Indonesia-Rusia: Vaksin Sputnik V hingga Kerja Sama Pasca-pandemi
›
Indonesia-Rusia: Vaksin...
Iklan
Indonesia-Rusia: Vaksin Sputnik V hingga Kerja Sama Pasca-pandemi
Selain aktif dalam kerja sama ASEAN bersama mitra Asia Timur dan Australia, Indonesia juga memiliki mitra strategis dengan Rusia yang memiliki pelabuhan strategis Vladivostok di Asia Timur.
Oleh
Iwan Santosa
·6 menit baca
Selain aktif dalam kerja sama ASEAN bersama mitra Asia Timur dan Australia, Indonesia juga memiliki mitra strategis dengan Rusia yang memiliki pelabuhan strategis Vladivostok di Asia Timur, dekat Kepulauan Jepang dan Semenanjung Korea. Rusia juga menjadi bagian dari kerja sama perdagangan China-Eropa Barat melalui rangkaian jalur kereta api yang menghubungkan China dengan Eropa Barat melalui wilayah Rusia.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Liudmila Vorobyova, dalam wawancara Kamis (19/11/2020) menjelaskan, berbagai perkembangan positif di tengah pandemi dapat memperkuat kerja sama Rusia-Indonesia. ”Vaksin Sputnik V untuk pencegahan dan pemberantasan Covid direncanakan digunakan akhir tahun ini. Tingkat kemanjurannya mencapai 92 persen. Sudah ada penjajakan dari pihak Indonesia kepada pihak Rusia secara swasta. Riset yang dilakukan Gamaleya Institute bisa berjalan cepat karena mereka sudah punya pengalaman dalam membuat vaksin ebola dan vaksin MERS,” kata Vorobyova.
Menurut Duta Besar Vorobyova, Presiden Rusia Vladimir Putin menjanjikan temuan vaksin Sputnik V akan digunakan untuk kebaikan bersama umat manusia. Janji serupa disampaikan Presiden China Xi Jin Ping, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Pemerintah Inggris terkait riset vaksin Covid-19 yang dilakukan tiga negara tersebut.
Uji coba vaksin Sputnik V selain di Rusia, dilakukan di beberapa negara, seperti Belarusia, India, Brasil, Uni Emirat Arab, dan Venezuela. Uji coba tersebut sudah memasuki Fase 3 efikasi dan kini menunggu data akhir. Demi mendukung pemberantasan pandemi Covid–19, pihak Rusia juga berbagi vektor virus yang digunakan dalam pengembangan vaksin ke pihak Inggris sebagai bentuk kerja sama dan solidaritas.
Rusia, lanjut Vorobyova, berpegang pada prinsip pandemi Covid-19 adalah masalah kemanusiaan yang harus dihadapi dan diselesaikan bersama. Selain vaksin Sputnik V yang sudah diujicobakan kepada puluhan ribu orang, termasuk putri Presiden Vladimir Putin, saat ini juga berlangsung riset vaksin Covid-19 oleh beberapa lembaga lain di Rusia.
Bentuk kerja sama vaksin tersebut bisa berupa produksi, pelaksanaan uji klinis, ataupun penjualan vaksin buatan Rusia di Indonesia. Beberapa pihak di Indonesia sudah berkomunikasi dengan Russian Direct Investment Fund (RDIF) terkait upaya kerja sama tersebut.
Secara khusus, Vorobyova mengingatkan, tahun ini sebagai peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Rusia yang memiliki makna penting. Neraca perdagangan kedua negara selalu meningkat dan tahun lalu tercatat mencapai 2 miliar dollar AS.
Wisatawan Rusia yang ke Bali pun tahun lalu tercatat 160.000 jiwa lebih. Potensi wisatawan Rusia sangat besar. Saat ini, ada semacam kampung Rusia di Kota Pattaya, Thailand yang menjadi tempat berkumpulnya wisatawan Rusia.
Terkait pariwisata Indonesia, generasi muda Rusia sangat mengenal Bali, tetapi belum banyak yang mengenal Indonesia. Masyarakat Rusia memiliki tradisi berlibur ”mandi matahari” di musim panas ke Turki atau Kota Sochi di Rusia dan wilayah Laut Hitam.
Indonesia kini tidak terlalu dikenal seperti di tahun 1960-an. Berbeda dengan generasi tahun 1950-an dan 1960-an ketika Bung Karno dan Nikita Kruschev berhubungan baik, warga Uni Soviet ketika itu sangat mengenal Indonesia. Bahkan lagu Rayuan Pulau Kelapa sangat populer di sana dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Rusia.
Jejak persahabatan itu, menurut Dubes Rusia Vorobyova, antara lain adalah julukan Masjid Soekarno terhadap Masjid Biru di Kota Saint Petersburg. Bung Karno meminta kepada Nikita Kruschev di tahun 1956 agar Masjid Biru (dibangun tahun 1920), yang ketika itu difungsikan sebagai gudang dikembalikan fungsinya sebagai tempat ibadah Muslim.
