Kontroversi Ekspor Benih Lobster sejak Awal
Sejak awal tahun, rencana pemerintah melegalkan ekspor benih lobster menuai pro kontra, terlebih saat regulasinya terbit 4 Mei 2020. Kontroversi melingkupi langkah yang bertolak belakang dengan kebijakan sebelumnya ini.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu (25/11/2020) dini hari. Selain Edhy, KPK juga menangkap sejumlah orang dalam rangkaian operasi tangkap tangan pada Selasa (24/11/2020) malam hingga Rabu dini hari.
Sampai Rabu pukul 10.30 WIB, KPK belum memberikan keterangan resmi terkait penangkapan tersebut. Namun, operasi tangkap tangan diduga terkait kebijakan ekspor benih bening lobster.
Langkah pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengizinkan ekspor benih lobster menuai pro dan kontra di ruang publik. Tidak hanya bertolak belakang dengan kebijakan KKP lima tahun sebelumnya, ekspor benih lobster kontroversial sejak awal.
Berikut beberapa kontroversi itu. Pertama, aturan baru berlawanan dengan aturan lama. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 melarang penangkapan benih lobster untuk tujuan ekspor ataupun budidaya. Namun, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 yang ditetapkan 4 Mei 2020 mengizinkannya.
Kedua, penetapan kuota dan lokasi tangkap benih bening lobster harus mengikuti ketersediaan stok di alam sesuai hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan. Namun, sampai regulasi yang mengizinkan ekspor benih lobster terbit, Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan belum pernah melakukan kajian potensi dan jumlah benih lobster yang boleh dieksploitasi.
Baca juga: Pertaruhan Ekspor Benih Lobster
Ketiga, meski petunjuk teknis peraturan tersebut tengah disusun, pada 9 Mei 2020, setidaknya 20 perusahaan sudah mendaftar sebagai eksportir benih lobster. Padahal, belum ada kejelasan terkait kriteria keberhasilan budidaya lobster yang menjadi syarat ekspor benih.
Keempat, ekspor benih lobster mulai dilakukan pada Juni 2020, selang satu bulan sejak penetapan Permen KP No 12/2020. Syarat eksportir mendapatkan kuota ekspor benih lobster antara lain sudah memanen hasil budidaya lobster berkelanjutan dan melepasliarkan 2 persen hasil panennya. Padahal, budidaya lobster dinilai bukan pekerjaan yang singkat dan butuh investasi panjang.
Kepala Subdirektorat Jenderal Humas Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengonfirmasi ekspor benih lobster yang dilakukan PT TAM dan PT ASL pada 12 Juni 2020 melalui Bandara Soekarno-Hatta. PT TAM mengekspor benih lobster sebanyak 60.000 ekor, sedangkan PT ASL sekitar 37.500 ekor yang dikemas dalam 7 koli (Kompas, 16/6/2020).
Kelima, penerimaan negara dari ekspor benih lobster dinilai sangat kecil. Dari ekspor sekitar 100.000 ekor benih lobster pada 12 Juni 2020, misalnya, negara hanya mendapatkan Rp 34.375 dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Baca juga: Edhy Prabowo: Kami Tidak akan Mundur
Ekspor berlangsung ketika tarif PNBP untuk ekspor benih masih dibahas, yakni melalui revisi Peraturan Pemerintah No 75/2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menurut Kepala Riset Kebijakan Ekonomi Kelautan Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana, karena belum ada penetapan tarif PNBP, penerimaan negara dari benih yang diekspor sangat rendah. Ekspor benih lobster hanya akan menguntungkan usaha pembesaran lobster di Vietnam dan para eksportir benih.
Menurut Sekretaris Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Hari Mariyadi, tarif PNBP ekspor benih lobster saat ini masih mengacu PP No 75/2015. Nantinya dalam revisi PP No 75/2015 akan ada penerimaan tambahan buat negara melalui PNBP kontribusi pengeluaran ekspor benih bening lobster.
