Metatubuh Keindonesiaan
Himpunan seni tradisi ritual dari berbagai wilayah di Indonesia timur dengan elok mampu digubah menjadi karya seni tari kontemporer. Eko Supriyanto menempuh itu dan menamainya sebagai “Mighty Indonesia”.
Keberagaman suku melahirkan tubuh-tubuh tradisi yang berakar kuat dalam membentuk keindonesiaan. Inilah metatubuh keindonesiaan yang membangun kedigdayaan Indonesia.
Seorang perempuan berada di titik tengah bentuk setengah lingkaran yang tersusun dari bongkahan batu. Sejumlah pria mengelilinginya dalam formasi lingkaran. Mereka membawakan tarian musikal yang terinspirasi seni tradisi ritual bakar batu di Papua.
Di belakang mereka sebuah panel seperti videotron. Latar warna-warni dimainkan diiringi nyanyian merdu perempuan tadi. Tidak seberapa lama, panel itu hilang dan terbuka. Candi Borobudur pun megah tampak di belakangnya.
Inilah adegan awal pentas Musikal Meta Tubuh ”Mighty Indonesia” (Indonesia Digdaya) untuk Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2020 karya koreografer Eko Supriyanto (50). Seni tari kontemporer berdurasi 40 menit itu menghimpun seni tradisi ritual berbagai suku bangsa Indonesia.
Taburan cahaya menerangi stupa-stupa Candi Borobudur. Ritual bakar batu merupakan tradisi perdamaian untuk mengakhiri sebuah perselisihan antarsuku di Papua.
”Dalam tradisi bakar batu terjadi saling memaafkan untuk hidup yang baru,” kata Eko, Kamis (26/11/2020). Eko menghadirkan lima orang Papua turut menampilkan bagian gerak tari yang terinspirasi ritual bakar batu tersebut. Tarian berlanjut dengan gerak terinspirasi seni tradisi Dadas dan Hudog dari Kalimantan tentang ritual penyembuhan.
Kemudian tari yang terinspirasi seni tradisi di Maluku Utara berupa Soya-soya dan Coka Iba. Berlanjut ke seni tradisi Injak Padi dari wilayah Nusa Tenggara Timur. Diakhiri gerak tari musikal yang terinspirasi seni tradisi Lengger di Banyumas, Jawa Tengah, yang mengandung unsur peleburan diri kepada alam semesta.
”Tari musikal ini dimainkan selain lima penari dari Papua, juga enam penari dari Jailolo, Tidore, dan Ternate. Kemudian tiga penari dari Kalimantan, dan sekitar 50 penari berasal dari berbagai daerah yang kini masih tinggal di Solo,” ujar Eko.
Indonesia digdaya
Himpunan seni tradisi ritual dari berbagai wilayah di Indonesia timur dengan elok mampu digubah menjadi karya seni tari kontemporer. Eko Supriyanto menempuh itu dan menamainya sebagai ”Mighty Indonesia” atau Indonesia Digdaya. ”Karya ini dipentaskan di kawasan lingkar satu Candi Borobudur. Ini kebetulan sekali karena, menurut saya, Candi Borobudur juga merupakan bukti Indonesia digdaya,” ujar Eko.
Pementasan dilakukan beberapa hari sebelum pembukaan PKN pada 31 Oktober 2020. Perekaman diambil dari sebanyak lima kali pementasan dalam sepekan. Dari hasil pengolahan rekaman inilah yang kemudian dipentaskan secara daring berdurasi 40 menit itu.
Sebagian dari karya ini ditampilkan saat pembukaan PKN. Namun, karya Musikal Meta Tubuh ”Mighty Indonesia” sepenuhnya baru bisa dinikmati publik setelah dipentaskan di saluran televisi pemerintah, TVRI, Kamis pekan lalu. Setelah itu, pementasan ulang bisa diakses melalui kanal Youtube Pekan Kebudayaan Nasional.
Karya koreografi Musikal Meta Tubuh ”Mighty Indonesia” mengangkat seni tradisi ritual di Papua, Maluku Utara, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Jawa. Ini menyelaraskan tema Napas Bumi, tema PKN 2020.
Seperti diutarakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam sambutan pembukaan PKN 2020, ”Napas Bumi adalah napas kita juga.”
PKN 2020 digelar Direktorat Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada masa pandemi Covid-19 secara virtual sejak 31 Oktober hingga 30 November 2020.
