Dunia Desak Kekerasan terhadap Perempuan Harus Dihentikan
›
Dunia Desak Kekerasan terhadap...
Iklan
Dunia Desak Kekerasan terhadap Perempuan Harus Dihentikan
Pada masa pendemi Covid-19, kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dilaporkan meningkat. Hal itu meliputi antara lain perundungan di dunia siber, pernikahan anak, serta pelecehan dan kekerasan seksual.
Oleh
Benny D. Koestanto
·3 menit baca
ISTANBUL, RABU — Kaum perempuan di seluruh dunia memperingati Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Rabu (25/11/2020). Peringatan itu ditandai dengan seruan agar kekerasan domestik terhadap kaum perempuan dihentikan. Peringatan itu makin mendesak karena selama pandemi Covid-19 jumlah kekerasan terhadap kaum perempuan–baik di kalangan ibu maupun anak perempuan–di seluruh dunia dilaporkan justru meningkat.
Dalam laporannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa semua jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, telah meningkat. Lonjakan kekerasan terjadi hingga lima kali lipat. Tak hanya di rumah, kekerasan domestik terhadap perempuan juga terjadi di tempat-tempat penampungan pengungsi.
”Kekerasan pria terhadap perempuan juga merupakan pandemi, sesuatu yang terjadi sebelum musim penularan Covid-19 dan akan bertahan lebih lama darinya. Hal itu juga membutuhkan tanggapan global kita secara terkoordinasi dan dengan protokol yang dapat ditegakkan. Hal itu memengaruhi populasi besar dari segala usia,” kata Direktur Eksekutif untuk Lembaga Urusan Perempuan PBB Phumzile Mlambo-Ngcuka dalam sebuah pernyataan.
Mlambo-Ngcuka mengungkapkan, sepanjang tahun lalu, sekitar 243 juta perempuan dan anak perempuan mengalami kekerasan seksual atau fisik dari pasangannya. Tahun ini pihaknya mendapatkan laporan adanya peningkatan kekerasan dalam rumah tangga, seperti perundungan di dunia siber, pernikahan anak, serta pelecehan dan kekerasan seksual.
Peringatan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dirayakan secara meriah di Instanbul, Turki. Ratusan warga berkumpul dalam seruan untuk menghentikan kekerasan dalam rumah tangga.
”Hukum tidak melindungi perempuan sebagaimana mestinya. Kami berkumpul di sini agar suara kami didengar. Ada femisida atau pembunuhan terhadap kaum perempuan yang terjadi hampir setiap hari di negara ini tetapi orang-orang yang melakukan kejahatan bebas melenggang,” kata salah satu perempuan peserta aksi.
Peringatan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dirayakan secara meriah di Instanbul, Turki. Ratusan warga berkumpul dalam seruan untuk menghentikan kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan.
Di Italia, pengunjuk rasa berkumpul di luar kompleks parlemen di Roma. Mereka membawa spanduk bertuliskan ”Jika mereka menyentuh salah satu (dari kami), mereka menyentuh semuanya” dan ”perempuan bukan mainan”. Italia adalah salah satu negara yang menerapkan kebijakan pembatasan sosial secara ketat saat pandemi Covid-19 merebak pada Maret dan Mei. Bulan lalu, Italia kembali memberlakukan kebijakan pembatasan untuk menahan laju penularan Covid-19.
Kajian yang dilakukan oleh Institut Riset Ekonomi dan Sosial Italia menyebutkan, karantina menciptakan kondisi yang memicu terjadinya peningkatan pembunuhan terhadap kaum perempuan oleh anggota keluarga yang tinggal satu rumah. ”Kami telah menyaksikan peningkatan kekerasan dalam rumah tangga selama pembatasan,” kata salah satu pengunjuk rasa, Serena Freddi. ”Ini menunjukkan rumah masih menjadi tempat konflik dan sumber kekerasan bagi perempuan.”
Spanyol mengadakan acara hening selama satu menit sebagai kenangan bagi kaum perempuan korban-korban pembunuhan. Adapun di Portugal, observatorium OMA, yang memantau femisida, mengatakan, sejauh ini pada tahun 2020 sebanyak 30 perempuan di negara itu menjadi korban pembunuhan. Dari jumlah itu, setengahnya adalah korban kekerasan dalam rumah tangga.
Menteri Dalam Negeri Spanyol Eduardo Cabrita mengatakan, ada penurunan sekitar 6 persen dalam jumlah pengaduan tentang kekerasan dalam sepuluh bulan pertama tahun 2020 dibandingkan tahun lalu. Meskipun demikian, ia mengatakan, hal itu menjadi tanda yang mengkhawatirkan.
Ada kemungkinan bahwa perempuan berjuang untuk mengakses bantuan selama kebijakan pembatasan diterapkan. Pemerintah Spanyol meluncurkan kampanye video berjudul #ISurvived, yang memperingatkan tantangan yang ditimbulkan selama pandemi Covid-19 dan berharap untuk menyebarkan berita berisi dukungan yang tersedia bagi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Di Jerman, Kanselir Angela Merkel mengatakan dalam podcast mingguannya, ”Saat ini, secara statistik, setiap 45 menit seorang perempuan di negara kita diserang oleh pasangannya atau mantannya. Ini adalah fakta yang kejam.” Ia mengatakan bahwa setiap kasus kekerasan mengandung kisah yang mengerikan. ”Kita tidak pernah boleh berpaling jika anak perempuan atau perempuan diancam dengan kekerasan atau mendapatkan serangan tertentu,” kata Merkel. (REUTERS)