Sabrina dan Dunia Kucing
Sabrina dengan segera mengingat-ingat nama yang ada di kalung kucing putih itu. Sabrina merenung sekitar lima menit. Kemudian, Sabrina teringat tetangganya yang bernama hampir sama dengannya.
Sabrina tidak pernah berpikir kalau dirinya akan bisa memahami bahasa kucing. Kemampuan ini Sabrina dapat tidak sengaja tiga bulan lalu, ketika menunggu bis kota. Saat itu Sabrina melihat seekor kucing menyeberang tanpa memperhatikan jalan. Secara reflek, Sabrina berusaha membantu kucing itu. Sialnya, Sabrina malah tertabrak mobil yang sedang melaju kencang. Sabrina pun langsung jatuh pingsan selama tiga hari di rumah sakit karena kecelakaan tersebut.
Pada waktu tidak sadarkan diri inilah, Sabrina bertemu kembali dengan kucing yang berusaha diselamatkannya kemarin.
”Terima kasih sudah berusaha menyelamatkanku,” ungkap kucing itu.
”Walaupun sebenarnya, kau tidak perlu melakukannya.”
”Sudah seharusnya kita saling membantu,” jawab Sabrina.
”Sebenarnya pada hari itu tidak hanya kamu yang tertabrak, tapi aku juga,” kucing itu menjilati bulunya santai.
”Tapi kau baik-baik saja, bukan?”
”Kalau aku baik-baik saja, aku tidak akan menemui di sini,” kucing itu menyeringai.
”Jadi kita berdua sudah mati?” tanya Sabrina.
”Aku ingin balas budi kepadamu. Aku ingin memberikan satu nyawa terakhirku padamu dari sembilan nyawa yang semuanya nyaris sudah aku gunakan,” kucing mendekat. Kucing itu lalu melambaikan kaki depannya agar Sabrina mendekat. Sabrina mengikuti perintah kucing itu. Kucing itu lantas menyentuh kening Sabrina, hingga secara pelan Sabrina memejam mata.
Waktu terbangun, Sabrina sudah berada di rumah sakit.
”Kau kembali hidup,” teriak Ibunya. ”Kau kembali hidup!”
Orang-orang yang ada di ruangan itu langsung berkerumun saat Sabrina sadar. Mereka tampak tidak percaya dengan kejadian yang baru saja terjadi. Mereka menangis dan menatap dengan mata penuh tanya. Namun, Sabrina merasa terlahir lagi dengan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan kepada orang lain.
***
Kucing pertama yang Sabrina ajak bicara adalah seekor kucing putih baru milik tetangganya yang tersesat. Ketika itu Sabrina sedang lari pagi di lapangan kecil yang tidak jauh dari kompleks rumahnya. Sabrina kemudian secara lamat mendengarkan suara meminta tolong dari balik semak-semak. Merasa penasaran, Sabrian mendekat.
”Tolong aku,” kata kucing putih itu. ”Aku tidak bisa pulang.”
Sabrina diam termangu berusaha memahami apa yang terjadi ketika menyadari dirinya bisa mengerti bahasa kucing. Namun, isi kepala Sabrina masih sulit mencerna peristiwa itu.
”Apa kau tahu rumahku?” Tanya kucing putih itu lagi. ”Jangan hanya diam saja. Tolonglah aku bila kau tahu rumahku.”
Tanpa banyak memprotes keadaan ganjil yang sedang terjadi padanya, Sabrina mendekati kucing putih itu. Sabrina kemudian menyentuh kalung si kucing. Pada kalung kucing itu tertera nama yang tidak asing baginya.
”Debby?” Kata Sabrina. ”Apakah ini namamu?”
”Bukan,” jawab kucing itu. ”Namaku Bebi.”
”Namamu Bebi?” tanya Sabrina lagi.
”Kau dapat paham bahasa kucing?” Kini kucing putih itu yang bingung.
”Aku tidak tahu mengapa hal aneh ini bisa terjadi,” jawab Sabrina. ”Tapi aku paham dengan apa yang kau katakan.”
”Anggap saja ini adalah keberuntungan untukku,” lanjut kucing putih. ”Jadi kau tahu di mana rumahku?”
Sabrina dengan segera mengingat-ingat nama yang ada di kalung kucing putih itu. Sabrina merenung sekitar lima menit. Kemudian, Sabrina teringat tetangganya yang bernama hampir sama dengannya. Ia lantas mengajak kucing itu ke sana. Waktu sampai di depan rumah tetangganya, kucing putih itu langsung melompat girang.
”Ini rumahku,” tegas kucing putih itu.