Agenda ini disebut-sebut sebagai kegiatan seni secara daring terbesar di dunia, melibatkan 4.791 seniman dan pekerja seni. Sebanyak 1.477 karya seni visual dipamerkan, 27 tema konferensi dilangsungkan, dan 93 pergelaran seni pertunjukan.
Kekuatan tubuh
Eko Supriyanto menghadirkan konteks himpunan kekuatan bangsa dari rumpun tubuh tradisi yang masih mengakar kuat. Adapun koreografer seni tari kontemporer berbasis seni tradisi, Rianto (39), menghadirkan karya Mantra Tubuh yang bertitik tolak pada penyusunan kekuatan tubuh individu.
Kekuatan tubuh diraih melalui suara-suara mantra atau kata-kata penuh keyakinan. Begitu pula, ketika tubuh bergerak akan membunyikan suara yang bisa menjadi mantra kekuatan tubuh. Di masa krisis pandemi Covid-19 sekarang ini, mantra atau doa untuk kekuatan tubuh sangatlah dibutuhkan.
”Saya pernah ikut meriset tubuh yang sedang mengalami trance atau kondisi di luar kendali pikiran. Tidak ada satu pun dokter yang bisa mengobatinya, tetapi itu bisa diobati dengan mantra-mantra,” kata Rianto, yang ketika dihubungi Kamis lalu berada di Amsterdam, Belanda.
Rianto datang ke Belanda untuk mengajar di Universitas Amsterdam, sekaligus proses mencipta karya seni tari kontemporer. Hasil workshop itu rencananya akan dipentaskan pada 9-12 Desember 2020 di Amsterdam. ”Setelah dari Amsterdam, saya akan kembali ke Jepang,” ujar Rianto, yang menetap di Jepang sejak 2003.
Kekuatan mantra atau doa memang tidak terlihat. Namun, Rianto meyakinkan kekuatan mantra bisa dilihat nyata dari orang yang sedang mengalami trance. Mantra memiliki kekuatan penyembuhan.
Inilah titik tolak Rianto dalam menyuguhkan karya seni tari kontemporer Mantra Tubuh. Sebagian rekaman karya koreografi ini juga ditampilkan di pembukaan PKN secara virtual pada 31 Oktober 2020. Namun, Rianto masih harus melengkapinya dengan pengambilan rekaman di hari-hari berikutnya.
Meskipun untuk proses penciptaan karya seni tari kontemporer, Rianto tetap memperlakukan proses itu secara khidmat seperti ritual tradisional. Di malam hari pada 1 November 2020, Rianto mengelar pentas koreografi Mantra Tubuh di Kali Pelus, di kaki Gunung Slamet, tidak jauh dari Banyumas, Jawa Tengah, kota kelahiran Rianto.
Rianto mengambil lokasi di sebuah tempuran sungai itu di malam bulan purnama. Lokasi tempuran kali diyakini memiliki unsur kekuatan magis yang tinggi. Rianto membawakan tarian di tubuh sungai dengan aliran air yang dangkal.
Rianto kembali menarikan Mantra Tubuh ketika bulan purnama penuh antara pukul 03.00 sampai 04.30 dini hari. Jadilah karya utuh seni tari kontemporer ”Mantra Tubuh” berdurasi 26 menit. Karya ini secara penuh ditampilkan secara virtual, Selasa (24/11/2020) di saluran TVRI. Selanjutnya, bisa diakses melalui kanal Youtube PKN.
Untuk karya ini Rianto membagi tiga babak. Babak pertama, Rianto berlari-lari di tempat di kali yang dangkal itu hingga memercikkan air.
”Inilah awal kehidupan. Muncul suara mantra dari percikan air, juga dari angin dan suara dari tubuh,” ujar Rianto.
Adegan kedua, muncul keinginan dan kebutuhan seperti tidur dan bangun kembali. Dari situ lahirlah kejadian, lahirlah trauma, yang semuanya terekam tubuh. Adegan ketiga atau penutup, tubuh kembali kepada alam. Diiringi musik bedhayan, tubuh bergerak dan kembali menyatu dengan alam.
Melalui karya ini, Rianto mengajak untuk kembali menengok perpustakaan tubuh kita. Tubuh mengandung pengetahuan. Tubuh mengandung kekuatan luar biasa, tetapi sering dilupakan.