Tahun 2021 Babak Baru Penanganan Pandemi
Saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Rabu, Presiden Jokowi menyatakan 2021 jadi babak baru penanganan Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo berharap tahun depan menjadi babak baru penanganan Covid-19 di Tanah Air. Vaksinasi sebagai titik tolak babak tersebut akan menjadi modal bangsa untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Direncanakan, awal Januari 2021 atau akhir Desember 2020 dimulainya vaksinasi Covid-19 secara nasional dan bertahap.
”Kita harapkan setelah vaskinasi dilakukan, pemulihan kesehatan dan rasa aman masyakat (yang terjadi) akan memacu kegiatan ekonomi masyarakat sehingga bisa bergerak dan kita harapkan bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya,” kata Presiden Jokowi pada pidato acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Wakil Presiden Ma’ruf Amin hadir mendampingi Presiden. Hadir pula di lokasi para menteri dan pimpinan lembaga negara. Sementara para gubernur di daerah tersambung secara virtual.
Baca juga : Jalan Panjang Pemulihan Ekonomi
Presiden Jokowi menegaskan bahwa pandemi belum berakhir. Namun, bangsa Indonesia akan segera melangkah pada pemulihan melalui vaksinasi. Vaksin yang diproduksi di luar negeri diharapkan sudah datang di akhir November atau awal Desember 2020.
Kita harapkan setelah vaskinasi dilakukan, pemulihan kesehatan dan rasa aman masyakat (yang terjadi) akan memicu kegiatan ekonomi masyarakat sehingga bisa bergerak dan kita harapkan bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
Namun, hal itu tidak berarti vaksinasi serta-merta bisa langsung diselenggarakan. Sesuai prosedur, vaksin harus melalui tahapan sains dan sejumlah kaidah untuk memperoleh sertifikat layak guna dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. ”Dan kita harapkan, kalau tidak di akhir 2020 atau di awal Januari 2021, vaksinasi bisa kita lakukan,” kata Presiden.
Di bidang perekonomian, Presiden Jokowi mengharapkan upaya pemulihan bisa dilakukan oleh pemerintah sejak awal tahun. Untuk itu, berbagai program pemerintah harus segera dilelang pada November dan Desember ini sehingga mulai awal tahun depan program sudah bisa berjalan.
Tahun 2020, tambah Presiden Jokowi, adalah tahun yang sangat sulit. Tahun depan pun, situasi juga tidak mudah karena perekonomian domestik dan global masih dihadapkan ketidakpastian. Untuk itu, kecepatan dan ketepatan harus menjadi karakter dalam setiap kebijakan pemerintah, baik di bidang kesehatan maupun di bidang ekonomi.
”Di saat perekonomian kita masih lesu, belanja pemerintah menjadi penggerak utama roda perekonomian kita. Oleh karena itu, APBN 2021 harus segera dimanfaatkan, harus segera dibelanjakan untuk menggerakkan ekonomi kita,” tutur Presiden.
Fokus APBN 2021
APBN 2021 sebagaimana penjelasan Presiden Jokowi, fokus pada empat hal. Pertama adalah penanganan kesehatan, terutama pada vaksinasi. Kedua, perlindungan sosial untuk keluarga miskin dan rentan miskin. Ketiga, program pemulihan ekonomi, terutama dukungan terhadap UMKM dan dunia usaha. Keempat, pembangun fondasi yang lebih kuat melalui reformasi struktural di bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan lain sebagainya.
APBN 2021 mengalokasikan belanja pemerintah Rp 2.750 triliun atau tumbuh 0,4 persen dibandingkan APBN 2020. Alokasi ini terdiri atas belanja 87 kementerian dan lembaga negara senilai Rp 1.032 triliun dan TKDD senilai Rp 795,5 triliun. Dari alokasi tersebut, anggaran kesehatan Rp 169 triliun, anggaran pendidikan Rp 550 triliun, anggaran infrastruktur Rp 417,4 triliun, anggaran perlindungan sosial Rp 408,8 triliun, anggaran ketahanan pangan Rp 99 triliun, dan anggaran teknologi informasi dan komunikasi Rp 26 triliun.
”Oleh sebab itu, saya minta seluruh menteri, kepala lembaga, kepala daerah, terutama yang punya anggaran-anggaran besar, lakukan lelang sedini mungkin, Desember ini, agar bisa menggerakkan ekonomi di kuartal I-2021. Artinya, Januari sudah ada pergerakan karena lelang sudah dilakukan setelah DIPA ini nanti diserahkan,” kata Presiden Jokowi lagi.
Secara khusus, Presiden menyinggung program perlindungan sosial. Program tersebut diharapkan sudah disalurkan kepada masyarakat sasaran di awal 2021. Dengan demikian, konsumsi masyarakat meningkat sehingga menggerakkan ekonomi di lapisan bawah.
Dalam merealisasikan program, Presiden berpesan agar menteri, pimpinan lembaga, dan kepala daerah bekerja lebih cepat, melakukan reformasi anggaran, fleksibel, dan mempertanggungjawabkan setiap rupiah untuk kepentingan masyarakat. Hal ini untuk menjamin program stimulus benar-benar bisa berdampak dan memberikan daya ungkit pada pertumbuhan ekonomi.
