Pilkada Diusulkan Ditunda jika Banyak Anggota KPPS Terpapar Covid-19
›
Pilkada Diusulkan Ditunda jika...
Iklan
Pilkada Diusulkan Ditunda jika Banyak Anggota KPPS Terpapar Covid-19
Untuk menjaga keselamatan publik saat Pilkada 2020, lebih baik menunda secara lokal jika banyak anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di TPS terpapar Covid-19.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum didorong untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan publik menjelang hari pemungutan suara Pilkada 2020. Apabila anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di tempat pemungutan suara banyak yang berhalangan, pemungutan suara bisa ditunda. Sebab, secara teknis, penggantian KPPS sulit dilakukan di tengah keterdesakan waktu pelaksanaan pencoblosan pada 9 Desember 2020.
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay saat dihubungi, Jumat (27/11/2020), mengatakan, penggantian anggota KPPS yang berhalangan, secara teknis tidaklah sederhana. Anggota KPPS pengganti ini harus memenuhi persyaratan administrasi, diberi bimbingan teknis, dan mendapatkan tes cepat atau tes usap Covid-19. Ini demi memastikan bahwa penyelenggara adalah orang yang berintegritas dan sehat.
Melihat waktu yang tersisa tinggal 12 hari menjelang hari pemungutan suara, Hadar melihat penggantian anggota KPPS akan sulit dilakukan. Bahkan, apabila KPU telah memiliki daftar tunggu calon anggota KPPS pun, penggantian tetap terlalu mepet. Sebab, anggota juga harus diberi bimbingan teknis dan dites kesehatannya terlebih dahulu sebelum bertugas.
”Melihat fakta ini, sepertinya opsi penggantian anggota KPPS itu sulit dilaksanakan. Untuk menjaga keselamatan publik, lebih baik opsi yang dipilih menunda pilkada secara lokal, terutama di TPS-TPS yang jumlah anggota KPPS-nya kurang dari lima,” ujar Hadar.
Melihat fakta ini, sepertinya opsi penggantian anggota KPPS itu sulit dilaksanakan. Untuk menjaga keselamatan publik, lebih baik opsi yang dipilih menunda pilkada secara lokal, terutama di TPS-TPS yang jumlah anggota KPPS-nya kurang dari lima.
Sesuai Pasal 25 Ayat (5) Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota disebutkan, jika ada satu hingga dua anggota KPPS berhalangan pada hari pemungutan suara, pembagian tugas masing-masing anggota KPPS ditetapkan ketua KPPS. Jika anggota KPPS yang berhalangan lebih dari dua orang sehingga jumlah anggota KPPS kurang dari lima orang, dilakukan penggantian anggota.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw berpendapat senada. Menurut Jerry, opsi penggantian anggota KPPS saat waktu tersisa tinggal 12 hari tidak memungkinkan. Jika anggota KPPS yang berhalangan hanya satu atau dua, mungkin tugas bisa diambil alih oleh Panitia Pemungutan Suara di tingkat kelurahan atau kecamatan.
Namun, jika yang berhalangan lebih dari dua, penggantian dari PPS Kelurahan dan Kecamatan tidak dimungkinkan. Otomatis, KPU harus merekrut orang baru. Perekrutan itu, selain mencari orang yang memenuhi syarat administrasi, juga membutuhkan jeda waktu untuk bimbingan teknis dan tes kesehatan. Apakah sisa waktu sebelum pemungutan suara memungkinkan untuk merekrut orang yang berintegritas dan sehat?
”Saya rasa hampir tidak ada solusi jika lebih dari tiga orang dari total tujuh petugas KPPS itu berhalangan. Jika itu yang terjadi, KPU harus siap dengan opsi penundaan pilkada secara lokal di TPS tertentu,” ujar Jerry.
Jerry mengatakan, di Kota Manado, Sulawesi Utara misalnya, saat dilakukan tes cepat terhadap KPPS, hasilnya ribuan anggota KPPS dinyatakan reaktif Covid-19. Jika tes cepat dilakukan jauh-jauh hari, masih ada sisa waktu 14 hari untuk keperluan isolasi atau karantina kesehatan. Setelah itu, petugas KPPS bisa dites lagi. Jika hasilnya nonreaktif, mereka bisa ditugaskan saat hari pemungutan suara. Namun, jika hasilnya masih reaktif, opsi penggantian harus dilakukan.
