Normalisasi Sungai untuk Cegah Banjir di Sentani Tuntas
›
Normalisasi Sungai untuk Cegah...
Iklan
Normalisasi Sungai untuk Cegah Banjir di Sentani Tuntas
Salah satu upaya untuk mencegah banjir di Sentani, Kabupaten Jayapura, adalah normalisasi sungai. Sebanyak empat sungai di Sentani kini telah dinormalisasi oleh Balai Wilayah Sungai Papua.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Balai Wilayah Sungai Papua telah menuntaskan normalisasi empat sungai di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, Papua. Ini merupakan salah satu upaya untuk mencegah bencana banjir bandang kembali terulang di daerah tersebut, seperti yang terjadi pada 2019.
Kepala Balai Wilayah Sungai Papua Nimbrot Rumaropen saat ditemui di Jayapura, Selasa (24/11/2020), memaparkan, normalisasi empat sungai dimulai pascabanjir bandang di Sentani pada 16 Maret 2019. Pekerjaan berupa pengerukan untuk membersihkan tumpukan sedimen lumpur dan pembangunan bronjong di pinggiran sungai setinggi 3 meter.
Keempat sungai yang dinormalisasi oleh Balai Wilayah Sungai Papua itu adalah Sungai Kemiri, Sungai Khelandili, Sungai Flavou, dan Sungai Abheale. ”Pengerukan sedimen lumpur di setiap sungai dengan ketebalan sekitar 3 meter. Normalisasi empat sungai ini untuk mengantisipasi banjir saat kondisi curah hujan tinggi,” papar Nimbrot.
Ia menuturkan, Balai Wilayah Sungai Papua juga telah menyiapkan lima alat berat dan 20 personel untuk mengantisipasi meluapnya air sungai karena cuaca ekstrem. ”Kami juga menyiapkan sumur sebagai sumber air bersih apabila terjadi pengungsian warga karena bencana alam di wilayah Jayapura dan sekitarnya. Kami akan terus bersinergi dengan pemda setempat dan instansi terkait untuk siaga bencana,” ujar Nimbrot.
Ia menambahkan, Balai Wilayah Sungai Papua juga akan mengerjakan fasilitas pengendalian banjir dan sabo dam atau fasilitas penampung sedimen lumpur di empat sungai tersebut pada tahun depan.
”Terdapat delapan paket proyek untuk empat sungai ini. Total anggaran yang disiapkan untuk pembangunan delapan fasilitas itu mencapai Rp 76 miliar,” kata Nimbrot.
Pada 16 Maret 2019, banjir bandang besar melanda Kabupaten Jayapura dan longsor di Kota Jayapura. Banjir dipicu kiriman air dari Pegunungan Cycloop saat terjadi hujan deras selama beberapa jam.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Papua, total kerugian akibat banjir bandang kala itu mencapai Rp 506 miliar. Adapun jumlah korban jiwa sebanyak 105 orang di Kabupaten Jayapura dan 7 orang di Kota Jayapura.
Kepala Subbidang Pelayanan Jasa Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Ezri Ronsumbre memaparkan, berdasarkan pantauan satelit, wilayah zona musim 339 dan zona musim 341 telah memasuki periode musim hujan sejak pertengahan Oktober.
Zona musim 339 meliputi Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi bagian selatan dan tenggara, Kabupaten Tolikara bagian utara dan timur laut, Kabupaten Waropen bagian tenggara, serta Kabupaten Jayawijaya bagian timur laut. Sementara zona musim 341 meliputi Kota Jayapura, Kabupaten Keerom bagian utara, dan Kabupaten Jayapura bagian timur laut.
Kondisi ini berpotensi terjadi hujan lebat dan berdampak pada potensi kejadian bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan banjir bandang.
”Kami mengimbau warga mewaspadai banjir, pohon tumbang, dan longsor. Perhatikan kondisi lingkungan tempat tinggal, seperti saluran air dan pohon-pohon tinggi. Masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah bantaran sungai, kaki gunung, atau perbukitan juga harus waspada,” tutur Ezri.