Rakyat Sudan Berkabung Selama Tiga Hari atas Kematian Mahdi
›
Rakyat Sudan Berkabung Selama ...
Iklan
Rakyat Sudan Berkabung Selama Tiga Hari atas Kematian Mahdi
Mantan Perdana Menteri Sudan meninggal karena terjangkit Covid-19 di sebuah rumah sakit di Uni Emirat Arab.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
KHARTOUM, JUMAT — Pemerintah Sudan mengumumkan masa berkabung selama tiga hari terhitung sejak Jumat (27/11/2020) untuk melepas kepergian Sadiq al-Mahdi, mantan Perdana Menteri Sudan, yang wafat karena Covid-19. Mahdi pun dimakamkan di Omdurman, Sudan, Jumat pagi.
Tokoh terakhir Sudan yang terpilih secara demokratis itu mengembuskan napas terakhir saat dirawat di sebuah rumah sakit Uni Emirat Arab, Rabu (26/11/2020) malam. Mahdi adalah tokoh sentral dalam kehidupan politik dan spiritual Sudan selama lebih dari setengah abad terakhir.
Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok menilai, Mahdi yang berpulang di usia 84 tahun itu merupakan ”salah satu pemikir, tokoh politik, sastra, dan kebijaksanaan terpenting di Sudan”.
Mahdi adalah cicit tokoh politik Sudan yang ikut memerangi Inggris pada abad ke-19. Pemerintah Sudan mendeklarasikan masa berkabung selama tiga hari untuk melepas kepergian Mahdi.
Bulan lalu, keluarga Mahdi mengatakan dirinya dinyatakan positif Covid-19. Dia dipindahkan ke Uni Emirat Arab untuk perawatan beberapa hari setelah menjalani rawat inap singkat di Sudan.
Berita kematiannya memicu ungkapan belasungkawa dari seluruh pihak dan pelaku politik. Partai Umma yang beraliran moderat, partainya Mahdi, mengatakan, Mahdi dimakamkan pada Jumat pagi di Omdurman.
Mahdi adalah salah satu lawan paling gigih proses normalisasi hubungan Sudan baru-baru ini dengan Israel. Dirinya menyebut Israel sebagai ”negara apartheid” atas perlakuannya terhadap Palestina. Dia juga menuduh Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersikap rasis terhadap kaum Muslim dan warga kulit hitam.
Mahdi terakhir kali terpilih untuk mengampu jabatan PM pada tahun 1986. Ia kemudian digulingkan tiga tahun kemudian dalam sebuah kudeta militer yang dipimpin oleh brigadir tentara yang saat itu tidak dikenal, Omar Hassan al-Bashir. Mahdi kemudian dipenjara dan dipaksa mengasingkan diri sepanjang kariernya.
Mahdi adalah salah satu lawan paling gigih proses normalisasi hubungan Sudan baru-baru ini dengan Israel. Dirinya menyebut Israel sebagai ’negara apartheid’ atas perlakuannya terhadap Palestina.
Namun, Mahdi tetap menunjukkan pengaruh kuatnya dalam politik Sudan. Partai Mahdi, yakni Partai Umma, adalah salah satu kelompok oposisi terbesar selama 30 tahun pemerintahan Bashir.
Dia kembali dari pengasingan untuk terakhir kalinya ketika protes atas kondisi ekonomi yang memburuk mulai memanas pada Desember 2018. Demonstrasi tersebut akhirnya menyebabkan penggulingan Bashir pada April 2019.
Putri Mahdi, Mariam Sadiq al-Mahdi, wakil pemimpin Partai Umma, termasuk di antara mereka yang ditahan selama aksi protes itu. Mariam telah menjadi tokoh politik partai yang paling terlihat dalam negosiasi politik sejak saat itu.
Partai-partai oposisi yang sangat lemah di bawah pemerintahan tiga dekade Bashir saat ini saling berebut pengaruh sekaligus mendesakkan perebutan kekuasaan lewat jalur militer selama transisi Sudan.
Dalam dinamika itu, Partai Umma mengambil peran kunci dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Sosok pengganti Mahdi di partai itu belum disebutkan. Anggota keluarga dan pemimpin partai lainnya telah membentuk faksi-faksi sempalan selama beberapa tahun terakhir.
Mahdi lahir pada 25 Desember 1935, di kota Khartum, Omdurman. Dididik oleh misionaris Italia dan kemudian menempuh pendidikan di Universitas Oxford, Inggris, dia pernah bekerja di kementerian keuangan Sudan.
Mahdi akhirnya memenangi kursi parlemen dan merasakan kekuasaan ketika dia menjadi PM pada Juli 1966 pada usia 30 tahun.
Arus pasang surut politik Sudan yang sering terjadi menyebabkan dia kehilangan kursinya 10 bulan kemudian. Mahdi ditangkap dalam pembersihan partai politik pada tahun 1969 ketika seorang militer, Jaafar Nimeiri, merebut kekuasaan kala itu.
Setelah melarikan diri dari Sudan, dia mencoba kembali di depan upaya bersenjata untuk menggulingkan Nimeiri. Namun, usaha itu gagal. Nimeiri sendiri disingkirkan oleh tentara pada tahun 1985. Mahdi kemudian terpilih kembali sebagai PM setahun kemudian.
Para pendukung Mahdi mengatakan, Mahdi berhasil menggabungkan pandangan moderat dengan otoritas spiritual turun-temurun yang berasal dari Ansar.
Ansar adalah sebuah kelompok yang didirikan oleh leluhur ”Mahdi” atau mesias, sang penyelamat. Mahdi memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial pada akhir tahun 1800-an.
Sementara kelompok kritikus menyoroti kegagalan Sadiq al-Mahdi untuk mengubah janjinya sebagai sosok yang muda dan modern serta mampu membangun sebuah negara demokratis.
Mereka menunjuk pada kegagalan pemerintah keduanya untuk memperkuat transisi politik, mengakhiri perang saudara dengan selatan atau membalikkan krisis ekonomi. Di puncak krisis, harga-harga tinggi kebutuhan telah memicu protes massa.
Selama bertahun-tahun dalam politik, Mahdi menyatakan komitmennya terhadap demokrasi, hak asasi manusia, keadilan sosial, dan pencarian pembebasan.
”Dalam kelindan dinamika itu, sosoknya pun bertumbuh menjadi kontroversial, ” kata Abdelwahid Ibrahim, seorang analis Sudan yang berbasis di Inggris. (AP/REUTERS)