Buru Pembunuh Warga Sigi, Satgas Tinombala Kepung Sejumlah Lokasi
›
Buru Pembunuh Warga Sigi,...
Iklan
Buru Pembunuh Warga Sigi, Satgas Tinombala Kepung Sejumlah Lokasi
Satgas Tinombala masih memburu para teroris yang membunuh empat warga Sigi. Sejumlah lokasi yang terkait dengan pelaku, telah dikepung. Menko Polhukam Mahfud MD meminta tokoh agama turut menjaga kondisi tetap damai.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI/RINI KUSTIASIH/ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta para pemimpin umat beragama, terutama di Sulawesi Tengah, turut menjaga kondisi tetap damai pasca-aksi teror di Sigi, Jumat (27/11/2020). Hingga kini, Satuan Tugas Tinombala masih memburu para pelaku yang disebut bagian dari kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur. Satuan tugas yang terdiri atas personel TNI dan Polri itu pun telah mengepung sejumlah tempat yang dicurigai ada keterkaitan dengan pelaku.
”Diharapkan oleh pemerintah kepada seluruh pimpinan umat beragama, di Sulawesi Tengah terutama, terus melakukan silaturahmi, untuk tidak terprovokasi oleh isu-isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan),” ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melalui siaran pers yang diterima Kompas, Minggu (29/11/2020).
Seperti diberitakan sebelumnya, empat warga Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tewas dibunuh di Dusun Tokelemo, Lembantongoa, Jumat lalu. Selain itu, rumah ibadah Bala Keselamatan beserta tujuh rumah warga dibakar. Polisi menduga pelaku pembunuhan dan pembakaran adalah kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Mengenai pelaku pembunuhan dan pembakaran, Mahfud MD pun menyebut pelakunya adalah kelompok MIT. ”Memang pelakunya adalah Mujahidin Indonesia Timur. Kelompok Mujahidin Indonesia Timur ini adalah sisa sisa kelompok Santoso yang sekarang masih tersisa beberapa orang lagi,” ujar Mahfud.
Mahfud menegaskan, pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Tinombala akan memburu para pelakunya dan menindak tegas mereka. Dalam kaitan itu, sesuai perintah dari Presiden Joko Widodo, sejumlah langkah telah diambil.
”Tadi tim Tinombala sudah menyampaikan tahap-tahap yang dilakukan untuk mengejar pelaku dan melakukan isolasi serta pengepungan terhadap sejumlah tempat yang dicurigai ada kaitan dengan para pelaku,” tambahnya.
Pemerintah, Mahfud melanjutkan, mengecam keras teror di Sigi dan menyatakan duka yang mendalam kepada para korban keluarga korban. Ia pun menegaskan, sejatinya agama apa pun hadir untuk membangun perdamaian.
Bukan konflik agama
Menyikapi teror di Sigi tersebut, dua organisasi masyarakat Islam terbesar di Tanah Air meminta penegak hukum bersikap tegas. Apa pun motifnya, aksi kekerasan dan tindakan melukai kemanusiaan tidak dapat dibenarkan.
”Aparatur keamanan harus segara bertindak dan menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku. Ini bukan masalah konflik antarumat beragama. Karena itu, masyarakat hendaknya tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pemberitaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sumber dan kebenarannya,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti, saat dihubungi, Minggu (29/11/2020).
Masyarakat diharapkan memercayakan penanganan teror di Sigi kepada pemerintah, khususnya aparatur keamanan.
Selain itu, pemerintah dan pemerintah daerah didorong untuk mengambil langkah cepat dengan memanggil para tokoh lokal, khususnya dari kalangan agamawan, untuk bermusyawarah mencari jalan keluar penyelesaian yang komprehensif.
”Ini bukan masalah sederhana sehingga harus diselesaikan dengan saksama. Diperlukan kebersamaan menyelesaikan persoalan agar peristiwa serupa tidak terjadi di tempat yang sama atau tempat yang lainnya,” ujar Mu’ti.
Ketua Tanfidiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum Robikin Emhas mengatakan, PBNU pun meminta aparat keamanan bertindak cepat, terukur, dan profesional dalam mengusut teror tersebut.
”Deteksi segera motif dan pola kekerasan dan temukan aktor intelektual dan pelakunya. Proses sesuai dengan hukum yang berlaku. Belajar dari peristiwa serupa sebelumnya, aksi penyerangan dan pembakaran adalah tindakan teror yang sengaja untuk menyebarkan rasa takut di masyarakat,” ujarnya.
Kelompok penebar teror, Robikin menekankan, tidak berhak mengatasnamakan elemen agama karena agama apa pun tidak ada yang membenarkan tindakan tersebut. Teror juga merupakan tindakan anti-kemanusiaan.
Untuk mencegah hal itu terulang bahkan merusak kerukunan antarumat beragama, Robikin mendorong langkah preventif segera diambil. ”Jangan ada pihak mana pun yang terprovokasi dan membalasnya dengan kekerasan. Apalagi mendasarinya dengan kebencian atas dasar sentimen-sentimen sektarian. Sikap seperti ini hanya akan melahirkan saling curiga dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa yang pada gilirannya dapat merembet menjadi gangguan keamanan serius,” tambahnya.
Robikin melanjutkan, pengalaman pahit konflik agama di Poso cukuplah menjadi sejarah kelam di masa lalu, dan seharusnya diambil sebagai pelajaran berharga.
”Mari perkuat anyaman kebersamaan kita sebagai sesama anak bangsa dan sebagai saudara dalam kemanusiaan. Perkuat toleransi dan saling menghormati satu sama lain. Generasi penerus bangsa lebih berhak menyerap energi postif dari kita. Bukan luka dan dendam sejarah,” ujarnya.