Dua Desa di Pulang Pisau Jadi Target Ekowisata untuk Jaga Gambut
›
Dua Desa di Pulang Pisau Jadi ...
Iklan
Dua Desa di Pulang Pisau Jadi Target Ekowisata untuk Jaga Gambut
Ekosistem gambut kerap membawa masalah ketika dirusak karena menjadi sumber bencana. Kini, pemerintah mulai melirik ekosistem gambut untuk wisata sekaligus menjaganya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Ekowisata menjadi bagian dari pemulihan ekosistem gambut di Kalimantan Tengah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembangkan produk wisata berbasis ekosistem dan kearifan lokal dengan menciptakan destinasi ekowisata di Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng.
Hal itu terungkap di sela-sela Fokus Grup Diskusi dengan tema Pengembangan Produk Wisata Berbasis Ekonomi dan Kearifan Lokal Masyarakat Sekitar Hutan Gambut di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, yang dilaksanakan sejak Selasa (24/11/2020) sampai dengan Rabu (25/11/2020). Kegiatan itu diselenggarakan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Hutan Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kepala Bidang Kerja Sama dan Diseminasi Puslitbang Hutan KLHK Ahmad Gadang Pamungkas mengatakan, kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk diseminasi hasil-hasil penelitian kepada para pihak yang terlibat, mulai dari pemerintah desa, kabupaten, dan provinsi juga kelompok wisata.
”Kami ditopang oleh tim peneliti yang kredibel dan analisis berkualifikasi tinggi. Oleh karena itu, saran dan masukan kami kepada pemerintah daerah, mempunyai kompatabilitas, adaptif, dan mempertimbangkan banyak hal untuk bisa dilaksanakan, baik oleh pemerintah daerah, masyarakat, maupun berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan destinasi wisata khusus di Kabupaten Pulang Pisau,” kata Ahmad.
Ahmad menambahkan, Kabupaten Pulang Pisau ditargetkan menjadi lokasi ekowisata dengan memanfaatkan ekosistem gambut. KLHK setidaknya membentuk dua lokasi wisata baru seperti susur sungai dan wisata budaya di Pulang Pisau, Kalteng. Keduanya terletak di Desa Gohong, Kecamatan Kahayan Hilir dan Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya.
Melalui ekowisata, lanjut Ahmad, ekosistem gambut bisa terjaga karena ekowisata tidak mengubah bentang alam. Tak ada alih fungsi lahan, justru memperkuat ekosistem gambut dan membuatnya lebih terjaga.
Ketua tim Kajian Pembangunan Wisata Alam Ekosistem Gambut Endang Karlina menyampaikan timnya mengkaji dan menggali potensi di dua desa tersebut. Hal itu kemudian ia kemas menjadi destinasi ekowisata. Mereka melakukan hal tersebut sejak Oktober 2020.
”Dari sisi kearifan lokal, masyarakat di sini identik dengan sungai. Dari situlah kami mengembangkan wisata susur sungai. Kemudian setiap desa bahkan rumah mempunyai dermaga. Kami membuat dermaga tersebut mempunyai multifungsi dan manfaat, misalnya sebagai spot swafoto dan menjadi identitas desa tersebut. Jadi gerbangnya wisata setiap desa itu dari dermaga yang ditata dengan baik,” papar Endang.
Kegiatan pembangunannya dilakukan secara padat karya, dengan menggunakan bahan baku yang berasal lahan budidaya masyarakat, seperti bahan baku dari rotan, bambu, dan gelam. Setelah itu, lanjut Endang, bersama masyarakat semua komponen dasar ekowisata dibangun melalui padat karya.
Kepala Desa Gohong Yanto L Adam menjelaskan, desa mendapatkan jatah wisata budaya. Hal itu dilakukan lantaran masih banyak kegiatan di desanya yang bernuansa adat. Apalagi desa dengan mayoritas penduduk masyarakat adat Dayak itu memiliki begitu banyak ritual juga tradisi yang masih dijaga.
Dengan pengelolaan yang benar, kami harap tradisi juga menjadi sumber informasi yang baik dalam ekowisata. (Yanto L Adam)
”Di desa kami, ada rumah produksi rotan yang memproduksi beragam kriya rotan khas Dayak. Jadi, dengan adanya ekowisata ini, membangunkan lagi usaha-usaha kami sebagai orang Dayak yang bisa membantu atau menjadi alternatif mata pencaharian,” kata Yanto.
Yanto menjelaskan, selain rotan, beberapa kawasan atau wilayah kelola masyarakat masih sangat terjaga. Bukan hanya karena memiliki ketebalan gambut dalam tetapi juga bagian dari tradisi.
Di Desa Gohong masih terdapat hutan pahewan atau hutan yang dikeramatkan. Orang Dayak percaya dalam mengelola hutan, mereka perlu membagi wilayahnya dengan gana atau roh yang mendiami hutan.
”Dengan pengelolaan yang benar, kami harap tradisi juga menjadi sumber informasi yang baik dalam ekowisata,” kata Yanto.
Dengan adanya alternatif mata pencarian baru, menurut Yanto, bakal mengurangi aktivitas ilegal yang merusak hutan gambut. Selain itu, kebiasaan membakar lahan juga bakal berkurang. ”Semoga saja kunjungannya ramai sehingga ada lapangan kerja baru yang muncul,” ungkapnya.