raya Idul Fitri, 22-25 Mei. Kedua, libur panjang peringatan Hari Kemerdekaan, yakni 17 dan 20-23 Agustus, Ketiga, libur panjang 28 Oktober-1 November.
Berdasarkan data Satgas Covid-19, kasus Covid-19 selalu meningkat tajam pascalibur panjang. Pascalibur panjang Idul Fitri, kasus positif naik 69-93 persen pada 28 Juni. Pascalibur panjang Hari Kemerdekaan, kasus positif meroket 58-118 persen pada pekan pertama dan ketiga September. Adapun pascalibur panjang 28 Oktober hingga 1 November, kasus positif meningkat 17-22 persen pada 8-22 November.
”Berdasarkan data tersebut, terdapat penurunan kasus positif pada periode libur panjang terakhir jika dibandingkan libur panjang Agustus. Penurunan kasus positif (pascalibur panjang) ini menjadi evaluasi dan pembelajaran bagi kita semua dalam menghadapi periode libur panjang akhir tahun,” papar Wiku.
Meski demikian, Wiku mengingatkan, masa libur panjang akhir tahun ini memiliki durasi lebih panjang. Dengan kondisi itu, ia khawatir kasus positif pascalibur panjang akhir tahun nanti bisa melonjak dua sampai tiga kali lipat dari kenaikan kasus pada libur panjang sebelumnya.
”Penting diketahui, kenaikan kasus positif pada masa libur panjang disebabkan oleh penularan yang masih terjadi akibat kurangnya disiplin masyarakat terhadap protokol kesehatan, terutama menjaga jarak dan menjauhi kerumunan,” kata Wiku.
Belum diputuskan
Sebelumnya, dalam rapat terbatas, Senin (23/11/2020), Presiden Joko Widodo meminta agar cuti bersama akhir tahun dikurangi. Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy akan segera menggelar rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait (Kompas, 24/11/2020).
Namun, sehari setelah rapat terbatas itu, rapat koordinasi tersebut belum juga digelar. Meski demikian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo setuju jika libur akhir tahun ditinjau kembali.
”Secara prinsip, menurut saya, setelah memperhatikan arahan Bapak Presiden dan masukan data lonjakan kasus Covid-19, Kemenpan dan RB sangat setuju (keputusan bersama terkait cuti bersama di akhir tahun) ditinjau kembali. Bagaimana keputusannya, kita tunggu rapat nanti. Namun, prinsipnya menjaga kesehatan yang paling utama, di samping kita harus memperketat disiplin protokol kesehatan,” tutur Tjahjo melalui pesan singkat, Selasa (24/11/2020).
Libur panjang akhir tahun dimulai sejak 24 Desember hingga 1 Januari 2021. Tanggal 24 Desember merupakan cuti bersama Natal, sedangkan 28-31 Desember merupakan cuti bersama Idul Fitri lalu yang digeser ke akhir tahun karena pandemi Covid-19. Di luar itu, ada dua hari libur nasional, yaitu Natal (25/12/2020) dan Tahun Baru (1/1/2021), serta dua hari libur Sabtu dan Minggu (26-27/12/2020).
Lima provinsi
Masih dari jumpa pers, Wiku pun menyinggung data terbaru agar menjadi perhatian semua pihak. Hingga 22 November, kasus aktif mencapai 12,78 persen atau turun 0,05 persen dari pekan sebelumnya. Angka ini cenderung mendatar. Artinya, laju penurunan kasus aktif terhenti. Dengan kata lain, penularan tidak terkendali dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Ini disebabkan libur panjang dan kegiatan yang menimbulkan kerumunan.
Kondisi ini sejalan dengan kenaikan kasus Covid-19 sebesar 3,9 persen pada pekan terakhir. Kenaikan itu terutama disumbang oleh lima provinsi dengan kenaikan kasus tertinggi secara nasional pada pekan terakhir.
Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta (bertambah 1.937 kasus, dari 6.660 kasus menjadi 8.537 kasus), Riau (bertambah 1.166 kasus, dari 867 kasus menjadi 2.033 kasus), Jawa Timur (bertambah 736 kasus, dari 1.656 kasus menjadi 2.392 kasus), Daerah Istimewa Yogyakarta (bertambah 338 kasus, dari 281 kasus menjadi 619 kasus), dan Sulawesi Tenggara (bertambah 245 kasus, dari 111 kasus menjadi 356 kasus).
”Saya mohon perhatian dengan sangat untuk pemda kelima provinsi ini untuk mengambil langkah-langkah konkret guna mengatasi peningkatan kasus karena ini sudah sangat serius. Kami lihat tren bahwa lima besar penambahan kasus positif mingguan tertinggi masih konsisten pada pekan ini dan pekan sebelumnya,” kata Wiku.
Khusus DKI Jakarta, bahkan sudah tiga pekan berturut-turut berada di lima besar daerah dengan penambahan kasus positif mingguan tertinggi. Apalagi pada pekan ini, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan penambahan kasus terbanyak.
”Saya mohon kepada Gubernur DKI dengan aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan bagi pelanggaran protokol kesehatan sesuai aturan yang berlaku. Ada banyak hal yang dapat diupayakan pemda setempat untuk menekan angka kasus,” kata Wiku.
Kedisiplinan semua pihak untuk melakukan tugas masing-masing penting guna menjaga agar tren perbaikan yang sudah berlangsung tetap berlanjut.
”Kami meminta agar jangan sampai kerja keras selama delapan bulan ini menjadi rusak karena ketidaksabaran, ketidakhati-hatian, dan ketidakpedulian baik pemda maupun masyarakat. Kembali saya ingatkan bahwa selama belum ada vaksin, protokol kesehatan adalah obat terampuh untuk menekan angka penularan. Selalu pakai masker, jaga jarak, cuci tangan, serta hindari bepergian keluar rumah jika tidak ada keperluan yang mendesak,” tutur Wiku.
Pembelajaran tatap muka
Terkait penyelenggaraan pembelajaran tatap muka, Wiku menegaskan bahwa keselamatan siswa adalah yang utama.
Untuk itu, Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020-2021 di Masa Pandemi Covid-19, yang diumumkan Jumat pekan lalu, memiliki tahapan dan mekanisme. Keempat menteri yang dimaksud adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, serta Menteri Dalam Negeri.
”SKB ini menjelaskan kewenangan pemda, kantor wilayah, dan kantor Kementerian Agama untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangan masing-masing mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020-2021 di Januari 2021,” kata Wiku.
Namun, Wiku mengingatkan, institusi pendidikan yang diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka harus memenuhi daftar periksa, di antaranya menyangkut ketersediaan sarana sanitasi dan persetujuan komite sekolah atau perwakilan orangtua murid atau walimurid.
Untuk itu, pembelajaran tatap muka yang akan mulai dilakukan tahun depan tidak berarti instan langsung dilakukan seperti saat sebelum Covid-19. ”Perlu diingat, instansi pendidikan dapat menjadi salah satu kluster penularan Covid-19 apabila aktivitasnya tidak berpedoman pada protokol kesehatan,” kata Wiku lagi.
Seluruh upaya yang sedang dilakukan saat ini, Wiku menjelaskan, adalah adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19. Ini menuntut tahapan mulai prakondisi, penjadwalan, prioritas, koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hingga monitoring-evaluasi.
”Sebelum implementasi kegiatan belajar-mengajar tatap muka dilakukan, perlu adanya pelaksanaan simulasi terlebih dahulu. Kita punya waktu 1,5 bulan lagi. Sisa waktu inilah yang dapat menjadi momentum berlatih. Semua simulasi dan pembukaan bertahap akan berhasil dilakukan jika sinergi pusat, daerah, serta lintas kementerian dan lembaga terjalin baik,” ujarnya.