Dishub DKI: Perubahan Rute LRT Sesuai Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
›
Dishub DKI: Perubahan Rute LRT...
Iklan
Dishub DKI: Perubahan Rute LRT Sesuai Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
Dishub DKI menyebut perubahan rute LRT yang ditugaskan ke Jakpro untuk menyesuaikan rencana nasional. LRT Pulo Gebang-Joglo dibangun dengan kerja sama dengan badan usaha karena Jakarta tak memiliki dana sendiri.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Perhubungan DKI Jakarta menyatakan, munculnya perubahan rute LRT Jakarta dari semula Velodrome-Manggarai menjadi Velodrome-Klender-Halim sebagai upaya penyesuaian. Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Rabu (25/11/2020), di DPRD DKI Jakarta, menjelaskan, pihaknya mengubah rute LRT untuk menyesuaikan dengan rencana induk perkeretaapian nasional.
Dalam rencana induk perkeretaapian nasional itu, Kementrian Perhubungan menetapkan Stasiun Manggarai akan menjadi hub atau titik pertemuan kereta antarkota atau kereta jarak jauh. ”Dengan ketetapan itu, tentu jaringan perkeretaapian Jakarta harus menyesuaikan dengan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional tadi,” katanya.
Apalagi, ke depan, terkait rencana induk transportasi Jakarta, angkutan kereta api akan menjadi sarana transportasi utama atau backbone. ”Karena mau jadi backbone, perlu dilihat secara keseluruhan perlu dilihat jaringan kereta api di Jakarta seperti apa didasarkan pada Rencana Induk Transportasi Nasional,” kata Syafrin.
Rute yang menyesuaikan itu, menurut Syafrin, adalah rute yang akan dikerjakan Jakpro sesuai penugasan. Rute awalnya dari Velodrome ke Manggarai dihapus dan diubah menjadi rute looping ke arah timur, yaitu dari Velodrome-Klender (4,1 km) dan Klender-Halim (5,2 km). Sesuai penugasan sebelumnya, dikerjakan PT Jakarta Propertindo.
Selain itu, ada rute LRT Joglo-Tanah Abang yang juga ada dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2018, tetapi lalu diperpanjang menjadi Joglo-Pulogebang (32,8 km). Menurut rencana, rute ini akan dikerjakan dengan skema kerja sama pemerintah daerah dan badan usaha (KPDBU).
Untuk rute Velodrome-Klender mendapat kritikan dari Partai Solidaritas Indonesia dan PDI-P. Sebab, perubahan rute itu tidak ada dalam Perpres No 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi 2018-2029.
Gilbert Simanjuntak, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI-P, mengkritik rute yang dibuat itu tidak sesuai dengan Perpres No 55/2018. ”Ini merugikan Pemprov DKI. Di dalam Perpres, Pemprov DKI dapat rute LRT ke pusat-pusat aktivitas di tengah kota. Tapi Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) malah mengubah rute sehingga Pemprov DKI hanya dapat rute di pinggiran yang sepi penumpang,” ujarnya.
Adita Irawati, juru bicara Kementerian Perhubungan, yang dikonfirmasi secara terpisah menegaskan, Kemenhub masih meninjau ulang usulan perubahan rute itu. Usulan perubahan rute disampaikan melalui surat tanggal 17 September 2020.
LRT KPDBU
Sementara untuk rute Joglo-Pulogebang yang rencananya dikembangkan dengan skema KPDBU, juga mendapat kritikan tak kalah keras. Meski demikian, Syafrin juga menjelaskan, skema itu diambil karena DKI sedang kekurangan anggaran. ”Melihat rute Pulo Gebang-Joglo, swasta punya rute yang empuk ke tengah kota,” kata Simanjuntak.
Dengan menyerahkan pengelolaan ke pihak swasta melalui skema KPDBU, Gilbert Simanjuntak mempertanyakan tarif yang akan dipatok. ”Jika swasta yang mengelola, berapa tarifnya? Harga tarif harus terjangkau oleh rakyat kecil. Harga keekonomian tarif LRT berkisar Rp 25.000-Rp 30.000 per orang,” kata Simanjuntak.
Skema KPDBU juga mendapat kritikan dari Eneng Malianasari, anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta. Itu karena rute Pulo Gebang-Joglo belum ada penetapan dari Kementrian Perhubungan. Namun, Dishub DKI sudah mengusulkan anggaran tambahan sebesar Rp 200 miliar untuk pengadaan lahan pembangunan LRT dalam pembahasan KUA PPAS 2021.
”Belum ada penetapan rute LRT KPDBU dari Kemenhub, semuanya masih tahap usulan dan kajian. Sedangkan rute LRT di PT Jakpro sudah ditetapkan di Perpres No 55/2018. Sayangnya pembangunan LRT di Jakpro selama tiga tahun ini mandek,” kata Eneng.
Soal belum adanya penetapan LRT KPDBU, Syafrin pun menjelaskan, saat ini Dishub DKI masih menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk bisa mengajukan usulan trase itu. Usulan itu nanti akan disampaikan ke Kementrian Perhubungan.
Eneng pun menegaskan, sebaiknya Pemprov DKI mengalihkan anggaran Rp 200 miliar itu ke PT Jakpro untuk bisa membangun LRT yang memang sudah direncanakan dalam Perpres. ”Kami mohon Pemprov DKI jangan menelantarkan proyek LRT yang sudah ditetapkan oleh Presiden,” kata Eneng.
Sementara Simanjuntak menyarankan, jika tidak ada anggaran untuk pembangunan LRT di PT Jakpro, DKI bisa mengupayakan dengan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).
”Untuk skema KPDBU itu, saya menilai skema itu cacat hukum karena tidak ada rapat pembahasan khusus mengenai hal ini di Komisi B. Bagaimana bisa kerja sama multiyears dan jadi beban APBD tidak dibahas khusus dan tidak diketahui para anggota Komisi B?" kata Simanjuntak.