Tidak lama setelah itu si pemilik kucing keluar dari rumah. Pemilik kucing putih itu merasa sangat senang ketika hewan peliharannya pulang.
***
Sulit bagi Sabrina memahami kemampuannya tersebut. Cuma Sabrina mengira pasti hal itu masih ada hubungannya dengan kejadian di waktu koma dahulu. Sabrina akhirnya memilih untuk menyembunyikan kelebihannya tersebut. Ia tidak berusaha menunjukkan kepada siapapun—termasuk pada keluarganya. Tapi sejak itu Sabrina menjadi penyambung komunikasi antara dunia kucing dan manusia.
Sabrina memanfaatkan secara baik keterampilan berbicaranya dengan kucing. Ia secara sukarela membantu tetangganya yang kehilangan kucingnya. Ia juga menolong kucing yang tersesat di jalan untuk segera kembali ke rumahnya.
Selain menolong kucing-kucing hidup yang tersesat, Sabrina pernah juga menolong seekor roh kucing tidak dapat kembali ke dunia kucing.
Waktu itu Sabrina baru duduk di teras rumahnya menikmati hujan. Tapi tidak lama kemudian datang seekor kucing oren yang menghampirinya dari tengah hujan. Kucing itu berjalan santai seakan tidak takut air. Sabrina sempat bingung melihat gelagat kucing tersebut.
”Kamu tidak takut hujan?” tanya Sabrina.
”Sekarang hujan tidak lagi aku takutkan,” jawab kucing itu.
Sabrina menatap kucing berwarna jeruk mandarin itu. Bulu-bulu kucing itu sama sekali tidak basah terkena hujan. Bulu-bulu kucing itu masih tetap mengembang kering.
”Kau lapar?” Sabrina bertanya lagi. ”Aku ada pindang goreng di lemari bila kamu mau?”
”Aku tidak lapar,” si kucing menatapnya. ”Tapi aku ingin meminta bantuanmu.”
”Kau tersesat tidak bisa pulang?” Sabrina serampangan menebak.
”Benar aku tersesat,” kucing itu menjelaskan. ”Tapi, aku tidak bisa pulang ke rumahku dahulu.”
”Kenapa kau tidak bisa pulang? Kau diusir?” Sabrina penasaran.
”Aku sudah mati,” kucing itu mengaku. ”Aku adalah roh kucing yang tidak bisa pulang ke dunia kucing karena suatu hal.”
Kucing itu secara lengkap menjelaskan kalau lima hari lalu dirinya ketabrak motor di jalan. Mayatnya disingkirkan di dekat sungai yang tidak lagi dialiri air oleh seorang penjaga toko kelontong. Selain itu, yang membuat rohnya masih tertahan, si pemilik belum tahu dengan keberadaannya saat ini.
”Aku ingin kau memberi tahu pemilikku,” ungkap kucing itu. ”Lalu, berikan kalung ini kepadanya agar aku bisa kembali ke dunia kucing dengan tenang.”
Sabrina menyetujui permintaan roh kucing itu. Ia juga menerima kalung itu untuk diberikan kepada si pemilik roh kucing. Sore harinya setelah hujan reda, Sabrina mendatangi rumah pemilik kucing tersebut.
”Seekor kucing datang ke dalam mimpiku pagi tadi,” jelas Sabrina sedikit mengarang dari cerita sebenarnya. ”Ia mengatakan baru saja tertabrak motor.”
”Mimpi? Kucing? Maksudmu si Bolu?” Si pemilik tampak bingung.
”Kucing itu menitipkan ini kepadaku,” lanjut Sabrina seraya memberikan kalung titip roh kucing tersebut. ”Kau bisa menguburkan kucingmu bila mau. Ia ada di pinggir jalan dekat dari sini. Kemarin ada seorang penjaga toko yang menyingkirkannya di sana.”
Pemilik kucing itu menangis tersedu mengetahui kucingnya mati. Sabrina tidak bisa berbuat banyak untuk menghibur pemilik kucing tersebut. Namun Sabrina sudah berhasil membebaskan roh si kucing untuk kembali ke dunianya.
***
Sabrina senang bisa membantu kucing-kucing yang membutuhkan pertolongannya. Ia juga bahagia bisa menolong para pemilik kucing yang kehilangan hewan peliharaannya. Karena perangai baiknya ini, kucing-kucing pun sangat menghormatinya. Sabrina juga dengan cepat dikenal luas oleh kucing-kucing di kota sebagai malaikat penolong.
