Produk teh gaharu dari Kalimantan Selatan bisa diterima pasar secara luas. Pemasarannya bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga melanglang ke mancanegara, seperti Ghana, Nigeria, dan Brunei Darussalam.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Produk Teh Gaharu Masindo lahir dari eksperimen Muhammad Mahfud (43) empat tahun lalu. Dengan slogan ”berbeda dari teh biasa”, produk ini bisa diterima pasar secara luas. Pemasarannya bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga sampai ke mancanegara.
Teh gaharu (agarwood tea) racikan Mahfud terbuat dari daun gaharu, teh, dan bunga melati. Gaharu (Aquilaria sp) adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas dan memiliki kandungan damar wangi. Gaharu selama ini dikenal sebagai komoditas perkebunan dan kehutanan yang memiliki banyak manfaat serta nilai jual yang tinggi.
Menurut Mahfud, produksi teh gaharu mulai dilakukan pada tahun 2016. Proses produksi dilakukan PT Mitra Alam Semesta Indonesia (Masindo), perusahaan milik Mahfud yang bergerak di bidang budidaya gaharu. Sejak 2014, perusahaan itu menyalurkan bibit gaharu kepada petani yang mau membudidayakannya.
”Dalam perjalanan (bisnis), saya mulai berpikir untuk mengolah daun gaharu menjadi minuman seperti teh. Saya lalu mencari tahu dan belajar ke sejumlah daerah, sampai ke Bogor, Solo, Yogyakarta, dan Semarang,” kata Mahfud saat ditemui di rumahnya di Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (22/9/2020).
Setelah itu, ia mulai bereksperimen mengolah daun gaharu. Proses itu tidak langsung menghasilkan produk sesuai dengan harapan. Beberapa kali uji coba tidak menghasilkan, seperti yang dia harapkan. ”Setelah mencoba berkali-kali, saya akhirnya bisa membuat produk minuman teh gaharu yang tentu saja berbeda dari teh biasa,” ujarnya.
Teh gaharu menghadirkan sensasi minum teh yang berbeda, setidaknya wangi dan menyegarkan. Selain itu, teh gaharu dinilai memiliki khasiat baik untuk kesehatan tubuh, antara lain diyakini oleh konsumennya dapat mengobati penyakit kencing manis, darah tinggi, kolesterol, asam urat, mag, dan susah tidur.
”Sebagai produsen, saya tidak mengklaim teh gaharu sebagai obat. Mengonsumsi teh gaharu itu untuk ikhtiar hidup sehat, kuat, dan panjang umur. Kesembuhan bisa terjadi karena sugesti diri. Dan, saya mendapatkan banyak testimoni itu dari konsumen,” ujarnya.
Produksi teh gaharu saat ini mencapai 1.000 kotak per hari. Satu kotak berisi 12 kantong teh dan dijual dengan harga eceran Rp 20.000 per kotak. ”Saya mematok harga ecerannya tidak boleh kurang dari angka itu. Jika ada agen yang menjual lebih murah, sanksinya tidak akan mendapat pasokan produk lagi,” katanya.
Untuk memproduksi teh gaharu, Mahfud dan istrinya, Noor Risma Yulia, dibantu 12 tenaga kerja. Semuanya perempuan. Mereka adalah para ibu ataupun janda di sekitar rumah Mahfud. Para pekerja itu diberi upah Rp 65.000 per hari.
Bahan baku daun gaharu yang diolah menjadi minuman diperoleh Mahfud dari para petani gaharu yang telah bekerja sama dengan perusahaannya.
Bahan baku daun gaharu yang diolah menjadi minuman diperoleh Mahfud dari para petani gaharu yang telah bekerja sama dengan perusahaannya. Para petani memasok 600-800 kilogram daun gaharu setiap bulan. ”Bahan bakunya sangat melimpah. Namun, sampai saat ini, kami hanya bisa menerima sebanyak itu karena menyesuaikan kapasitas produksi,” ujar bapak dua anak itu.
