Infeksi akibat tindakan medis, apalagi akibat bakteri ”superbug” yang telah resisten terhadap antibiotika, merupakan salah satu penyebab utama kematian dan penderitaan pasien rawat inap RS di seluruh dunia.
Oleh
FX WIKAN INDRARTO
·3 menit baca
Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia (World Antimicrobial Awareness Week/WAAW) diperingati pada 18-24 November 2020. Tujuannya, mendorong praktik terbaik kepada masyarakat umum, petugas kesehatan, dan pembuat kebijakan, menghindari muncul dan menyebarnya infeksi yang resistan atau kebal terhadap obat.
Resistensi antimikroba terjadi saat bakteri, virus, jamur, dan parasit mampu melawan efek obat, membuat penyakit infeksi umum lebih sulit diobati dan meningkatkan risiko penyebaran kuman penyebab penyakit, penyakit menjadi parah, bahkan kematian. Antimikroba adalah obat yang merupakan alat penting untuk memerangi penyakit pada manusia, hewan, dan tumbuhan, termasuk obat antibiotik, antivirus, antijamur, dan antiprotozoal.
Berbagai faktor, termasuk penggunaan obat yang berlebihan pada manusia, ternak, dan tanaman, serta akses yang buruk ke air bersih, sanitasi dan kebersihan, telah mempercepat ancaman resistensi antimikroba di seluruh dunia. Oleh karena obat antimikroba, khususnya antibiotika semakin kuat dan penggunaannya kian meluas, kekebalan atau resistensi bakteri terhadap obat antibiotika juga menjadi semakin kuat dan meluas, dan dapat menyebabkan terbentuknya bakteri yang tidak dapat diobati lagi, atau dikenal sebagai superbug.
Banyak orang berpikir, resistensi terutama disebabkan penggunaan obat antimikroba berlebihan.
Pada pertemuan Organisasi Tripartit (FAO, OIE, WHO) Mei 2020, ruang lingkup WAAW diperluas, mengubah fokusnya dari sekadar ”antibiotik” jadi ”antimikroba” yang cakupannya lebih luas dan inklusif. Memperluas cakupan kampanye ke semua jenis obat antimikroba akan memfasilitasi respons global yang lebih inklusif dan mendukung Pendekatan Kesehatan Tunggal (One Health Approach) yang multisektoral.
Banyak orang berpikir, resistensi terutama disebabkan penggunaan obat antimikroba berlebihan. Namun, sebenarnya faktor lingkungan justru dapat menyebabkan penyebaran resistensi lebih banyak daripada penggunaan antimikroba, terutama di negara berkembang dengan akses terbatas ke air bersih, sanitasi buruk, dan pengelolaan limbah yang belum sempurna.
Kondisi itu membuat orang sering kontak dengan tinja atau feses, yang dapat berisi jutaan gen dan bakteri yang telah resisten, termasuk bakteri super yang berpotensi tak dapat diobati. Air yang tercemar gen resisten, bakteri dan senyawa antimikroba dari kotoran manusia atau hewan dan limbah pembuatan obat antimikroba juga merupakan lingkungan ideal untuk muncul dan menyebarnya bakteri superbug.
Rencana aksi global
Penggunaan obat antimikroba pada manusia, hewan, dan tumbuhan harus diatur tegas untuk mengurangi resistensi. Juga penting meningkatkan kebersihan, menyediakan air dan sanitasi yang lebih aman, dan pengolahan air limbah yang lebih baik. Resistensi yang terus meningkat berpotensi menciptakan pandemi berikutnya setelah Covid-19. Untuk itu, telah disusun Rencana Aksi Global Pendekatan Kesehatan Tunggal oleh WHO, FAO dan OIE.
Terdapat lima tujuan Global Action Plan tentang resistensi. Pertama, meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistensi antimikroba dengan komunikasi, pendidikan dan pelatihan berulang. Kedua, memperkuat pengetahuan berbasis bukti melalui penelitian. Ketiga, mengurangi kejadian infeksi lewat perbaikan sanitasi, meningkatkan kebersihan dan tindakan pencegahan infeksi yang efektif.
Keempat, mengoptimalkan penggunaan obat antimikroba dalam kesehatan manusia dan hewan. Kelima, mengembangkan investasi berkelanjutan untuk pembuatan obat antimikroba baru, alat diagnostik, vaksin, dan intervensi lainnya.
Segenap dokter dan petugas RS punya tanggung jawab khusus menghindarkan pasien dari infeksi di rumah sakit (RS) akibat tindakan medis. Infeksi akibat tindakan medis, apalagi akibat bakteri superbug yang telah resisten terhadap antibiotika, merupakan salah satu penyebab utama kematian dan penderitaan pasien rawat inap RS di seluruh dunia. Momentum WAAW mengingatkan kita agar berpikir ulang sebelum menggunakan obat antimikroba, terutama antibiotika.
FX Wikan Indrarto, Dokter Spesialis Anak RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta.