Penentuan diagnosis kanker paru kini makin spesifik. Dengan ketepatan diagnosis lebih dini, tingkat keberhasilan terapi pada pasien menjadi lebih tinggi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemajuan ilmu kedokteran menunjang pelayanan bagi pasien kanker paru. Penentuan diagnosis pun menjadi lebih spesifik sehingga terapi yang diberikan juga lebih tepat. Hal ini diharapkan meningkatkan usia harapan hidup pasien.
Dokter spesialis paru konsultan onkologi di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Sita Laksmi Andarini, menuturkan, sejumlah pemeriksaan dasar diperlukan untuk menentukan jenis kanker paru yang dimiliki oleh pasien. Hasil pemeriksaan ini menentukan tata laksana terapi yang diberikan. Setiap jenis kanker membutuhkan terapi berbeda.
”Perawatan untuk kanker paru itu bersifat personalized treatment. Jadi, satu pasien dengan yang lain akan membutuhkan pengobatan berbeda. Karena itu, diagnosis dengan pemeriksaan awal harus dilakukan dengan baik,” katanya dalam kegiatan edukasi publik bertajuk ”Akses Pengobatan Kanker Paru: Tantangan dan Harapan” yang diikuti secara virtual di Jakarta, Senin (23/11/2020).
Menurut Sita, tata laksana dalam perawatan kanker paru memengaruhi mutu dan harapan hidup pasien. Kanker paru di Indonesia menempati peringkat tertinggi sebagai kanker yang mematikan.
Dari data Globocan 2018, kanker paru di Indonesia merenggut 26.096 jiwa. Kematian ini dari 30.023 kasus yang terdiagnosis kanker paru. Artinya, setidaknya ada 71 orang meninggal setiap hari karena kanker paru. Kasus kanker ini terus meningkat sebesar 10,85 persen selama lima tahun terakhir.
Sebelum menentukan tata laksana terapi pada kanker paru, pasien perlu menjalani pemeriksaan biopsi untuk memastikan benjolan pada organ paru pasien adalah kanker.
Perawatan untuk kanker paru itu bersifat personalized treatment. Jadi, satu pasien dengan yang lain akan membutuhkan pengobatan berbeda.
”Tidak semua benjolan adalah kanker. Biopsi ini juga untuk menentukan jenis kankernya, apakah itu jenis karsinoma sel kecil atau karsinoma bukan sel kecil. Jika yang ditemukan adalah jenis kanker paru bukan sel kecil, itu perlu diperiksa lagi apakah sel kanker yang dimiliki adalah adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, atau karsinoma sel besar,” ucap Sita.
Jenis kanker paru yang paling banyak ditemukan saat ini adalah jenis kanker paru bukan sel kecil, khususnya adenokarsinoma. Setidaknya 85 persen pasien kanker paru terdiagnosis dengan jenis kanker paru itu. Kanker paru adenokarsinoma ini dapat menyebar ke organ lain di sekitar rongga toraks dan organ lainnya melalui darah dan kelenjar limpa.
Karena itu, selain pemeriksaan untuk menentukan jenis kanker paru yang dimiliki, pasien juga perlu melakukan pemeriksaan yang dapat melihat ukuran kanker, kondisi kelenjar limpa, dan tingkat penyebaran dari kanker.
Sita menuturkan, pasien kanker paru juga perlu melakukan tes molekuler sebelum mendapatkan terapi. Tes ini harus dilakukan untuk menetapkan target terapi yang akan diberikan. Sejumlah mutasi sel kanker paru yang menjadi penanda target terapi di antaranya EGFR (ephidermal growth factor receptor), ALK (anaplastic lymphoma kinase) positif, dan Proto-oncogene 1 PDL-1 (programmed death ligand 1).
”Terapi bisa diberikan sesuai jenis kanker paru yang dimiliki. Ada beberapa terapi yang bisa diberikan, seperti operasi, kemoterapi, terapi radiasi atau radioterapi, terapi target, dan yang terbaru adalah imunoterapi. Untuk menentukan terapi ini harus berdasarkan arahan dari dokter klinis yang menangani,” ujarnya.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan, seluruh terapi kanker paru telah diatur dalam panduan tata laksana kanker paru. Panduan ini disesuaikan dengan pedoman internasional yang berlaku. Jadi, diagnostik dan terapi serta tata laksana untuk preventif, kuratif, dan paliatif bisa diberikan secara terstandar.
Deteksi dini
Ketua Kelompok Kerja Kanker Paru Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Elisna Syahruddin mengatakan, selain tata laksana yang baik dan benar, harapan hidup pasien kanker juga dipengaruhi oleh tingkat keparahan yang dialami.
Semakin dini kanker ditemukan, terapi yang diberikan akan makin mudah dan cepat. Pada kanker paru yang ditemukan pada stadium awal, bahkan bisa disembuhkan dengan operasi atau pengangkatan sel kanker.
”Namun, lebih dari 85 persen pasien kanker paru ditemukan sudah dengan stadium lanjut pada stadium tiga atau stadium empat. Karena itu, kesadaran untuk mendeteksi kanker paru sejak dini perlu ditingkatkan. Kesadaran ini terutama pada masyarakat dengan faktor risiko yang tinggi,” tuturnya.
Elisna memaparkan, faktor risiko dari kanker paru yaitu usia, paparan asap rokok, dan keturunan. Pemeriksaan berkala perlu dilakukan, terutama pada masyarakat yang sudah berusia di atas 40 tahun dengan riwayat keturunan kanker. Apabila rentan terhadap paparan asap rokok, kewaspadaan perlu ditingkatkan.
Menurut dia, paparan rokok menjadi faktor risiko utama penyebab kanker paru. Risiko ini baik pada perokok aktif maupun perokok pasif. Pengetahuan masyarakat akan bahaya rokok, termasuk sebagai penyebab kanker paru, sudah baik. Namun, sayangnya itu tidak diimbangi dengan kesadaran untuk tidak ataupun berhenti merokok.
”Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat, diiringi pula dengan peningkatan jumlah pasien kanker paru. Merokok tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain di sekitar kita, khususnya keluarga yang selalu berinteraksi setiap hari. Residu rokok yang menempel di baju tetap bisa berdampak pada gangguan kesehatan,” kata Elisna.