Perjalanan ke Singapura yang sebelumnya mudah kini di masa pandemi menjadi panjang prosesnya, banyak syaratnya, dan harus disiplin beraktivitas.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·5 menit baca
Dag-dig-dug enggak karuan rasanya menanti hasil tes reaksi rantai polimerase atau PCR untuk memastikan status positif atau negatif Covid-19. Selama delapan bulan pandemi ini, pertama kali saya menjalani tes PCR. Rasa tidak nyaman saat diambil sampel kalah oleh rasa waswas menanti hasil tes itu.
Tiga hari setelah tes PCR, hasil yang dinanti pun keluar: negatif Covid-19. Sungguh melegakan. Hasil itu menjadi salah satu syarat warga negara Indonesia untuk bepergian ke Singapura melalui mekanisme reciprocal green lane (RGL) atau travel corridor arrangement (TCA). Saya pun boleh terbang ke Singapura, Senin (23/11/2020).
RGL adalah mekanisme yang disepakati Indonesia dengan Singapura untuk memfasilitasi perjalanan dinas atau bisnis antarkedua negara, yang mulai dibuka pada 26 Oktober 2020. RGL tidak untuk kunjungan wisata.
Sebelum pandemi, bepergian ke Singapura begitu mudah. Hanya dengan memiliki paspor dan membeli tiket pesawat atau kapal ke Singapura, WNI bisa langsung pergi.
Akan tetapi, di masa pandemi Covid-19, kedua negara tidak menerima kunjungan wisata kecuali untuk keperluan dinas atau bisnis dan kunjungan jangka pendek (hingga 10 hari) melalui RGL.
Kunjungan bisnis atau dinas melalui RGL ke Singapura juga tidak bisa dilakukan begitu saja. Harus ada sponsor di Singapura yang akan menjamin pihak yang akan berkunjung, termasuk mengajukan Safe Travel Pass-RGL 2-5 minggu sebelum kedatangan dan akan diproses sekitar tujuh hari.
Kali ini, Singapore Tourism Board menjadi sponsor kunjungan Kompas bersama sejumlah perwakilan agen perjalanan wisata dan industri pertemuan, insentif, konvensi/konferensi, dan pameran (MICE). Kami mengikuti pameran dagang Travel Revive di Sands Expo Convention Centre, Singapura.
Setelah hasil tes PCR negatif di Tanah Air itu didapat, kita perlu menginformasikan riwayat kesehatan dan perjalanan melalui kartu kedatangan (SG Arrival Card), mendaftar, dan membayar tes PCR di bandara atau pelabuhan kedatangan.
Setibanya di Bandara Internasional Changi, tes PCR kedua dalam 72 jam pun dijalani sebelum pemeriksaan imigrasi. Hasil tes PCR ini akan diberi tahu melalui surat elektronik (surel/e-mail) yang didaftarkan dalam waktu 48 jam. Selama menunggu tidak diperbolehkan bepergian, harus menjalani karantina mandiri di hotel/penginapan. Makan pun diantar ke kamar.
Tes PCR sebelum keberangkatan dan saat kedatangan tidak hanya formalitas, tetapi benar-benar jadi penapisan awal agar warga asing yang berkunjung ke Singapura tidak dalam kondisi positif Covid-19.
Ketika salah seorang pelaku usaha MICE dari Batam yang merupakan bagian dari grup kami diketahui positif, ia langsung dibawa ke rumah sakit untuk menjalani isolasi. Karena menjadi kontak erat, orang yang bepergian bersama orang tersebut pun harus menjalani karantina mandiri.
Sebelum meninggalkan Changi, para pelancong dari Indonesia harus mengambil token Trace Together yang di luarnya terdapat kode QR. Setiap kali masuk atau keluar suatu tempat, kode QR ini harus dipindai untuk menandakan bahwa kita pernah berada di tempat itu.
