Energi Terbarukan Menjadi Pilihan Ketahanan Energi
›
Energi Terbarukan Menjadi...
Iklan
Energi Terbarukan Menjadi Pilihan Ketahanan Energi
Energi terbarukan bisa menjadi sumber pemulihan ekonomi nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Potensi yang sedemikian besar di Indonesia belum dimanfaatkan sepenuhnya.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan energi terbarukan harus menjadi pilihan utama mewujudkan ketahanan energi di Indonesia. Besarnya potensi energi terbarukan yang mencapai lebih dari 400.000 megawatt baru termanfaatkan sekitar 10.000 megawatt saja atau 2,5 persen saja. Proyek energi terbarukan juga bisa menjadi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Menurut Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya, pandemi Covid-19 seharusnya menjadi momentum untuk membenahi tata kelola energi di Indonesia. Belajar dari kasus krisis ekonomi 2009, sejumlah negara tidak hanya menggelontorkan stimulus untuk pemulihan ekonomi, tetapi sekaligus untuk transformasi energi.
Negara yang berstatus net importer minyak, seperti Korea Selatan dan Jepang, mengembangkan energi terbarukan secara masif dan memperbaiki infrastruktur transportasi berbasis listrik.
”Sayangnya, dukungan pembiayaan dari APBN untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih rendah. Sementara kebijakan harga listrik energi terbarukan masih dianggap kurang menarik bagi pengembang,” kata Berly dalam seminar daring ”Jalan Terjal Pemulihan Ekonomi”, Senin (30/11/2020).
Di sisi lain, ujar Berly, iklim investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia dianggap kurang menarik karena di bawah indeks rata-rata global. Mengutip hasil riset Wood Mackenzie, indeks iklim investasi hulu migas Indonesia pada triwulan I-2020 sebesar 2,4 atau masih di bawah rata-rata global yang sebesar 3,3. Salah satu sebabnya adalah ketidakpastian regulasi di sektor hulu migas.
”Begitu pula gonta-ganti skema bagi hasil hulu migas yang semula skema bagi hasil dengan biaya operasi yang dipulihkan (cost recovery) diganti dengan bagi hasil berdasar produksi bruto (gross split),” ucap Berly.
Mengutip hasil riset Wood Mackenzie, indeks iklim investasi hulu migas Indonesia pada triwulan I-2020 sebesar 2,4 atau masih di bawah rata-rata global yang sebesar 3,3.
Senior Vice President Corporate Strategic Planning & Development PT Pertamina (Persero) Daniel S Purba menambahkan, Pertamina tetap berkomitmen mengambil peran dalam transisi energi di Indonesia. Pada 2026, perusahaan berkomitmen mengembangkan produksi energi terbarukan hingga mencapai 20.000 megawatt. Selain lewat panas bumi, porsi terbesar adalah pemanfaatan gas untuk listrik.
”Peningkatan kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi di Indonesia masih bisa dilakukan di masa pandemi ini. Hanya saja, dibutuhkan insentif dan komitmen pemerintah untuk menjadi panas bumi sebagai sumber energi utama pembangkit listrik,” kata Daniel.
Menurut Daniel, pandemi Covid-19 yang menyebabkan permintaan minyak turun dan turut menjatuhkan harga minyak mentah menjadi kesempatan untuk mengoptimalkan sumber energi terbarukan. Salah satu hal yang dilakukan Pertamina adalah optimalisasi program B-30 (biodiesel untuk dicampur dengan solar sebesar 30 persen dalam setiap liternya).
Begitu juga program hilirisasi batubara untuk menghasilkan dimetil eter (DME) sebagai pengganti elpiji. ”Gasifikasi batubara menjadi DME pengganti elpiji akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil sekaligus untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan migas kita,” katanya.
Pertumbuhan produk domestik bruto sektor pertanian di triwulan II-2020 tumbuh 16,24 persen, sedangkan sektor lain mayoritas tumbuh negatif.
Ketahanan pangan
Terkait dengan pemulihan ekonomi yang terdampak akibat pandemi Covid-19, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengemukakan, sektor pertanian adalah sektor yang paling bisa diandalkan bagi Indonesia. Pertumbuhan produk domestik bruto sektor pertanian pada triwulan II-2020 tumbuh 16,24 persen, sedangkan sektor lain mayoritas tumbuh negatif. Pada triwulan III-2020, sektor pertanian masih bisa tumbuh meski menjadi 2,15 persen.
”Untuk ketahanan pangan, demi mencukupi kebutuhan pangan seluruh penduduk Indonesia pada 2021, kami sudah siapkan lahan 250.000 hektar untuk antisipasi perubahan cuaca. Begitu juga dengan program diversifikasi pangan di mana ada program satu provinsi ada satu pangan lokal yang dikonsentrasikan,” katanya.
Syahrul memastikan ketersediaan pangan di Indonesia sampai 2020 terbilang aman. Bahkan, ia menyebut ada kelebihan stok padi sebanyak 7-9 juta ton. Hingga Juni 2021, produksi padi ditargetkan sebanyak 18 juta ton.