Masalah Kesehatan Tak Tuntas, Akselerasi Ekonomi Tak Terjadi
›
Masalah Kesehatan Tak Tuntas, ...
Iklan
Masalah Kesehatan Tak Tuntas, Akselerasi Ekonomi Tak Terjadi
Kebijakan mesti memperhatikan masalah utama krisis ekonomi, yakni masalah kesehatan berupa pandemi Covid-19.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keinginan menyeimbangkan kesehatan dan ekonomi harus dibarengi kalkulasi kebijakan yang matang. Selama kasus Covid-19 di perkotaan terus meningkat, akselerasi pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati, menekankan, penyebab resesi ekonomi di tingkat global dan nasional adalah kesehatan. Pemerintah harus tetap fokus mengatasi masalah kesehatan. Kenyataannya, hingga kini, kasus infeksi masih terus meningkat, terutama di perkotaan yang menjadi penyangga ekonomi.
”DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masih jadi episentrum kasus Covid-19. Hal ini mengkhawatirkan karena daerah-daerah itu adalah sumber pertumbuhan ekonomi,” kata Ninasapti dalam diskusi Proyeksi Ekonomi 2021, Selasa (24/11/2020), yang diselenggarakan Berita Satu.
Selama ini, struktur perekonomian RI masih didominasi Jawa dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar 58 persen. Pada triwulan III-2020, pertumbuhan ekonomi nasional negatif 3,49 persen dengan kontribusi Jawa terhadap PDB mencapai 58,8 persen.
Ninasapti mengatakan, upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi harus dibarengi kalkulasi kebijakan yang matang. Hambatan datang dari penerapan protokol kesehatan yang rendah. Padahal, selama disiplin protokol kesehatan rendah dan kasus infeksi terus naik, perbaikan ekonomi akan sulit terjadi.
Upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi harus dibarengi kalkulasi kebijakan yang matang
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kesempatan terpisah menyampaikan, aktivitas ekonomi berpotensi kembali melemah karena kenaikan kasus Covid-19. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, kebijakan pemerintah menetapkan libur panjang pada Oktober 2020 justru tidak efektif mengungkit konsumsi masyrakat. Sebaliknya, malah meningkatkan kasus Covid-19.
Data pada Oktober 2020 dengan jumlah hari kerja yang turun menunjukkan, konsumsi listrik di sektor bisnis merosot. Artinya, aktivitas ekonomi di sisi produksi menurun. Namun, pada saat yang sama, sisi konsumsi masyarakat tidak meningkat.
”Pemerintah melihat setiap libur panjang kasus Covid-19 naik, tetapi indikator ekonomi tidak berubah,” kata Sri Mulyani.
Pemerintah akan lebih hati-hati memetakan dampak libur panjang terhadap ekonomi dan kesehatan. Selama libur panjang, terjadi peningkatan mobilitas masyarakat, tetapi tidak ada pertumbuhan belanja. Jumlah hari kerja yang lebih sedikit justru menurunkan aktivitas ekonomi di sektor bisnis.
Pemulihan usaha
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, stimulus sebaiknya tidak hanya diprioritaskan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dunia usaha juga membutuhkan kredit modal kerja dengan bunga rendah sekitar 3-4 persen. Jika dunia usaha tidak diberi modal kerja, pemulihan ekonomi tidak akan optimal. Saat ini, sebagian UMKM sudah menjadi bagian produksi dari dunia usaha.
Francois de Maricourt, President Director HSBC Indonesia, menambahkan, Covid-19 memaksa semua pihak melakukan adopsi teknologi digital yang lebih besar. Adapsi teknologi berpotensi membantu Indonesia menarik investasi asing langsung yang lebih besar serta meningkatkan rantai nilai manufaktur.