Evaluasi Kebijakan Ekspor Benih Lobster
Selain penangkapan sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, ada sejumlah kejanggalan terkait ekspor benih lobster. Kebijakan itu mendesak untuk dievaluasi.
JAKARTA, KOMPAS — Evaluasi kebijakan ekspor benih lobster dinilai mendesak menyusul penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan suap ekspor benih lobster. Ombudsman RI menengarai ada kejanggalan dalam prosedur ekspor benih lobster.
Selain Edhy, KPK juga menangkap sejumlah staf kementerian, Rabu (25/11/2020) dini hari. Polemik terkait ekspor benih lobster mencuat sejak izin ekspor dibuka melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara RI.
Mengacu peraturan itu, pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) dari wilayah RI mensyaratkan, antara lain, penetapan kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster sesuai hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan setiap tahun. Syarat lain, eksportir telah membudidayakan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat berdasarkan rekomendasi pemerintah. Selain itu, benih diperoleh dari nelayan kecil yang terdaftar.
Ombudsman RI menengarai kebijakan ekspor benih lobster tidak punya kontribusi positif terhadap upaya pengembangan budidaya lobster di Tanah Air. Selain itu, ada indikasi monopoli kargo ekspor benih. Ombudsman RI tengah menelusuri dokumen ekspor, menggelar pertemuan daring dengan beberapa pihak, termasuk pengusaha dan nelayan.
Penelusuran yang dilakukan Ombudsman RI sejak Agustus 2020 menemukan indikasi awal sejumlah persoalan terkait kebijakan ekspor benih lobster, mulai dari pemenuhan syarat ekspor hingga pengiriman benih, di antaranya dugaan monopoli kargo ekspor benih lobster oleh satu perusahaan, yakni ACK. Pihaknya sedang menelusuri izin kargo tersebut dan akan mengonfirmasi dengan pihak kementerian.
”Ada kendala di kargo. Tampaknya cenderung monopoli,” kata Komisioner Ombudsman, Alamsyah Saragih, Rabu (25/11/2020).
Alamsyah mengemukakan, dari hasil penelusuran sementara ditemukan tiga kejanggalan terkait penunjukan perusahaan kargo pengiriman benih lobster. ACK bukan perusahaan yang terdaftar sebagai operator penerbangan kargo, tidak punya pesawat sendiri, dan bukan terdaftar sebagai anggota Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia.
”Kemungkinan (ACK) perusahaan baru yang menyewa pesawat dari operator yang terdaftar. Kami belum menemukan bukti penunjukan sesuai prosedur. Nanti akan dikonfirmasi kembali, termasuk adanya relasi dengan orang-orang yang memiliki pengaruh di kementerian,” kata Alamsyah.
Baca juga: Kontroversi Ekspor Benih Lobster sejak Awal
Ia menambahkan, ada lima relasi yang dipantau dalam penelusuran Ombudsman, yakni interaksi eksportir dengan nelayan, usaha pembesaran budidaya lobster, administrasi perizinan kelompok, rekomendasi dan persetujuan ekspor benih, serta kendala dari pengusaha yang berinteraksi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pengumpulan data terus dilakukan dan akan dikonfirmasi ke kementerian. ”Ada kendala di kargo. Tampaknya cenderung monopoli,” katanya.
Di sisi lain, pembukaan ekspor benih lobster menghambat upaya pengembangan budidaya lobster di Tanah Air. Ada indikasi pelaku usaha cenderung berburu benih untuk dikirim ke Vietnam dengan standar harga ekspor. Hal itu berdampak pada kesulitan pembudidaya di dalam negeri untuk menjangkau harga benih dan mengembangkan usaha budidaya pembesaran benih. Ekspor benih yang diharapkan mendorong pembesaran lobster di dalam negeri hanya formalitas karena (pelaku) cenderung melakukan ekspor benih.
”Informasi awal sudah didapat dan problem sudah diketahui. Nanti setelah tim selesai dengan pengumpulan data dan informasi akan kami konfirmasi agar menjadi fakta untuk tindakan koreksi,” kata Alamsyah.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, eksportir benih lobster dikenai tarif ekspor benih oleh perusahaan kargo Rp 1.800 per ekor atau jauh melebihi tarif yang ditawarkan perusahaan kargo lain berkisar Rp 160-Rp 250 per kg.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perkumpulan Budidaya dan Nelayan Lobster Indonesia Kris Budiharjo, tarif yang dikenakan perusahaan kargo yang ditunjuk tidak masuk akal dan memberatkan. Di sisi lain, eksportir juga masih dibebani biaya surat keterangan asal barang sekitar Rp 200 per ekor. Jumlah benih lobster yang diekspor saat ini diprediksi 37 juta-40 juta ekor benih. Tujuan ekspor benih lobster adalah Vietnam.