Baca juga: Ekspor Benih Lobster Dinilai Tidak Transparan
Keenam, ada indikasi penyalahgunaan kemitraan sebagai jalan pintas untuk izin ekspor benih, antara lain berlangsung di Lombok Timur (Kompas,12/7/2020). Alih-alih budidaya, perusahaan eksportir benih lobster diduga memanfaatkan kemitraan dengan pembudidaya lobster demi memperoleh izin ekspor benih lobster. Setelah izin didapat, perusahaan mangkir dari kemitraan.
Akan tetapi, terkait sejumlah kontroversi dan keriuhan yang terjadi di ruang publik itu, ekspor benih lobster tetap jalan. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bahkan memastikan tidak akan mundur terhadap kebijakan-kebijakan yang telah disusun, termasuk soal ekspor benih bening lobster.
”Percayalah, kami tidak akan mundur karena keputusan yang kami buat bukan atas dasar ketidaksukaan (terhadap kebijakan sebelumnya). Sudah banyak ahli di belakang kami (bergelar) profesor, doktor, dan pegiat lingkungan. Kami terukur kebijakannya,” ujarnya dalam seminar daring bertema ”Kontribusi Sektor Kelautan dalam Pemulihan Ekonomi Nasional”, Kamis (16/7/2020) malam.
Menurut Edhy, KKP tidak akan mundur terhadap kritikan. Namun, ia meminta semua pihak menaati prosedur yang telah ditetapkan dan tidak euforia sehingga mengakibatkan kelalaian menjalankan prosedur dan kewajiban.
”Kami yakin kritikan-kritikan itu untuk membangun, tetapi kami tetap yakin terhadap apa yang kami lakukan. Keputusan kami bukan kitab suci, keputusan bisa diubah atau direvisi, tetapi percayalah jika ada revisi maka untuk keperluan sebaik-baiknya masyarakat,” ujarnya.
Baca juga: Benih Lobster Diekspor, Nasib Budidaya Tak Menentu
Dugaan monopoli
Terkait pengiriman ekspor benih lobster, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga ada praktik monopoli. Pengiriman benih lobster yang hanya melalui satu pelaku usaha logistik (freight forwarding) di Bandara Soekarno-Hatta dapat menciptakan inefisiensi biaya pengiriman dan risiko yang harus ditanggung oleh pelaku usaha.
Komisioner KPPU, Guntur Saragih, Kamis (12/11/2020), mengatakan, pengiriman benih bening lobster hanya dilakukan melalui satu perusahaan yang terletak di satu bandara, yakni Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Padahal, Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Kemanan Hasil Perikanan (BKPIM) Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan enam bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri.
Selain Soekarno-Hatta, ada Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai (Denpasar), Juanda (Surabaya), Zainuddin Abdul Madjid (Lombok), Kualanamu (Medan), dan Sultan Hasanuddin (Makassar). Jika memperhatikan sebaran lokasi pembudidaya lobster, biaya yang dikeluarkan eksportir seharusnya bisa lebih murah jika keenam bandara itu sama-sama difungsikan. Dengan biaya logistik yang lebih murah, harga benih lobster pun seharusnya lebih mampu bersaing di pasar. Tingkat risiko mortalitas benih lobstser juga akan turun karena dapat sampai di negara tujuan dalam kondisi segar.
Penyelidikan terhadap kasus dugaan monopoli itu mulai berjalan sejak 8 November 2020. KPPU melakukan investigasi setelah menerima laporan informasi dari sejumlah asosiasi di bidang perikanan. Sebelumnya, Komisi XI DPR lewat politisi Partai Golkar, Misbakhun Mukhamad, juga sempat mendorong KPPU mendalami dugaan monopoli dalam bisnis pengiriman benih bening lobster.
”Kami melihat ada potensi indikasi persaingan usaha yang tidak sehat, di mana ada kegiatan yang membuat jasa pengiriman (ekspor benih lobster) hanya terkonsentrasi pada pihak tertentu saja,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.