Minat berlibur masyarakat di akhir tahun tinggi, mengikuti tren kenaikan mobilitas selama adaptasi kebiasaan baru. Ini perlu diantisipasi mengingat beberapa libur panjang sebelumnya memicu peningkatan kasus Covid-19.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Minat berlibur masyarakat di akhir tahun diproyeksikan tinggi, mengikuti tren kenaikan mobilitas selama adaptasi kebiasaan baru. Hal ini perlu diantisipasi mengingat beberapa libur panjang sebelumnya memicu peningkatan jumlah kasus Covid-19.
Perusahaan penyedia aplikasi perjalanan dan gaya hidup, Traveloka, melaporkan tingginya tingkat pencarian akomodasi berdasarkan tanggal check-in di platform mereka dalam pekan libur Natal dan Tahun Baru.
”Kami melihat ada sinyal pemulihan. Orang mulai mencari akomodasi di akhir tahun karena libur Lebaran pindah ke akhir tahun,” kata Head of Strategic Partnership Traveloka Accommodation Louis Alfonso dalam webinar ”Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2021”, Selasa (24/11/2020).
Tren peningkatan pencarian juga tercatat tinggi pada libur Tahun Baru China atau Imlek pada 2021. Minat pengguna Traveloka untuk kembali berlibur selama pandemi sudah terbaca sejak April 2020.
Berdasarkan data mereka, transaksi bulanan untuk akomodasi terus meningkat hingga 251 persen sampai Oktober 2020. Tingkat transaksi akomodasi selama Oktober bahkan sudah mencapai 80 persen tingkat transaksi pada Februari, atau sebulan sebelum status pandemi diumumkan Organiasasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Selama beberapa bulan terakhir, kami menganalisis, kesehatan dan kebersihan menjadi penggerak terbesar masyarakat mau memesan akomodasi. Setelah itu baru promo dan diskon menarik,” katanya. Adapun pemesanan akomodasi didorong kebutuhan leisure dan staycation dengan pilihan lokasi tidak jauh dari tempat tinggal.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga mencatat peningkatan tren pergerakan wisatawan, khususnya wisatawan domestik. Direktur Kajian Strategis Kemenparekraf Wawan Rusiawan memaparkan, ini terjadi sejak adaptasi kebiasaan baru diterapkan sekitar Juni 2020.
Adaptasi kebiasaan baru secara perlahan mengurangi kegiatan masyarakat di rumah. Dibandingkan dengan periode bulanan pada awal 2020, mobilitas masyarakat di rumah pada September hanya meningkat 11,8 persen, lebih rendah dari peningkatan sampai 12,5 persen pada Juni dan 16,7 persen pada Maret.
Sebaliknya, masa adaptasi ini meningkatkan mobilitas masyarakat di tempat kerja, tempat transit, taman, tempat belanja kebutuhan sehari-hari, dan tempat perdagangan ritel dan rekreasi.
Mengutip data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), pada triwulan IV-2020, jumlah pergerakan wisatawan Nusantara diperkirakan hanya turun 20 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Angka itu jauh lebih baik dari penurunan sampai 40 persen di triwulan kedua dan penurunan 30 persen pada triwulan ketiga.
”Pariwisata ini terkait mobilitas penduduk. Walaupun adaptasi kebiasaan baru diterapkan, pergerakan wisatawan tidak bisa langsung pulih karena di masyarakat masih ada kekhawatiran dan kecemasan,” katanya.
Hal ini tidak terlepas dari terus bertambahnya kasus Covid-19 di 15 provinsi yang menjadi destinasi pariwisata favorit. Provinsi itu, antara lain, adalah Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Bali, NTT, dan Sulawesi Utara.
Hari ini, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan, sebanyak 4.192 orang terkonfirmasi Covid-19. Jumlah itu menambah total kasus terkonfirmasi yang tercatat telah mencapai 506.302 orang. Adapun korban meninggal bertambah sebanyak 109 orang sehingga jumlah korban jiwa mencapai 16.111 orang.
Dengan masih tingginya pertambahan kasus baru, kemarin, Presiden Joko Widodo bahkan meminta cuti bersama di akhir tahun dikurangi. Hal itu karena pertambahan kasus harian Covid-19 banyak dipicu libur panjang, seperti pada Agustus dan Oktober (Kompas, 17/11).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira, pada kesempatan sama, menilai, pemerintah perlu mensinkronkan kebijakan jika ingin memangkas waktu libur bersama.
Pemangkasan waktu libur, menurut dia, bisa mendorong aparatur sipil negara (ASN) tetap bekerja agar penyaluran stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tetap berjalan. Pertimbangan itu juga menjadi momentum menjaga produktivitas industri, setelah pemangkasan jam kerja besar-besaran. Lalu, mengurangi tambahan biaya kesehatan jika penyebaran penyakit bisa ditekan.
”Ini semua akan masuk dalam sinkronisasi kebijakan. Kalau mau dorong pariwisata, ya, liburnya boleh panjang 11 hari, tetapi protokol kesehatannya disiapkan,” tuturnya.
Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf Agustini Rahayu mengatakan, protokol kesehatan telah menjadi keharusan dalam pembukaan dan pelaksanaan kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif selama pandemi.
Selain itu, pemerintah pusat dan lembaga terkait telah mulai menyosialisasikan panduan dan sertifikasi kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan (cleanliness, cleanliness, health, safety, environment friendly/CHSE) sebagai acuan pelaksanaan kegiatan wisata.