Pandemi Covid-19 membuat dunia menghadapi kondisi yang tak pasti. RI berupaya menyeimbangkan penanganan kesehatan dan ekonomi.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun ini adalah tahun yang sulit akibat pandemi Covid-19. Tahun depan juga tidak mudah. Sebab, perekonomian domestik dan global masih menghadapi ketidakpastian.
Oleh karena itu, kecepatan dan ketepatan harus menjadi karakter dalam setiap kebijakan pemerintah, baik di bidang kesehatan maupun ekonomi.
”Pada saat perekonomian kita masih lesu, belanja pemerintah menjadi penggerak utama roda perekonomian kita. Oleh karena itu, APBN 2021 harus segera dimanfaatkan, harus segera dibelanjakan untuk menggerakkan ekonomi kita,” kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Presiden menyampaikan harapannya atas babak baru penanganan Covid-19 di Tanah Air pada 2021. Vaksinasi, sebagai titik tolak babak tersebut, akan menjadi modal mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Menurut rencana, vaksinasi secara bertahap dimulai pada awal Januari 2021 atau akhir Desember 2020.
Upaya pemulihan ekonomi diharapkan bisa dilakukan pemerintah sejak awal tahun depan. Untuk itu, tambah Presiden, berbagai program pemerintah harus segera dilelang pada November dan Desember 2020 sehingga mulai awal 2021 sudah bisa berjalan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, keuangan negara menjadi instrumen utama dan sangat penting di masa krisis akibat pandemi Covid-19 melalui program perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi. Efektivitasnya sangat bergantung pada ketepatan sasaran, ketepatan waktu, dan ketepatan kualitas dari pelaksanaannya.
Keuangan negara menjadi instrumen utama dan sangat penting di masa krisis akibat pandemi Covid-19 melalui program perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi.
Saat berdialog dengan para pemimpin perusahaan global dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) Special Virtual on Indonesia dari Istana Kepresidenan Bogor, Rabu, Presiden Joko Widodo menyatakan, Pemerintah Indonesia berusaha menyeimbangkan penanganan sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi. Namun, kesehatan selalu jadi acuan utama.
Realisasi anggaran
Sementara itu, ada kekhawatiran anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun ini tidak seluruhnya terealisasi.
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional Rp 408,61 triliun per 18 November 2020 atau 58,7 persen dari pagu Rp 695,2 triliun.
”Kalau stimulus anggaran tahun ini bisa terealisasi 100 persen, kredit bisa tumbuh lebih tinggi karena daya beli masyarakat juga lebih tinggi,” kata Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani dalam webinar Proyeksi Ekonomi 2021 secara dalam jaringan, Rabu (25/11/2020).
Pada 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan kredit 3-4 persen secara tahunan. Daya beli masyarakat yang tecermin dalam pertumbuhan konsumsi rumah tangga diproyeksikan pemerintah masih tumbuh minus 2,1 persen hingga minus 1 persen.
Aviliani mengatakan, anggaran perlindungan sosial sebaiknya tidak dikurangi untuk menggulirkan daya beli dan meningkatkan permintaan kredit pada 2021. Setidaknya, alokasi anggaran tahun depan sama dengan tahun ini. Dalam UU APBN 2021, alokasi anggaran perlindungan sosial Rp 110,2 triliun atau lebih rendah dari tahun 2020 yang sebesar Rp 203,9 triliun.
”Anggaran perlindungan sosial jangan diturunkan menjadi Rp 100 triliun, tetapi tetap Rp 200 triliun untuk menggulirkan daya beli yang imbasnya ke permintaan kredit,” kata Aviliani.
Sri Mulyani mengatakan, postur APBN 2021 didesain fleksibel terhadap perubahan. Pada kondisi tertentu, anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, termasuk program perlindungan sosial, ditambah.
Namun, stimulus anggaran tetap tidak mampu mengompensasi keseluruhan penurunan daya beli.
Pada kondisi tertentu, anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, termasuk program perlindungan sosial, ditambah.
Pemerintah menyusun skema dan payung hukum agar sisa anggaran penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional 2020 dapat dialihkan ke 2021. Pada 2021, alokasinya Rp 356,5 triliun.
Sektor riil
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan, pertumbuhan kredit masih terkontraksi. Penyebabnya, permintaan masyarakat dan sektor riil belum pulih.
Tantangan perbankan dalam jangka pendek adalah memulihkan sektor riil dan memperkuat konsolidasi bisnis. Pemulihan sektor riil melalui restrukturisasi kredit yang realisasinya per 2 November 2020 sebesar Rp 934,8 triliun untuk 7,55 juta debitor.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso menambahkan, restrukturisasi kredit tidak diperhitungkan dalam risiko kredit macet (NPL). Namun, perbankan mulai menghitungnya dalam risiko kredit untuk mengantisipasi dampak pascarestrukturisasi berakhir.