Kasus Kematian Perempuan di Jalur Paralayang Sigi Masih Jadi Misteri
›
Kasus Kematian Perempuan di...
Iklan
Kasus Kematian Perempuan di Jalur Paralayang Sigi Masih Jadi Misteri
Kematian perempuan yang ditemukan di jalur paralayang di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, hingga kini masih misteri.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Kematian Sumiati (22) di jalur paralayang Desa Balane, Kecamatan Kinavaro, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, masih menyisakan misteri. Kepolisian masih menyelidiki kasus tersebut. Keterbatasan saksi menjadi kendala.
”Kasus masih dalam penyelidikan tim Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sigi. Orang-orang yang diduga belum bisa dipastikan karena tidak adanya saksi yang meyakinkan,” kata Kepala Polres Sigi Ajun Komisaris Besar Yoga Priyahutama di Sigi, Rabu (25/11/2020).
Terkait saksi yang telah diperiksa, Yoga menyatakan, ada sejumlah orang yang telah dimintai keterangan. Namun, dia tidak merinci siapa saja mereka yang telah diperiksa itu.
Sejumlah warga menemukan jenazah Sumiati di pinggir jalan di Desa Balane, Selasa (17/11/2020) sore. Jalan itu merupakan jalur menuju arena paralayang Mantatimali, Kecamatan Kinavaro. Jenazah ditutupi dedaunan di pinggir jalan.
Waktu ditemukan, jenazah sudah berbau. Berdasarkan pemeriksaan, terdapat luka di dagu dan pelipis kiri dekat mata korban. Penyidik telah memvisum jenazah di RS Bhayangkara, rumah sakit yang dikelola Kepolisian Daerah Sulteng di Palu.
Lokasi temuan jenazah Sumiati berjarak sekitar 35 kilometer arah selatan Palu. Pada akhir pekan, jalur tersebut ramai karena arena paralayang dijadikan tempat berkemah. Arena paralayang berada di ketinggian. Dari situ, panorama kota Palu terlihat jelas.
Sehari setelah ditemukan, keluarga korban menghubungi Polres Sigi dan memastikan bahwa Sumiati anggota keluarga mereka. Selama ini ia tinggal bersama suaminya di Donggala bagian utara. Belakangan, keduanya bercerai. Keluarga besar Sumiati tinggal di Kelurahan Gunung Bale, Kecamatan Banawa, Donggala.
Terakhir korban memberi kabar kepada anggota keluarga di Gunung Bale pada awal November 2020. Yoga memastikan pihaknya akan transparan mengungkap kasus tersebut. Jika sudah ada titik terang, akan disampaikan kepada publik.
Secara terpisah, dosen Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Palu, Jubair, menyatakan penyidik harus fokus pada kondisi jenazah untuk mengungkap kasus tersebut. ”Ini untuk mendapatkan gambaran terkait penyebab kematian. Apakah luka di dagu dan pelipis itu karena benda tumpul yang dilakukan oleh orang lain atau tidak, misalnya karena bunuh diri, meskipun peluang untuk itu sangat kecil. Jika ini tak dilakukan, kasus itu akan tetap jadi misteri,” katanya.
Jika gambaran soal penyebab kematian itu samar hanya dengan visum, lanjut Jubair, penyidik sebaiknya melakukan otopsi terhadap jenazah korban. Otoposi akan memberikan penjelasan yang memadai terkait penyebab kematian. Langkah itu tentu saja harus atas persetujuan dari keluarga.
Dia menambahkan, kasus-kasus kematian yang serupa dengan kematian Sumiati selama ini butuh waktu lama diungkap karena minimnya petunjuk. Penyidik hanya bersandar pada hasil visum yang hanya memberikan gambaran ”permukaan” tentang penyebab kematian korban.
Meskipun fokus pada jenazah korban, Jubair menyampaikan, penyidik juga perlu mendata dan memeriksa semua orang yang mengenal dan berhubungan dengan korban. Ini untuk menggali informasi yang bisa saja relevan dengan pengungkapan kasus.