Pemberlakuan Sistem Maid Online oleh Pemerintah Malaysia membahayakan karena pemerintah dan kementerian terkait tidak memiliki data keberadaan pekerja migran tersebut di Malaysia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemberlakuan Sistem Maid Online atau SMO oleh Pemerintah Malaysia yang membuka peluang masuknya pekerja domestik perorangan asal Indonesia sejak 1 Januari 2018 membahayakan. Meski sistem itu memangkas rantai birokrasi yang panjang dan berbiaya tinggi, kelemahan sistem yang ada di Indonesia sekarang ini, SMO menjadi berbahaya karena pemerintah dan kementerian terkait tidak memiliki data keberadaan pekerja migran tersebut di Malaysia.
Tanpa data yang memadai, perlindungan pekerja migran Indonesia akan sangat lemah. Perwakilan Indonesia di Malaysia akan kesulitan mengakses informasi dan memberikan perlindungan tanpa data dan perangkat hukum yang memadai.
Pandangan itu disampaikan Kepala Subdirektorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Rendy Setiawan dan Ratih Pratiwi Anwar, peneliti Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gadjah Mada, pada diskusi Mengakhiri Era Migrasi Tenaga Kerja Berbiaya Tinggi yang berlangsung secara daring, Jumat (27/11/2020).
”Sistem Maid Online akan sangat membahayakan pekerja migran karena kami akan sangat kekurangan data dari pekerja migran itu. Tanpa data, pemerintah akan sulit untuk melindungi pekerja migran. Apalagi kalau mereka bekerja pad sektor domestik,” kata Rendy.
Dikutip dari laman Jabatan Imigresen Malaysia, SMO sudah diberlakukan Pemerintah Malaysia sejak 1 Januari 2018. Para calon majikan, dengan sejumlah uang tertentu dan syarat tertentu, bisa mengajukan permohonan kepada Pemerintah Malaysia untuk bisa memasukkan atau dicarikan pekerja migran untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga atau pekerja domestik di rumah mereka. Sebanyak sembilan negara masuk dalam daftar yang warganya bisa mengajukan diri untuk dipekerjakan sebagai pekerja sektor domestik di Malaysia, di antaranya Indonesia, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, dan Sri Lanka.
Mengutip laman yang sama, syarat bagi warga Malaysia yang bisa mengajukan permohonan di antaranya tidak dalam kondisi bangkrut atau bermasalah secara ekonomi, tidak masuk dalam daftar hitam tenaga kerja, atau tidak bermasalah dengan Jabatan Imigresen Malaysia.
Menurut Ratih, SMO menyimpan banyak masalah karena tidak memberikan perlindungan maksimal atas nasib pekerja migran Indonesia. ”Perlindungan akan sangat minim karena tidak ada agen atau perusahaan yang bertanggung jawab . Apalagi jika sistem ini tidak melibatkan proses verifikasi tentang rekam jejak calon majikan yang akan mempekerjakan mereka,” kata Ratih.
Tidak hanya itu, karakter pekerja migran Indonesia yang belum cukup mandiri, belum cukup memiliki pemahaman dan pengetahuan atas hak-hak mereka membuat kemungkinan adanya kesulitan ketika memperjuangkan hak-hak mereka sangat tinggi. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, menurut Ratih, bisa memberikan perlindungan dasar bagi para pekerja migran yang membutuhkannya, terutama yang dinaungi oleh perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia.
Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, sistem itu membuat peluang terjadinya perdagangan manusia atau orang sangat besar karena tidak ada kontrol dari pemerintah.
Rendy mengatakan, untuk meningkatkan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri, khususnya Malaysia, pemerintah akan berupaya untuk melakukan review Nota Kesepahaman (MoU) Perekrutan dan Penempatan Tenaga Kerja Domestik Indonesia tahun 2006 yang sudah habis masa berlakunya empat tahun yang lalu.
”Pembaruan MoU akan dimasukkan agar bisa meminimalisir pemberlakuan maid online. Kalau benar-benar dijalankan, akan benar-benar menyulitkan kami untuk dapat memberikan perlindungan maksimal,” kata Rendy.
Reaksi keras
Kementerian Luar Negeri RI menyatakan telah memanggil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Zainal Abidin Bakar dan menyampaikan kecaman keras atas berulangnya kasus penyiksaan pekerja migran Indonesia di negara tersebut. MH, pekerja domestik asal Indonesia, disiksa dan dianiaya oleh kedua majikannya selama sembilan bulan terakhir di rumah mereka di kawasan Taman Batu Jinjang, Kuala Lumpur, Malaysia.
Dikutip dari laman Kemenlu, Pemerintah Indonesia menuntut perlindungan penuh terhadap pekerja migran Indonesia, pengawasan ketat majikan, termasuk pemenuhan hak-hak pekerja, serta memastikan penegakan hukum yang tegas atas majikan MH.
Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Zainal Abidin Bakar menyampaikan keprihatinan dan keterkejutan atas peristiwa yang menimpa MH tersebut. Zainal menyatakan, Pemerintah Malaysia akan serius menangani kasus ini. Saat ini majikan MH telah ditahan dan dikenakan pasal pelanggaran Anti-Trafficking in Persons and Anti-Smuggling of Migrants Act 2007.
KBRI Kuala Lumpur telah menjenguk MH yang sedang dirawat di RS Kuala Lumpur. MH, pekerja asal Cirebon berusia 26 tahun itu, menurut informasi KBRI Kuala Lumpur, dalam kondisi stabil dan telah mendapat perawatan untuk mengobati luka dan penanganan psikologis.
Dubes RI untuk Malaysia Hermono menyatakan, KBRI akan memberikan pendampingan hukum yang maksimal untuk mendampingi proses hukum terhadap majikan MH. Hermono juga menyatakan, dirinya telah berkomunikasi dengan suami MH dan menyampaikan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini seadil mungkin dan memastikan MH mendapatkan perawatan hingga sembuh. ”Kami tidak mau kasus ini terulang lagi,” kata Hermono.