Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan akan menunggu pengumuman resmi Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada Rabu (25/11/2020) dini hari.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan masih menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang diduga terkait ekspor benih lobster. Selain Edhy, KPK juga menangkap sejumlah staf kementerian pada Rabu (25/11/2020) dini hari.
Inspektur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Yusuf mengemukakan, pihaknya akan menunggu penyampaian pengumuman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Hati saya hancur, sedih, kecewa, kesal, marah, dan prihatin bercampur aduk.... the tears drop from my eyes, I am very sad (air mata saya menetes, saya sangat sedih),” ujarnya, dalam pesan singkat, Rabu (25/11/2020).
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dari Fraksi Partai Golongan Karya mengemukakan, pihaknya masih menunggu pengumuman resmi oleh KPK dan berharap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bisa melewati masa-masa sulit tersebut.
”Kami berharap Pak Edhy bisa melewati masa-masa sulit dan melewati berbagai hal yang dituduhkan (KPK). Sebagai mitra, kami berdoa semoga tidak ada (terjadi) apa-apa,” katanya.
Kasus ekspor benih lobster mencuat sejak Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membuka izin ekspor benih bening lobster. Sejumlah indikasi pelanggaran ditemukan, mulai dari pemenuhan persyaratan izin ekspor hingga ketentuan pengiriman benih ke luar negeri.
Dari data KKP, hingga awal Agustus 2020 sudah ada 42 perusahaan memperoleh rekomendasi ekspor benih bening lobster. Sementara itu, data Perkumpulan Budidaya dan Nelayan Lobster Indonesia menyebutkan, jumlah benih lobster yang diekspor saat ini sudah mencapai 37 juta benih. Tujuan ekspor benih lobster adalah Vietnam.
Pada 14 September 2020, jutaan benih lobster yang akan diekspor ke Vietnam ditahan aparat Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, karena terindikasi melanggar ketentuan ekspor. Sebanyak 14 eksportir benih lobster diduga melakukan pemalsuan data. Dokumen yang tertera memuat 1,5 juta ekor, tetapi sebenarnya 2,7 juta ekor.
Komisi IV DPR telah meminta pemerintah mencabut izin ekspor 14 perusahaan eksportir benih bening lobster karena diduga menyalahgunakan izin dengan memanipulasi dokumen dan melanggar ketentuan perundang-undangan.
Hentikan ekspor
Dedi menambahkan, ia sejak awal telah menyatakan penolakan kebijakan ekspor benih bening lobster. Ada dua persoalan mendasar. Pertama, lobster merupakan bagian dari ekosistem laut yang memengaruhi rantai makanan dan siklus perkembangan ekosistem laut. Oleh karena itu, benih lobster seharusnya tidak dieksploitasi besar-besaran.
”Benih itu anak, harusnya disayang, bukan dieksploitasi. Kalau sampai anaknya dijual, itu cermin kemiskinan yang sangat tinggi, sedangkan potensi ikan laut kita masih terbuka,” katanya.
Kedua, ekspor benih lobster ditujukan ke Vietnam yang selama ini jauh lebih maju dari Indonesia dalam hal teknologi pembesaran lobster. Vietnam merupakan kompetitor dalam perdagangan lobster. Namun, Indonesia justru memasok benih lobster asal Indonesia ke Vietnam.
”Kompetitor punya teknologi, benihnya malah kita kirim. Kalau lawan dikasih, sudah pasti kita kalah,” katanya.