Sudah lebih dari tiga pekan sebagian warga Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kabupaten Sleman, DIY, tinggal di pengungsian. Kebosanan warga harus dicegah karena ancaman bahaya masih ada.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Sudah lebih dari tiga pekan lamanya sebagian warga Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, tinggal di pengungsian. Kebosanan warga perlu dicegah mengingat status Merapi masih Siaga atau Level III. Warga harus senantiasa waspada dengan ancaman erupsi yang ada.
Warga Dusun Kalitengah Lor mengungsi ke barak pengungsian di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, sejak Sabtu (7/11/2020). Para pengungsi merupakan warga kelompok rentan seperti warga lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas dari dusun tersebut. Mereka diungsikan lebih dahulu karena terjadi peningkatan status Merapi dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) sejak 5 November lalu.
Hingga Minggu (29/11/2020), jumlah warga yang ikut mengungsi sudah mencapai 240 orang. Perkiraan awal, hanya ada 133 warga kelompok rentan yang akan diungsikan. Namun, dalam perkembangan waktu terdapat sejumlah warga yang bukan kelompok rentan merasa khawatir dengan ancaman erupsi sehingga ikut menginap di pengungsian saat malam hari.
Kepala Seksi Mitigasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Lelono mengatakan, selama status Merapi masih Siaga (Level III), pengungsi diminta tetap bertahan di pengungsian. Ini untuk mengantisipasi ancaman bahaya yang bakal terjadi apabila pengungsi memutuskan kembali ke rumahnya yang berada dalam zona bahaya.
”Kami juga berencana memperpanjang status tanggap darurat kedua karena rekomendasi dari BPPTKG (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi) masih Siaga (Level III). Jadi, (pengungsi) belum diperkenankan kembali (ke rumah),” kata Joko, saat dihubungi pada Minggu siang.
Pemerintah Kabupaten Sleman menetapkan status tanggap darurat bencana erupsi Gunung Merapi sejak 5 November 2020. Bupati Sleman Sri Purnomo mengeluarkan surat keputusan mengenai status tanggap darurat itu langsung setelah peningkatan status gunung tersebut dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Menurut surat keputusan itu, masa tanggap darurat akan berakhir pada 30 November 2020.
Joko menyampaikan, salah satu upaya yang dilakukan agar pengungsi mau bertahan di barak pengungsian ialah mendekatkan pengungsi dengan ternak miliknya. Untuk itu, ada kandang darurat bagi ternak milik pengungsi yang masih berada satu kompleks dengan barak pengungsian. Selama ini, warga sulit diminta mengungsi dengan alasan harus mengurus ternaknya.
”Untuk mencegah warga kembali (ke rumah), saat ini kami menurunkan ternaknya. Dengan ternak diturunkan, mereka tidak berpikir harus cepat-cepat kembali ke rumah karena ternaknya juga berada dekat di barak pengungsian. Ini juga dikondisikan agar pakan ternak mereka terjamin dengan bantuan berbagai pihak,” kata Joko.
Dalam status Siaga (Level III), ternak merupakan salah satu yang juga harus diungsikan lebih dahulu. Evakuasi ternak warga telah berlangsung sejak 9 November. Ternak perlu dievakuasi lebih dahulu guna mencegah timbulnya kerugian yang besar pada warga. Ternak adalah aset berharga milik warga.
Camat Cangkringan Suparmono mengakui, warga merasa lebih tenang setelah ternaknya juga mengungsi dekat dengan mereka. Ternak menjadi hiburan tersendiri bagi para warga yang mengungsi. ”Sapi-sapi ini jadi hiburan para pengungsi lansia. Pagi-pagi, para lansia ini sudah kumpul di kandang (darurat) melihat sapi-sapi milik mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut, Suparmono menyampaikan, sejumlah kegiatan juga sudah dirancang bagi para pengungsi agar tidak bosan selama harus tinggal di barak pengungsian. Kegiatan yang akan digelar beragam, mulai dari senam lansia hingga pelatihan membuat kerajinan tangan.
”Kerajinan tangan yang dibuat ini seperti gelang dan kalung. Sasarannya adalah kelompok ibu-ibu. Menurut saya, ini bagus karena bisa menambah keterampilan. Beberapa teman komunitas di Kota Yogyakarta juga sudah menghubungi saya untuk memberikan pelatihan keterampilan,” kata Suparmono.
Fasilitator Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Susi Farid mengatakan, anak-anak yang ikut mengungsi tidak boleh dilupakan. Kondisi psikologisnya perlu tetap dijaga. Pendampingan pun turut diberikan bagi anak-anak yang mengungsi tersebut.
”Misalnya, kami ajak mereka menulis atau menggambar. Lewat gambar dan tulisan, anak-anak ini bisa mengeluarkan apa yang dia rasakan. Anak-anak perlu juga diberi ruang untuk menyuarakan hatinya. Apakah dia tersiksa, jenuh, dan lain sebagainya. Dari cerita anak-anak itu akan dirumuskan langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan,” kata Susi.
Anak-anak juga memperoleh sejumlah hiburan selama tinggal pengungsian. Disediakan area bermain yang dilengkapi dengan beragam permainan. Kadang-kadang ada pula hiburan berupa pembacaan dongeng.