Untung, Kanselir Jerman Angela Merkel angkat bicara. Ucapannya penting untuk mengingatkan, janji G-20 tidak boleh hanya di kertas deklarasi. Harus ada wujud nyata.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20, yang tahun ini diketuai Arab Saudi, telah usai. Di pengujung KTT, pemimpin G-20 mengeluarkan Deklarasi KTT Riyadh berisi kesepakatan 20 pemimpin negara yang menguasai 80 persen kekayaan dunia itu. Deklarasi dituangkan dalam 38 poin, dengan fokus utama pada penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya. Dibahas pula isu lain, seperti perdagangan, investasi, keuangan, ekonomi digital, dan iklim. Namun, mengingat dunia masih dilanda pandemi, sangat wajar isu pandemi menjadi sorotan utama.
Dalam deklarasi KTT, pemimpin G-20 ”menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengendalikan persebaran virus sebagai kunci pemulihan ekonomi dunia” dan ”berupaya keras memastikan akses yang terjangkau dan setara bagi seluruh warga” terhadap ”diagnostik, terapi, dan vaksin Covid-19 yang aman dan efektif”. Demikian Deklarasi Riyadh yang dibahas pada Sabtu-Minggu (21-22/11/2020).
Kita lega, ada tekad dari pemimpin G-20—negara yang menguasai 80 persen kekayaan dunia—untuk berbagi dan memeratakan vaksin ke semua negara, termasuk negara berkembang dan miskin. Namun, apakah tekad itu hanya janji manis di atas kertas atau benar-benar akan diwujudkan?
Pertanyaan itu wajar dikemukakan. Tak ada dalam Deklarasi Riyadh ataupun pernyataan pemimpin, termasuk dari Arab Saudi sebagai Ketua G-20 tahun ini, yang menyinggung secara langsung permintaan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres tentang kebutuhan mendesak dana sekitar 28 miliar dollar AS—termasuk 4,2 miliar dollar AS akhir tahun ini—untuk produksi massal, pembelian, dan pengiriman vaksin Covid-19 ke seluruh dunia.
Di sisi lain, kita melihat anggota G-20, seperti AS, Inggris, Perancis, dan Jerman, mengamankan pasokan vaksinnya terlebih dahulu dengan bernegosiasi langsung dengan sejumlah perusahaan farmasi. Bahkan, sebagian menjadwalkan vaksinasi pada Desember 2020 atau awal 2021. Artinya, sebagian besar vaksin sudah mereka pesan. Masih adakah vaksin untuk negara berkembang dan miskin tahun depan?
Tak lama setelah KTT G-20 ditutup, di Berlin, Merkel mengungkapkan, belum ada satu perjanjian pun dibuat untuk memastikan distribusi vaksin ke negara miskin. Di bawah koordinasi aliansi vaksin global, GAVI, perlu ada negosiasi kesepakatan soal pasokan vaksin untuk negara-negara itu. Apa yang disampaikan Merkel mengingatkan pentingnya deklarasi—sehebat apa pun isinya—untuk diwujudkan secara nyata.
Tahun depan, Ketua G-20 beralih ke Italia dan tahun 2022 ke Indonesia. Jatah ketua bagi Indonesia semestinya tahun 2023, tetapi karena pada tahun itu Indonesia menjadi Ketua ASEAN, Indonesia bertukar dengan India. Meski masih dua tahun lagi, Indonesia perlu memulai mempersiapkan diri agar tanggung jawab itu bisa dilaksanakan secara maksimal.