PKS menargetkan minimal 15 persen suara nasional dalam Pemilu 2024. Angka ini bisa dicapai dengan menyiapkan kader pemimpin yang dapat diterima masyarakat luas dan memperkuat peran sebagai oposisi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Partai Keadilan Sejahtera telah menetapkan kepengurusan partai periode 2020-2025 dalam Musyawarah Nasional V PKS, Minggu (29/11/2020). Dalam kepengurusan yang dipimpin Ahmad Syaikhu, PKS mencoba mengembangkan pengaruh hingga ke daerah dengan memperkuat peran sebagai oposisi.
Presiden PKS periode 2020-2025 Ahmad Syaikhu menyatakan, dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, PKS menargetkan minimal 15 persen suara nasional. Angka ini bisa dicapai dengan menyiapkan kader pemimpin yang dapat diterima masyarakat luas.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Target ini, tutur Ahmad, ditetapkan dalam Musyawarah Majelis Syura yang menjadi rangkaian Musyawarah Nasional (Munas) PKS di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 26-29 November 2020. Sebelumnya, dalam Pemilu 2019, PKS mampu meraih 11,4 suara atau 8,2 persen dari suara nasional.
Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan Pemilu 2014 dengan perolehan 8,4 juta suara atau 6,8 persen dari suara nasional. Ahmad menuturkan, peningkatan suara ini bisa didapatkan jika para kader mampu memosisikan diri sebagai tokoh yang berpihak kepada masyarakat dalam isu-isu yang ada.
Kekritisan dan penolakan masyarakat kepada pemerintah terhadap isu-isu yang beredar dapat menjadi momentum bagi para kader di masyarakat untuk meyakinkan masyarakat bahwa PKS ada di pihak mereka. Isu-isu tersebut salah satunya terkait dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurut Ahmad, peran oposisi dalam pemerintahan ini akan tetap mereka jalankan. Dengan memperjelas posisi tersebut, PKS berpihak kepada masyarakat dengan ikut menyuarakan penolakan terhadap isu-isu tersebut. Hal ini diharapkan mampu menarik suara masyarakat sehingga jumlah suara partai meningkat.
”Kami meneguhkan sikap sebagai oposisi dengan memberikan kritik yang membangun kepada pemerintah. PKS tidak akan tinggal diam. Namun, kalau ada yang perlu diapresiasi, kami akan tetap apresiasi, seperti sikap pemerintah yang mengecam penghinaan Rasulullah oleh Presiden Perancis,” ujarnya.
Selain misi dan target partai, dalam munas kali ini, PKS meluncurkan lambang, mars, dan himne yang baru. Khusus untuk lambang, ada yang berbeda dari lambang PKS sebelumnya. Latar lambang yang sebelumnya berbentuk persegi berwarna hitam menjadi berbentuk lingkaran dan berwarna jingga.
Warna dua bulan sabit dan satu rumpun padi di tengah juga turut berganti warna dari kuning menjadi putih. ”Hal ini menandakan kami semakin hangat dan dekat dengan rakyat,” ujar Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Alhabsy.
Persiapan kader pemimpin yang dekat dengan masyarakat telah dipetakan dalam Pilkada 2020 kali ini. Aboe berujar, kader-kader PKS turut berkontestasi di 65 pilkada dari total 230 daerah yang akan melaksanakan pemilihan akhir tahun ini.
Selain itu, Ahmad mengaku pihaknya juga bersiap untuk Pilkada DKI Jakarta 2022 walaupun belum dipastikan pelaksanaannya. ”Kami tetap mengikuti proses yang ada. Namun, jika Pilkada DKI diselenggarakan, kami akan menyiapkan kader yang siap maju. Kami juga siap berkolaborasi dengan tokoh yang memiliki integrasi,” ujarnya.
Karakter pendakwah
Meski demikian, kader pemimpin yang dibutuhkan PKS tidak hanya memiliki popularitas, tetapi juga memiliki kemampuan politik. Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi menuturkan, PKS saat ini didominasi oleh kader dengan karakter pendakwah dibandingkan dengan politisi murni.
”Dari yang saya amati, PKS saat ini 95 persen diisi oleh pendakwah yang masuk ke jalur politik, bukan politisi murni. Padahal, karakter politisi murni ini lebih luwes dalam manuver politik. Jika tidak diperbaiki, maka 5-10 tahun yang akan datang PKS akan kesulitan mencari kader,” ujarnya.
Karena itu, tutur Muradi, pemilihan kader dari daerah hingga pusat harus mempertimbangkan karakternya. Dia berujar, politik yang berasal dari pendakwah kurang bisa memainkan peran dan isu-isu yang ada sehingga tidak hanya terkesan sebagai pihak yang berbeda suara saja.
”Bedakan antara oposisi dengan nyinyir. Teman-teman PKS sering kali hanya sekadar beda. Padahal, tidak hanya terpengaruh dinamika asal beda, oposisi harus membangun wacana dengan political endurance (ketahanan politik),” tuturnya.