Pemasaran digital
Menurut Mahfud, sejak awal Teh Gaharu Masindo diproduksi, promosi dan pemasaran dilakukan secara daring, terutama dengan memanfaatkan media sosial. Dengan model pemasaran digital, jangkauan produknya tak terbatas wilayah dan mampu menarik perhatian orang-orang dari banyak daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri.
”Dari promosi di media sosial, saya berkenalan dengan orang India, Brunei Darussalam, dan Afrika. Mereka bahkan sampai datang ke Kalimantan Selatan hanya karena tertarik dengan produk teh gaharu,” kata pria kelahiran Palembang itu.
Dari perjumpaan dengan orang luar negeri itu kemudian terjadi kesepakatan bisnis antarnegara. Pada tahun 2017, Mahfud mulai mengirim produk teh gaharu ke luar negeri. ”Ada tiga negara tujuan ekspor, yaitu Ghana, Nigeria, dan Brunei Darussalam. Pengiriman ke sana dilakukan setiap 6-8 bulan sekali,” ungkapnya.
Tak hanya secara daring, promosi dan pemasaran produk juga dilakukan secara luring ataupun konvensional. Mahfud mendapatkan banyak kesempatan itu karena kerap diajak oleh berbagai instansi pemerintah untuk mengikuti kegiatan pameran produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di banyak daerah dalam negeri hingga luar negeri.
”Pada masa pandemi sekarang ini, kami masih tetap berproduksi seperti biasa karena produk kami sudah dikenal dan tetap dicari konsumen,” kata Mahfud yang seorang sarjana ekonomi.
Berdayakan agen
Guna memasarkan produk Teh Gaharu Masindo di dalam negeri, Mahfud yang tinggal di Kalsel sejak tahun 1999 itu bekerja sama dengan para agen yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, ada 1.067 agen yang menjadi ujung tombak pemasaran produknya di dalam negeri.
”Karena sudah ada agen, saya fokus memberdayakan agen. Saya tidak mau memasok produk ke ritel modern meskipun ada permintaan. Kasihan teman-teman (agen) yang sudah punya penghasilan Rp 2 juta-Rp 3 juta per bulan,” ujarnya.
Dengan adanya agen, Mahfud tidak lagi terlalu memusingkan urusan pemasaran. Ia lebih fokus pada urusan produksi agar bisa memenuhi permintaan pasar yang meningkat sewaktu-waktu. ”Jika ada lonjakan permintaan, kami tetap siap memenuhi,” lanjut mantan karyawan perusahaan farmasi ini.
Dari produk Teh Gaharu Masindo, Mahfud bisa meraup omzet sekitar Rp 200 juta per bulan. Hasil itu tak hanya dinikmatinya sendiri, tetapi juga dinikmati para petani gaharu selama masa penantian panen gaharu dan juga para agen. Dengan teknik inokulasi, tanaman gaharu baru bisa dipanen pada umur 7-8 tahun. Namun, daunnya sudah bisa dipanen setiap bulan sejak usia tanam 3-4 tahun.
Karena kondisi usaha sudah relatif stabil, hampir tidak ada lagi kendala dalam hal modal bagi Mahfud. Ia bahkan sudah bisa mengembangkan produk lain, misalnya Madu Kelulut Gaharu Masindo. ”Prinsip saya, merintis dari apa yang ada dan bisa dulu. Semuanya mulai dari kecil. Saya tidak mau memulai usaha dengan utang modal,” ujarnya.
Kendati sudah mulai memproduksi madu kelulut gaharu, Mahfud tetap menjaga agar produk teh gaharu tidak tenggelam. Produk lama harus dipertahankan dan terus dikembangkan sembari mengembangkan produk baru. Untuk sementara, ia tak mau mengembangkan banyak produk agar produk yang ada berdiri kokoh dan tetap mampu menembus pasar dunia.