Namun, jika tes cepat atau tes usap jadwalnya tidak sinkron dengan pelaksanaan pilkada, ini akan membuka masalah baru. Sebagian daerah pilkada melaksanakan tes cepat kurang dari 14 hari sebelum pencoblosan sehingga waktu isolasi mandiri tidak memenuhi ketentuan. Sebanyak 1.813 anggota KPPS di Kota Blitar, Jawa Timur, misalnya, baru akan menjalani tes cepat pada 28-29 November. Bahkan, di Sidoarjo, Jawa Timur, tes cepat dijadwalkan baru selesai 4 Desember 2020 atau lima hari menjelang pencoblosan (Kompas, 27/11/2020).
Jika ini yang terjadi, KPU tidak punya pilihan untuk penggantian anggota KPPS baru. Sebab, jeda waktu terlalu mepet. Menurut Jerry, penundaan pilkada secara lokal harus diambil. Ini untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan publik.
Diupayakan
Sementara itu, anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan, KPU harus membuat skenario dan opsi-opsi jika petugas KPPS banyak yang berhalangan. Karena pilkada dilaksanakan pada masa pandemi, KPU harus bisa menempatkan sumber daya manusia (SDM) yang profesional untuk memastikan penyelenggaraan pilkada berjalan sehat dan berintegritas. Namun, jika memang lebih dari tiga orang anggota KPPS berhalangan dan tidak ada penggantinya, pemungutan suara bisa ditunda. Sebab, PKPU Nomor 18 Tahun 2020 menyebutkan syarat pemungutan suara minimal dilakukan oleh lima anggota KPPS.
Fritz juga mengingatkan kepada KPU agar berhati-hati dalam melakukan penggantian anggota KPPS. Anggota KPPS itu harus legal dan memenuhi persyaratan administrasi. Apabila ada temuan pelanggaran penggantian anggota KPPS, Bawaslu bisa merekomendasikan untuk pemungutan suara ulang.
”Jangan melihat kemungkinan terburuk dulu. Sekarang, KPU harus menyiapkan KPPS sesuai dengan aturan yang ada. Itu adalah kewajiban KPU,” kata Fritz.
Jika memang ada lebih dari dua orang anggota KPPS berhalangan karena reaktif atau positif Covid-19, kami masih menghitung apakah masih bisa mencari penggantinya atau tidak. Ini sedang kita bahas bersama.
Anggota KPU, Ilham Saputra, mengatakan, saat ini KPU sedang menunggu laporan dari daerah tentang hasil tes cepat anggota KPPS. Apabila ada temuan lebih dari dua anggota KPPS reaktif Covid-19, KPU akan mencari penggantinya. Namun, seperti apa teknis penggantian anggota KPPS itu, terutama jika ada lebih dari dua yang berhalangan, Ilham mengatakan, KPU sedang membahas skenarionya. Saat ini KPU belum dapat menyampaikan opsi-opsi tersebut secara detail.
”Jika memang ada lebih dari dua orang anggota KPPS berhalangan karena reaktif atau positif Covid-19, kami masih menghitung apakah masih bisa mencari penggantinya atau tidak. Ini sedang kita bahas bersama,” kata Ilham.
Beban KPPS
Terkait dengan beban KPPS, apabila di TPS hanya ada lima anggota, Ilham mengatakan, KPU berharap petugas tidak kelelahan. Sebab, pelaksanaan pilkada berbeda dengan Pemilihan Presiden dan Pemilu Legislatif 2019. Di pilkada serentak 2020 ini, pemilih hanya akan mencoblos satu surat suara. Pemilih akan mencoblos dua surat suara jika pada saat bersamaan ada pemilihan gubernur dan wakil gubernur serta pemilihan bupati, wakil bupati, atau wali kota dan wakil wali kota. Oleh karena itu, beban lima anggota KPPS dinilai tidak akan terlalu berat.
Hadar Nafis berpendapat, lima anggota KPPS dinilai masih dapat bertugas di satu TPS. Pasal 10 Ayat (1) PKPU No 18/2020 menyebutkan, jumlah pemilih maksimal 800 orang di setiap TPS. Meskipun tugas KPPS di pilkada 2020 dinilai lebih mudah dibandingkan dengan Pilpres dan Pileg 2019, beban mereka tetap berat karena harus menegakkan aturan protokol kesehatan.
Oleh karena itu, anggota KPPS ini sudah harus memahami aturan protokol kesehatan, terlatih, dan tahu betul aturan pemilu di masa pandemi. KPU juga harus memastikan fasilitas alat pelindung diri (APD) cukup, lengkap, dan datang tepat waktu. Dengan demikian, anggota KPPS yang hanya lima orang ini dapat bekerja dengan optimal.
”Kalau memang KPU sudah merancang bahwa di satu TPS bisa dilakukan oleh lima orang anggota KPPS, harus disiapkan betul kesiapan petugasnya, baik dari sisi penguasan aturan, maupun logistik pendukung protokol kesehatannya,” kata Hadar.