Jumlah Investor Syariah Indonesia Meningkat 563 Persen
›
Jumlah Investor Syariah...
Iklan
Jumlah Investor Syariah Indonesia Meningkat 563 Persen
Investor syariah Indonesia terus tumbuh selama pandemi Covid-19. Jumlah investor syariah per Oktober 2020 sebanyak 81.413 investor dengan pangsa pasar sekitar 5,7 persen terhadap total investor.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investor pasar modal syariah Indonesia meningkat signifikan selama pandemi Covid-19. Jumlah investor syariah akan terus tumbuh seiring peningkatan adopsi teknologi dan literasi keuangan.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi, Senin (30/11/2020), mengatakan, minat berinvestasi selama pandemi Covid-19 meningkat pesat. Peningkatan tidak hanya pada pasar modal konvensional, tetapi juga pasar modal syariah. Pasar modal syariah ini diminati karena keunikannya yang berbasis syariah.
Berdasarkan data BEI, jumlah investor syariah tumbuh konsisten dari 12.283 investor pada 2016 menjadi 68.599 investor pada 2019. Investor pasar modal syariah per Oktober 2020 kembali meningkat hingga 81.413 investor dengan pangsa pasar sekitar 5,7 persen terhadap total investor.
”Investor pasar modal syariah melonjak 563 persen sejak tahun 2016 dengan rata-rata pertumbuhan 63 persen selama 2016-2019,” ujar Inarno dalam seminar daring ”Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah”, di Jakarta, Senin (30/11/2020).
Peningkatan jumlah investor dibarengi pertumbuhan transaksi pasar modal syariah. Nilai, volume, dan frekuensi transaksi hingga Oktober 2020 sudah melampaui capaian tahun 2019. Nilai transaksi per Oktober 2020 sebesar Rp 3,58 triliun dengan volume 10,7 miliar saham dan 1,28 juta kali transaksi per hari.
Investor pasar modal syariah melonjak 563 persen sejak tahun 2016 dengan rata-rata pertumbuhan 63 persen selama 2016-2019.
Menurut Inarno, pasar modal syariah Indonesia memiliki potensi cukup besar. Potensi itu didukung jumlah penduduk muslim yang tinggi sekitar 229 juta atau 13 persen dari total populasi penduduk muslim global. Namun, kontribusi aset pasar modal syariah terhadap produk domestik bruto saat ini baru 29 persen.
”Kontribusi pasar modal syariah ke PDB ke depan akan jauh meningkat secara gradual,” kata Inarno.
BEI mencatat, pasar modal syariah kini mendominasi pasar modal Indonesia dengan proporsi jumlah saham sekitar 64 persen dari total saham, kapitalisasi pasar 51 persen, volume transaksi 80 persen, frekuensi transaksi 72 persen, dan nilai transaksi 61 persen. Investor syariah yang aktif bertransaksi setiap hari 26 persen.
Pasar modal syariah kini mendominasi pasar modal Indonesia dengan proporsi jumlah saham sekitar 64 persen dari total saham, kapitalisasi pasar 51 persen, volume transaksi 80 persen, frekuensi transaksi 72 persen, dan nilai transaksi 61 persen.
Inarno menambahkan, peningkatan minat berinvestasi di pasar modal syariah selama pandemi Covid-19 didukung kegiatan sosialisasi, edukasi, dan literasi. Seluruh kegiatan dilakukan secara virtual sehingga cakupan peserta lebih luas dan lebih menyasar generasi milenial. Sepanjang 2020 tercatat ada 54.800 pembukaan rekening efek.
Mengelola aset
Dalam kesempatan yang sama, Investment Strategy Director & Chief Economist Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menuturkan, kemampuan generasi muda dalam pengelolaan aset dan investasi harus terus digalakkan. Syarat utama keluar dari jebakan kelas menengah tidak hanya pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi juga mampu mengelola aset.
”Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan syarat mutlak (necessary condition), sementara membuat masyarakat kita mengelola investasi untuk keluar dari jebakan kelas menengah adalah syarat kecukupannya (sufficient condition),” ujar Budi.
Pemerintah menargetkan Indonesia menjadi negara kaya dengan PDB 12.000 dollar AS pada 2045. Namun, masalahnya, penuaan penduduk mulai terjadi pada 2030. Saat itu Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan pendapatan dari tenaga kerja untuk menopang perekonomian.
Menurut Budi, Indonesia harus membangun cadangan aset selama penduduk usia produktif masih mendominasi. Cadangan aset dapat dibangun dan ditingkatkan melalui investasi. Dengan demikian, ketika memasuki usia tua, cadangan aset yang sudah terbangun akan siap diluruhkan.
Di level rumah tangga, peningkatan cadangan aset dapat dilakukan melalui tiga strategi. Pertama, melakukan investasi secara berkelanjutan selama minimal tujuh tahun, baik berupa investasi talenta, properti, maupun saham.
”Kedua, melindungi investasi dari risiko kredit, inflasi, dan likuiditas. Terakhir, mendistribusikan investasi ke instrumen berbeda,” tuturnya.