Kebaikan Sabrina itu membuat banyak kucing menyayanginya. Kucing-kucing itu seakan ingin balas budi kepada Sabrina. Begitulah pernah ada seorang maling yang berusaha membobol rumah Sabrina. Sebelum maling itu berhasil mencuri barang-barang Sabrina, kucing-kucing itu sudah menyerang si maling hingga kabur dan tertangkap.
Sabrina senang bisa membantu kucing-kucing yang membutuhkan pertolongannya. Ia juga bahagia bisa menolong para pemilik kucing yang kehilangan hewan peliharaannya. Karena perangai baiknya ini, kucing-kucing pun sangat menghormatinya.
”Kucing-kucing itu kesurupan,” jelas maling itu kepada pihak keamanan.
”Mereka mengejarkan seperti ingin memakanku.”
Pertolongan para kucing itu membuat Sabrina aman. Tapi ada satu hal yang tidak bisa Sabrina lupakan dari pertolongan para kucing, yaitu ketika mengantarkan Sabrina ke dunia roh untuk bertemu dengan kakeknya. Waktu itu Sabrina mendadak mendapatkan kabar kakeknya meninggal. Kakeknya pun akan dimakamkan hari itu juga. Karena Sabrina berada di Yogya, sementara kakeknya di Jakarta, ia tidak bisa datang ke acara pemakaman kakeknya. Padahal Sabrina adalah cucu kesayangan kakeknya. Akhirnya, Sabrina hanya menangis sepanjang hari.
”Kau kenapa menangis?” tanya Bebi, kucing yang dahulu pernah ditolongnya.
”Kakekku baru saja meninggal dan hari ini dimakamkan,” Sabrina sesenggukan.
”Aku ingin melihat kakekku sebelum ia dimakamkan.”
”Oh, aku bisa mengantarkanmu bertemu dengan kakekmu,” jelas kucing itu.
”Bagaimana caranya?”
”Kita pergi ke dunia roh,” kucing itu menjelaskan. ”Seekor kucing bisa pergi kapan saja ke dunia roh dengan cara menumbalkan satu dari sembilan nyawanya.”
”Tapi apakah itu tidak membahayakanmu?” Sabrina ragu.
”Tenanglah,” Bebi menjilati kakinya. ”Aku masih memiliki sembilan nyawaku secara utuh. Sembilan nyawa ini juga jarang dipakai bila tidak terdesak.”
Ia menuntun Sabrina ke sungai yang tidak jauh dari rumahnya: Sungai Buntung. Sabrina sendiri semula sedikit ragu dengan ajakan Bebi. Apalagi Sungai Buntung termasuk tempat yang jarang dilalui manusia sehingga masih liar dengan ilalang dan pohon besar. Hanya saja ketika Sabrina sampai di tepinya, seluruh semak dan ketidakberaturan tak tampak. Air sungai itu bahkan mengkristal sehingga dapat Sabrina injak tanpa takut basah.
Mata Sabrina terus menjelajah area sungai yang kini berubah menjadi jalan setapak bercahaya. Semuanya tampak seperti dunia dongeng yang sulit Sabrina percayai. Sabrina melihat bunga-bunga dengan kilau cahaya yang terang. Pohon-pohon bambu yang seakan terbuat dari keramik. Daun-daun yang cernih layaknya kaca.
Kucing itu terus membawa Sabrina, hingga tiba pada sebuah pintu. Kucing itu tanpa berpikir panjang masuk ke sana. Sabrina mengikutinya dari belakang.
”Inilah dunia roh,” kata kucing itu. ”Kau bisa mencari kakekmu dengan memanggil namanya.”
Sabrina dengan segera memanggil nama kakeknya. Kakeknya pun datang seperti yang dikatakan oleh Bebi. Sabrina kemudian memeluknya erat.
”Maafkan aku tidak bisa pulang,” jelas Sabrina menitikkan air mata.
”Aku senang bisa berjumpa lagi,” tegas kakeknya. ”Kau tidak perlu sedih dengan kepergianku.”
Sabrina mengangguk. Kakeknya lantas memeluknya. Sabrina merasakan hangat tubuh kakeknya saat di dalam pelukannya. Semula Sabrina tidak paham, mengapa hal itu bisa terjadi? Tapi Sabrina tidak ambil pusing. Hari itu ia hanya ingin sejenak bertemu dengan kakeknya di dunia roh karena bantuan para kucing.
(***)
Risda Nur Widia, alumnus Pascasarjana UNY (2020). Buku cerpen tunggal terbarunya Berburu Buaya di Hindia Timur (2020). Cerpennya tersiar di berbagai media.