Baca juga: Benih Lobster Diekspor, Nasib Budidaya Tak Menentu
Sementara itu, KKP masih menunggu pengumuman resmi dari KPK terkait penangkapan Menteri KKP Edhy Prabowo dan beberapa pejabat.
Inspektur Jenderal KKP Muhammad Yusuf mengemukakan, pihaknya akan menunggu pengumuman oleh KPK. ”Hati saya hancur, sedih, kecewa, kesal, marah, dan prihatin bercampur aduk... the tears drop from my eyes, I am very sad (air mata saya menetes, saya sangat sedih),” ujarnya dalam pesan singkat.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi, dari Fraksi Partai Golongan Karya, mengemukakan, pihaknya masih menunggu pengumuman resmi KPK dan berharap Menteri KKP Edhy Prabowo bisa melewati masa-masa sulit tersebut.
”Kami berharap Pak Edhy bisa melewati masa-masa sulit dan melewati berbagai hal yang dituduhkan (KPK). Sebagai mitra, kami berdoa semoga tidak ada (terjadi) apa-apa,” katanya.
Hentikan ekspor
Dedi mengemukakan, pihaknya secara pribadi menolak kebijakan ekspor benih bening lobster. Ada dua persoalan mendasar. Pertama, lobster merupakan ekosistem laut yang memengaruhi rantai makanan dan siklus perkembangan ekosistem laut. Oleh karena itu, benih lobster seharusnya tidak dieksploitasi besar-besaran.
Kedua, ekspor benih lobster ditujukan ke Vietnam yang selama ini jauh lebih maju dari Indonesia dalam hal teknologi pembesaran lobster. Vietnam merupakan kompetitor dalam perdagangan lobster. Namun, Indonesia justru memasok benih lobster asal Indonesia ke Vietnam. ”Kompetitor punya teknologi, benihnya malah kita kirim kesana. Kalau lawan dikasih, sudah pasti kita kalah,” katanya.
Berdasarkan data KKP, hingga awal Agustus 2020 sudah ada 42 perusahaan memperoleh rekomendasi ekspor benih bening lobster. Selama enam bulan kebijakan berlangsung, sejumlah indikasi pelanggaran ditemukan, mulai dari pemenuhan persyaratan izin ekspor hingga ketentuan pengiriman benih ke luar negeri.
Pada 14 September 2020, jutaan benih lobster yang akan diekspor ke Vietnam ditahan aparat bea dan cukai di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, karena terindikasi melanggar ketentuan ekspor. Sebanyak 14 eksportir benih lobster diduga melakukan pemalsuan data. Dokumen yang tertera memuat 1,5 juta ekor, tetapi sebenarnya 2,7 juta ekor.
Koordinator Tim Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengemukakan, Permen KP Nomor 12/2020 terkait ekspor benih lobster sudah terbit. Konsep ekspor benih lobster dinilai sudah tepat mengingat saat kebijakan ekspor benih dilarang justru muncul penyelundupan dan menguntungkan oknum tertentu. Akibatnya, negara tidak memperoleh pendapatan apa pun.
Namun, jika dalam implementasinya menyimpang, sebaiknya ekspor dihentikan sementara untuk dievaluasi. Ia menilai, ada tiga distorsi dalam pelaksanaannya, yaitu terkait masalah kargo. Penetapan tarif kargo ekspor hingga Rp 1.800 per ekor memberatkan. Sementara banyak perusahaan kargo lain dengan tarif jauh lebih rendah, yakni hingga Rp 200 per ekor.
Kedua, pembelian benih menjadi brutal karena tidak ada instrumen harga dasar benih lobster. Harga benih lobster pasir Rp 11.000 per ekor di mana yang lebih diuntungkan adalah oknum dan pengepul. Ketiga, berlangsung permainan pasar oleh Vietnam yang menekan harga jual benih lobster. Hal itu membebani pengusaha.
Baca juga: Ekspor Benih Lobster Dinilai Tidak Transparan
Ia menambahkan, kebijakan ekspor benih hanya sementara, yakni hingga kapasitas pembudidaya lobster meningkat dan ekspor benih bisa dihentikan. Pemerintah harus berperan melindungi harga benih dalam negeri dengan mendorong komitmen penjualan benih di dalam negeri sesuai dengan kemampuan pembudidaya dan bukan mengacu harga ekspor. Selain itu, terjadi kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Vietnam
”Ekspor benih sebaiknya ditahan dulu dan dievaluasi. Kita kontemplasi, konsep awalnya bagus, tetapi ada distorsi dalam pelaksanaannya,” katanya.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, eksportir benih lobster dikenai tarif ekspor benih oleh perusahaan kargo Rp 1.800 per ekor atau jauh melebihi tarif yang ditawarkan perusahaan kargo lain berkisar Rp 160-Rp 250 per kg.