Kekerasan anak di Kalimantan Tengah terus terjadi. Di Periode Januari hingga Juli 2020 saja sudah terdapat 41 kasus. Pemerintah perlu membangun fasilitas juga sarana edukasi untuk menekan angka kekerasan anak.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Kasus kekerasan terhadap anak di Kalimantan Tengah terus terjadi. Dalam sehari polisi menangkap dua tersangka kekerasan terhadap anak. Salah satunya terjadi di Barito Selatan di mana seorang ayah diduga menganiaya anak tirinya hingga tewas lantaran menangis.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Hendra Rochmawan menjelaskan, pihaknya meringkus PR (21) atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan anak tirinya yang berusia tujuh tahun meninggal dunia pada Jumat (27/11/2020). Saat ini PR masih diperiksa oleh penyidik dari Polres Barito Selatan.
“Terduga pelaku masih diperiksa, kami juga masih memeriksa saksi-saksi. Namun, sudah ada penetapan tersangka,” kata Hendra.
Hendra menambahkan, peristiwa tersebut terjadi di Desa Batilap, Kecamatan Dusun Hilir, Kabupaten Barito Selatan, Kalteng. Jaraknya mencapai 102 kilometer dari ibu kota Kalimantan Tengah, Kota Palangkaraya.
Menurut Hendra, kejadian itu bermula pada saat pelaku meminta istrinya untuk membelikan rokok dan mengisi bahan bakar kendaraan roda dua miliknya. Saat itu ia hanya berdua di dalam rumah mereka.
Korban, lanjut Hendra, merupakan anak tiri pelaku. Pada saat ditinggal ibunya, korban tersebut menangis tak berhenti. Anak laki-laki itu terus merengek hingga membuat pelaku gelap mata.
“Pelaku kemudian memukul anak tersebut hingga tak sadarkan diri.korban sempat dilarikan ke puskesmas namun nyawanya tak bisa diselamatkan,” ungkap Hendra.
Di hari yang sama, polisi juga menangkap ML (19) asal Desa Sei Asam, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas, Kalteng. Pelaku ditangkap karena melakukan persetubuhan terhadap S (14).
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kapuas Ajun Komisaris Kristanto Situmeang mengungkapkan, pihaknya mendapatkan laporan dari keluarga korban dan langsung membawa pelaku ke kantor polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Dari keterangan korban, terdapat unsur paksaan dari pelaku agar bisa menyetubuhi korban.
“Bukti kami sudah cukup untuk membawa pelaku ke jeruji besi,” ujar Kristanto.
Dari data Polda Kalteng, pada periode Januari hinga Juli 2020 sudah terdapat 41 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Di Kota Palangkaraya saja, ada 38 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kekerasan itu berupa kekerasan fisik, seksual, pembuangan bayi hingga kekerasan yang menyebabkan kematian.
Sebelumnya, Koordinator Pasak Kahanjak Kalimantan Tengah Ditta Wisnu mengungkapkan, pihaknya mendesak Rancangan Undang Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual agar masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2021. Setidaknya empat tahun lamanya RUU tersebut masuk prolegnas namun tak kunjung dibahas tuntas dan disepakati.
“Dampaknya banyak, salah satu kasus di Palangkaraya itu pemerintah jadi beralasan tidak bisa membangun rumah aman korban kekerasan seksual lantaran tak ada payung hukum,” kata Ditta.
Ditta menjelaskan, di Kalteng beberapa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang pernah ditangani korban tidak memiliki tempat untuk mendapatkan pelayanan maksimal dari pemerintah. “Bahkan pernah satu kali itu korbannya dititipkan di Dinas Sosial, sampai di sana malah dilecehkan oleh penjaga kantor,” ungkapnya.
Dari data Simfoni-PPA di Kalimantan Tengah tercatat 33 kasus kekerasan seksual saja yang sebagian besar korbannya masih di bawah umur. Ditta menyebutkan, salah satu kasus yang paling mencuat adalah pelaku yang merupakan dosen bahkan ketua program studi di Universitas Palangka Raya yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka hingga menjalani masa tahanan.
“Tetapi itu ada proses panjang sekali, kami menutut agar pelaku bisa dikeluarkan dari jabatan dan statusnya sebagai ASN tetapi terbentur banyak hal. Kondisi ini harusnya dilihat sebagai pemicu percepatan pengesahan RUU PKS tersebut,” kata Ditta.
Kepala Polda Kalteng Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengungkapkan, pihaknya memiliki komitmen dan bekerja keras mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Ia menyadari selama pandemi ini kasus kekerasan dan pelecehan seksual meningkat.
“Kami selalu tekankan kepada seluruh pimpinan kepolisian di daerah agar mencermati betul peristiwa-peristiwa seperti ini,” ungkap Dedi.