Sejumlah pihak menyayangkan masih adanya anggaran APBD yang mengendap dan tidak terkelola. Padahal, dana itu bisa digunakan untuk menggerakkan perekonomian daerah.
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sejumlah pihak menyayangkan masih adanya anggaran APBD yang mengendap dan tidak terkelola. Padahal, dana itu bisa digunakan untuk menggerakkan perekonomian daerah. Anggaran itu diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengeluarkan Sumatera Selatan dari zona resesi.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sumsel Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Husyam, Senin (30/11/2020), menyayangkan masih ada dana APBD yang mengendap. Menurut dia, dana itu bisa digunakan untuk mendorong perekonomian daerah.
Pandemi seharusnya menjadi pemicu untuk mencari peluang di balik rintangan, misalnya memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi soko guru perekonomian daerah atau memberikan bantuan kepada masyarakat melalui pemberian pekerjaan yang memiliki skema padat karya. ”Dengan begitu, maka daya beli masyarakat bisa tetap terjaga,” kata Husyam.
Sektor yang bisa dipilih adalah sektor yang sedang dibutuhkan saat ini, misalnya usaha bidang kesehatan atau telekomunikasi informasi. Menurut Husyam, masa pandemi ini merupakan cara yang paling baik untuk mulai melibatkan pengusaha lokal yang bergelut di bidang infrastruktur. ”Libatkan pengusaha dan pekerja lokal agar uang yang dikeluarkan dari belanja pemerintah berputar di daerah buka keluar daerah,” ujarnya.
Sementara dosen ekonomi Universitas Bina Darma, Palembang, Rabin Ibnu Zainal, menuturkan, jika uang yang mengendap dibagikan kepada masyarakat, tentu akan menjaga perekonomian tetap berputar. ”Andai setiap keluarga yang kurang mampu mendapatkan uang Rp 700.000 dari dana mengendap itu, tentu akan berdampak pada daya beli karena pasti akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan,” katanya.
Dalam kondisi sektor rumah tangga, swasta, dan ekspor sedang terpuruk, langkah tepat pemerintah sangat dibutuhkan. ”Anggaran pemerintahlah yang menjadi stimulan,” katanya.
Hanya saja, menurut Rabin, pemerintah terlalu takut untuk membelanjakan anggarannya untuk penanggulangan pandemi. ”Kebanyakan bantuan malah datang dari pemeritah pusat (APBN) bukan APBD,” ujarnya.
Memang ada bantuan yang diberikan kepada sejumlah sektor, seperti pendidikan, di mana pemerintah provinsi membiayai mahasiswa yang terdampak pandemi atau bantuan sosial kepada keluarga yang tidak mampu berupa bahan kebutuhan pokok. Namun, alokasinya masih kecil dibandingkan yang sudah dianggarkan.
Hal ini terlihat dari banyaknya anggaran hasil dari refocusing dan realokasi yang diberikan tidak terserap. Hal ini menandakan memang ada prioritas lain dari pemerintah daerah dalam pengelolaan anggarannya.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menuturkan, dalam pengelolaan anggaran, pemda harus fleksibel dengan mengikuti payung hukum yang berlaku. Ini penting karena anggaran pemerintah merupakan stimulan untuk pergerakan ekonomi masyarakat. ”Dalam pelaksanaannya, kita harus kerja di luar kebiasaan karena kita masih berada di situasi pandemi,” ujarnya.
Herman juga berharap agar pemerintah daerah dapat memetakan potensi di daerahnya agar pembelanjaan daerah bisa tepat sasaran. ”Jika di daerah itu, pertanian yang menjadi unggulan yang belanjakan untuk pertanian. Jika di daearah itu, UMKM yang jadi penopang yang berikan bantuan pada pelaku UMKM,” ujarnya.
Dia berharap, pada triwulan akhir ini, pemerintah daerah harus cepat melakukan pelelangan dalam pengadaan barang dan jasa agar dana yang dikucurkan dapat dirasakan langsung pada masyarakat.