Penyusunan APBN 2021 dilakukan dalam situasi sangat menantang akibat Covid-19 yang menyebabkan guncangan sangat hebat, mobilitas manusia terhenti, perdagangan global merosot, sektor keuangan global bergejolak, harga komoditas menurun tajam, dan ekonomi global masuk jurang resesi.
”Penyusunan APBN 2021 dilakukan dalam situasi sangat menantang akibat Covid-19 yang menyebabkan guncangan sangat hebat, mobilitas manusia terhenti, perdagangan global merosot, sektor keuangan global bergejolak, harga komoditas menurun tajam, dan ekonomi global masuk jurang resesi,” kata Presiden.
DIPA dukung penanganan Covid-19
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan, pembahasan APBN 2021 oleh pemerintah dan DPR dilaksanakan melalui rapat virtual dengan tetap menjaga transparansi, mekanisme cek dan keseimbangan, serta proses legislasi yang baik. Sejalan dengan itu, proses penyerahan DIPA untuk kementerian dan lembaga serta Daftar Alokasi TKDD APBN 2021 yang dilaksanakan di akhir November diharapkan dapat mendukung penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi serta berbagai priroitas pembangunan strategis.
”Penyusunan APBN 2021 dilakukan dalam situasi sangat menantang akibat Covid-19 yang menyebabkan guncangan sangat hebat, mobilitas manusia terhenti, perdagangan global merosot, sektor keuangan global bergejolak, harga komoditas menurun tajam, dan ekonomi global masuk jurang resesi,” kata Sri Mulyani.
Dalam menghadapi krisis akibat pandemi, Sri Mulyani melanjutkan, keuangan negara menjadi instrumen utama dan sangat penting melalui program perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi. Efektivitasnya sangat bergantung pada ketepatan sasaran, ketepatan waktu, dan ketepatan kualitas dari pelaksanannya. Koordinasi dan kolaborasi antara kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah menjadi sangat penting dan menentukan.
Untuk tahun ini, sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020, APBN 2020 diperkirakan mengalami defisit 6,34 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 1.039 triliun. Defisit yang sangat besar ini diharapkan mampu menjadi kekuatan kontra siklus dari pelemahan ekonomi sehingga kontraksi ekonomi bisa diminimalisasi pada kisaran -1,7 persen sampai -0,6 persen.
Pada triwulan III-2020, menurut Sri Mulyani, realisasi belanja pemerintah tumbuh 9,8 persen, meningkat dari -6,9 persen di triwulan II-2020. Akselerasi tersebut mampu mendorong kembali pertumbuhan ekonomi yang terpukul berat oleh Covid-19 pada triwulan II-2020. Momentum perbaikan ini perlu terus dijaga sebagai modal pemulihan ekonomi pada 2021.
Untuk 2021, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada tingkat 5 persen. Meskipun proyeksi perekonomian domestik membaik, pemerintah terus waspada karena risiko ketikdakpastian masih tinggi. ”Keberhasilan dalam mengendalikan pandemi akan menjadi faktor penting dalam menentukan akselerasi pemulihan ekonomi di 2021,” kata Sri Mulyani.
Penyusunan APBN 2021 dilakukan dalam situasi sangat menantang akibat Covid-19 yang menyebabkan guncangan sangat hebat, mobilitas manusia terhenti, perdagangan global merosot, sektor keuangan global bergejolak, harga komoditas menurun tajam, dan ekonomi global masuk jurang resesi.
Sebagai instrumen penting, Sri Mulyani menambahkan, APBN harus dijaga agar tetap berkelanjutan, sehat, dan kredibel. Untuk itu, defisit harus diturunkan secara bertahap tanpa mengurangi daya untuk memulihkan ekonomi. Bahkan sebaliknya, keuangan negara harus mempercepat pemulihan ekonomi.
Baca juga : Catatan untuk Pemulihan Ekonomi
Defisit APBN 2021 sebesar 5,7 persen dari PDB atau Rp 1.006,4 triliun, lebih rendah dari defisit APBN 2020. Hal ini, menurut Sri Mulyani, menggambarkan arah konsolidasi fiskal secara terukur dan bertahap walau tetap ekspansif.
Sri Mulyani juga mengingatkan bahwa disiplin fiskal dan efektivitas APBN sangat penting untuk mengembalikan kesehatan APBN. Ini hanya bisa diwujudkan dengan komitmen dan tanggung jawab semua kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah sebagai pengguna anggaran untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat serta mendorong dan memulihkan pertumbuhan ekonomi.
”Dalam upaya pemulihan ekonomi akibat Covid-19, selain peran penting APBN, dukungan kebijakan moneter, kebijakan, dan regulasi sektor keuangan, kebijakan investasi, kebijakan perdagangan, dan kebijakan pemda sangat penting. Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan reformasi ekosistem logisitik nasional diharapkan dapat mendorong investasi, membuka kesempatan kerja, dan meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia,” kata Sri Mulyani menambahkan.