Permintaan Bung Karno tersebut dikabulkan Kruschev dan dalam 10 hari, masjid kembali beroperasi. Masjid Biru kini menjadi salah satu ikon Saint Petersburg yang memiliki banyak bangunan indah.
Bung Karno pada tahun 1950-an juga meminta Uni Soviet menemukan dan merenovasi makam Imam Bukhari di Uzbekistan, salah satu ulama besar dalam sejarah peradaban Islam. Uzbekistan adalah satu dari beberapa negara anggota Uni Soviet yang didominasi penduduk beragama Islam.
Dialog peradaban
Masyarakat Rusia yang multikultural juga menjadi mitra dialog peradaban bagi Indonesia. Keberadaan 15 juta masyarakat Muslim di Rusia, yang mayoritas berpenduduk Kristen Ortodoks dan ada juga wilayah dengan mayoritas penduduk Buddhis, mirip dengan keberagaman Indonesia.
Duta Besar Vorobyova mengatakan, pasca-konflik Kaukasus, seperti Chechya dan Dagestan, menyusul keruntuhan Uni Soviet, situasi sudah kembali normal. Hubungan Muslim dan Ortodoks di berbagai wilayah Federasi Rusia berjalan baik dan alamiah seperti proses kawin campur terjadi karena pergaulan sehari-hari.
”Staf kedutaan kami di Jakarta juga ada yang pasangan Muslim dan Ortodoks. Pergaulan seperti ini masih terjadi dengan alamiah dan akrab di Rusia. Terkait keberagaman tersebut, Indonesia juga sudah hadir dalam forum dialog antar-agama di Rusia,” kata Vorobyova.
Menurut Vorobyova, keberadaan Islam sudah mengakar lama di Rusia. Salah satunya adalah masyarakat Tatar di Tatarstan di kawasan Pegunungan Ural yang mengenal Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Masyarakat Tatarstan hidup rukun, bangunan masjid dan gereja berdiri berdampingan di Kota Kazan, ibu kota Tatarstan. Berbagai perayaan dirayakan seluruh masyarakat dan berlangsung meriah sepanjang tahun.
Kota Kazan juga menjadi salah satu pusat industri helikopter Rusia yang diekspor ke mancanegara, termasuk dioperasikan oleh TNI Angkatan Darat berupa helikopter angkut dan serbu.
Dalam percakapan dengan beberapa perwira militer dan pabrikan senjata Rusia, mereka memberikan banyak kelonggaran bagi negara pembeli produk militer seperti tank, pesawat tempur, helikopter, dan aneka jenis senjata. ”Kalau beli dari Rusia tidak ada ancaman embargo dan tidak harus meminta izin atau memberitahukan digunakan untuk apa. Bahkan digunakan melawan kami oleh pihak pembeli pun tidak menjadi masalah,” kata seorang Rusia yang ditemui di pameran dirgantara Le Bourget, Paris, beberapa tahun silam.
Indonesia, pada tahun 1960-an memang mengoperasikan banyak senjata mutakhir buatan Uni Soviet, seperti pengebom taktis Tu-16, rudal Kennel yang disebut dapat menenggelamkan kapal induk, beragam jet tempur Mig 17, hingga Mig 21, serta helikopter terbesar di dunia kala itu, Mi-4.
Kini salah satu senjata mutakhir dari Rusia yang dimiliki Indonesia adalah rudal Yakhont yang dapat menjangkau sasaran di Selat Malaka, selatan NTT, utara Papua, dan wilayah lain di perbatasan Indonesia dengan jangkauan 300 kilometer. Rusia hanya menjual rudal tersebut ke India, Vietnam, dan Indonesia.
Selain itu, berbagai varian tank, artileri gerak sendiri, jet tempur Sukhoi 27, Sukhoi 30, dan beragam alutsista dijual Rusia ke Indonesia.
Prospek kerja sama
Duta Besar Liudmila Vorobyova optimistis setelah vaksinasi Covid-19 dilakukan di dunia, masa pemulihan pasca-pandemi akan membuka banyak kesempatan kerja sama Rusia-Indonesia.
”Selama ini ada kerja sama pariwisata, pembelian senjata dari Rusia, impor dari Indonesia, seperti minyak sawit dan bahan tambang. Banyak yang bisa dijajaki. Kerja sama penerbangan sipil, teknologi nuklir, transportasi, dan pembangunan infrastruktur bisa dilakukan antara Indonesia dan Rusia,” kata Duta Besar Rusia.
Melihat prospek skema kerja sama ekonomi RCEP ASEAN dengan China, Korea Selatan, Jepang, dan Australia, tentu akan bertambah kuat sebagai blok ekonomi dengan kehadiran Rusia sebagai mitra pertumbuhan ASEAN-Asia Timur dan Australia-Oceania.