Token itu akan sangat berguna ketika ada pelancong yang diketahui positif Covid-19, misalnya. Pemerintah Singapura akan mendapat informasi mobilitas orang tersebut selama di Singapura sehingga orang lain yang kebetulan berada di tempat yang sama, di hari yang sama, waktu yang sama dengan orang itu berpotensi menjadi kontak erat.
Sementara umumnya warga Singapura memakai aplikasi Safe Entry yang sudah diunduh di telepon genggam. Aplikasi ini dipakai untuk memindai kode QR ketika masuk dan keluar dari tempat yang mereka datangi.
Meski disebutkan bahwa kami harus menunggu hasil tes PCR ketika di Changi selama 48 jam, di hotel ternyata otoritas Singapura bisa membuat hasilnya keluar kurang dari 10 jam.
Tes Covid-19 di Changi itu bukanlah yang terakhir. Walaupun hasilnya negatif, kami tetap harus menjalani tes antigen setiap hari sebelum memasuki lokasi pameran. Prosesnya, kami harus memindai kode QR untuk memasukkan data pribadi untuk mendaftar daring tes antigen.
Hasil tes kemudian dikirim melalui pesan singkat (SMS) ke telepon genggam 15-20 menit setelah tes. Sepanjang hasil tes negatif belum keluar, peserta pameran belum diperbolehkan masuk ke ruang pameran. Mereka ditempatkan di ruang tunggu khusus.
Selama di lokasi pameran, peserta juga diberi token tambahan untuk kepentingan analisis pergerakan dan risiko kerumunan peserta selama acara. Ke mana pun peserta pergi harus selalu memakai masker, hanya boleh bepergian dalam kelompok kecil maksimal lima orang sambil tetap menjaga jarak minimal 1 meter.
Ada social distancing ambassador atau social distancing officer yang bakal menegur bahkan menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang melanggar jaga jarak sosial.
Seandainya didapati seseorang positif Covid-19 berdasarkan hasil tes PCR atau antigen, protokol Covid-19 diaktifkan. Orang itu akan dibawa ke rumah sakit dan menjalani isolasi. Anggota kelompok kecil lainnya pun akan dibawa untuk diperiksa dan menjalani karantina mandiri.
Setiap kali bepergian ke Singapura, godaan berbelanja hampir selalu muncul. Apalagi menjelang Natal dan libur Tahun Baru di mana biasanya diskon besar-besaran digelar.
Akan tetapi, kunjungan dinas atau bisnis melalui RGL tidak memungkinkan kami untuk beraktivitas keluar dari jadwal kunjungan terkontrol yang sudah diajukan dan disepakati oleh otoritas Singapura. Jadi, praktis kunjungan kali ini hanya berputar dari hotel, lokasi pameran, tempat makan, dan tempat lain yang memang sudah dijadwalkan.
Bahkan, menerima tamu di hotel atau sekadar membeli cemilan ke toko terdekat pun tidak bisa. Ini untuk mengurangi kontak turis dengan warga Singapura. Ini bisa dipahami mengingat saat kami berkunjung Singapura melaporkan nol kasus penularan Covid-19 lokal. Semua kasus Covid-19 baru adalah kasus impor.
Perjalanan ke Singapura yang sebelum pandemi begitu mudah, kini selama pandemi menjadi lebih panjang prosesnya, syaratnya banyak, sangat terjadwal. Terasa agak kaku atau bahkan ribet memang.
Akan tetapi, menurut Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Chan Chun Sing, pendekatan manajemen risiko yang didukung oleh pemanfaatan teknologi inilah yang diambil Singapura untuk kembali membangkitkan sektor ekonominya dengan aman.
Sesuai jadwal perjalanan terkontrol, kami pulang ke Tanah Air, Jumat (27/11/2020). Salah satu syaratnya ialah PCR tes negatif yang dilakukan di negara keberangkatan. Meskipun terasa tidak nyaman saat diambil sampel, kami pun harus menjalaninya sambil tetap memakai masker, menjaga jarak, dan tidak berkumpul lebih dari lima orang.