Batik Dalam Diplomasi Budaya Indonesia di Afrika Selatan
›
Batik Dalam Diplomasi Budaya...
Iklan
Batik Dalam Diplomasi Budaya Indonesia di Afrika Selatan
Batik yang adalah kekayaan budaya Indonesia telah menjadi bagian penting dalam diplomasi Indonesia di manca negara.
Oleh
Benny D. Koestanto
·4 menit baca
PRETORIA, MINGGU - Diplomasi batik ikut mendorong semakin dikenalnya batik di Afrika Selatan. Hasil konkret diplomasi itu diperoleh melalui penyelenggaraan kompetisi busana perempuan berbahan batik yang digelar Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pretoria sejak September tahun ini.
Kompetisi yang digelar itu merupakan sebuah proyek awal yang digelar KBRI di Pretoria. Tema kompetisi yang dipilih berbunyi “The Beauty of Batik and Seshweshwe : A Collaboration of Creativity in South African Bride Fashion Design”. Ikut ambil bagian dalan penyelenggaraan kompetisi ini Sekolah Tinggi Kejuruan Pretoria Utara (Tshwane North TVET College) di Pretoria.
Duta Besar RI untuk Afrika Selatan, Salman Al Farisi, sebagaiman dikutip dalam pernyataan pers KBRI Pretoria, mengatakan nilai positif para mahasiswa dalam kegiatan ini adalah bukan sekedar berkompetisi, tetapi keberanian untuk memadukan dua budaya yang telah tumbuh berabad-abad di Indonesia dan Afrika Selatan. Menurut Al Farisi gaun pengantin yang merupakan paduan batik dan seshweshwe dari Afsel tersebut mengandung pesan adanya keharmonisan antara kedua bangsa, Indonesia dan Afsel. Semangat yang ingin dibangun adalah semangat saling mendukung dan bekerja sama.
Rangkain proses kompetisi diselenggarakan sejak bulan September 2020 dalam rangka memperingati Heritage Day Afrika Selatan pada tanggal 24 September 2020 dan Hari Batik di Indonesia yang jatuh pada tanggal 2 Oktober 2020. Dalam waktu yang relatif singkat, delapan orang mahasiswa dari Tshwane North TVET College berhasil menyelesaikan hasil rancangannya berupa sebuah gaun pengantin Afsel. Gaun itu adalah perpaduan dari bahan dari dengan seshweshwe yang merupakan kain tradisional Afsel.
Hasil rancangan itu lalu diperagakan di hadapan dewan juri kompetisi itu dalam dua tahapan. Tahap pertama pada tanggal 19 November 2020 oleh Juri Afrika Selatan dan pada tanggal 25 November 2020 oleh Juri Indonesia. Dewan juri sendiri diketuai oleh Ibu Umi Salman Al Farisi, isteri Dubes RI untuk Afsel.
Selain memeragakan hasil rancangan mereka, para mahasiswa juga mempresentasikan karya-karyanya yang dibuat berdasarkan riset mereka mengenai batik dan busana Indonesia pada umumnya. Hasil karya rancangan para mahasiswa tersebut terinspirasi oleh keragaman budaya Indonesia dan Afsel. Hasil itu memadukan motif dan filosofi budaya kain batik. Tampil sebagai pemenang pertama adalah Petronella Makgeta dengan karya gaun pengantin batik bermotif rangrang. Terpilih sebagai juara kedua Minicent Rasekgwalo yang menggunakan batik betawi.
Penyelenggaraan kompetisi busana pertemuan dengan perpaduan bahan batik dan kain tradisional seshweshwe ini merupakan kegiatan kolaborasi pertama yang diselenggarakan oleh KBRI Pretoria. Panitia dengan sengaja mengajak peran serta kalangan generasi muda Afsel. Generasi muda dinilai memiliki potensi dan sekaligus keingintahuan yang besar dalam membuat aneka rancangan, termasuk dalam hal busana.
Selama ini batik hanya dikenal sebagai pakain pria di kalangan masyarakat Afsel. Batik memiliki makna historis tersendiri bagi masyarakat negara itu. Batik dikenal secara populer oleh masyarakat Afsel dengan sebutan Madiba Shirtyang; panggilan akrab tokoh pejuang anti aphartheid serta mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela. Mandela selalu mengenakan batik dalam setiap kesempatan.
Diplomasi batik tidak terlepas dari diplomasi panjang Indonesia secara global. Tahun 2009 adalah sebuah momen yang sangat bermakna bagi bangsa Indonesia dengan diakuinya Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO. Diakuinya Batik Indonesia sebagai Warisan Takbenda UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 menunjukkan pengakuan dunia atas kekayaan budaya dan komitmen Indonesia dalam melindungi Batik Indonesia. Pengakuan itu sekaligus menjadikan Batik Indonesia sebagai salah satu alat penting dalam diplomasi RI. Upaya-upaya pelestarian Batik Indonesia di berbagai lini mulai bergulir.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi pun menugaskan para diplomat untuk berperan sebagai duta Batik Indonesia di luar negeri. Hal ini sekaligus sebagai upaya memperkenalkan kekayaan Batik Indonesia. Sebagai contoh, bagi para diplomat yang bertugas di negara yang memiliki empat musim, batik digunakan sebagai salah satu busana resmi di musim panas. Sama halnya bagi para diplomat yang bertugas di negara yang memiliki dua musim, sebagai contoh di KBRI Singapura di mana batik dikenakan hampir setiap hari.
Salah satu contoh nyata upaya Kemlu RI untuk melestarikan Batik Indonesia adalah dengan memperkenalkan Batik Indonesia dalam setiap forum internasional. Pada masa Presidensi Indonesia di Dewan Keamanan PBB bulan Mei 2019 lalu adalah salah satunya. Untuk pertama kalinya di dalam ruang sidang Dewan Keamanan PBB, hampir seluruh delegasi yang hadir mengenakan Batik, termasuk Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. (*/BEN)