Minimnya aktivitas gerak selama pandemi memicu naiknya berat badan orang-orang, bahkan pada kalangan muda. Mereka berupaya mengatur asupan agar tak kelebihan berat badan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kalangan muda berusaha mengatur asupan gizi agar lebih seimbang selama pandemi Covid-19. Dorongan itu mereka rasakan setelah mengalami kenaikan berat badan drastis beberapa bulan terakhir.
Indira Amelia (25), pekerja yang menetap di Setiabudi, Jakarta Selatan, mengeluhkan berat badan yang naik hingga delapan kilogram selama enam bulan pandemi. Dia menduga kenaikan berat badan dipicu oleh aktivitas saat bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Selama WFH, dia yang bekerja di kamar indekosnya kerap tergoda membeli kudapan dan minuman berlebihan. Setidaknya sejak akhir Maret hingga September, dia melalui rutinitas seperti itu hingga akhirnya kembali bekerja di kantor. Saat mulai bekerja di kantor, dirinya terkejut dengan penambahan berat badan hingga delapan kilogram.
”Selama enam bulan itu aku jarang keluar, jarang gerak, tetapi sering ngunyah makanan dan camilan dari stok di kamar indekos. Sekarang kalau becermin, bagian perut sama muka kayaknya makin berisi," ujar perempuan asal Jawa Tengah yang bekerja di Jakarta, Selasa (1/12/2020).
Karena berat badan itu, Indira berupaya mengontrol asupan makanan per hari. Indira mengurangi jatah makan dalam setiap kali makan. Dia mengurangi setengah porsi nasi pada makan siang dan malam. Sementara sarapannya kini adalah buah-buahan.
Pola makan itu juga didukung dengan aktivitas gerak yang lebih sering. Indira berjalan kaki dari tempat indekos menuju kantor yang juga berada di bilangan Setiabudi. Baru sekitar dua bulan terakhir, berat badannya berkurang sekitar lima kilogram.
Upaya serupa juga dilakukan Almuhyi (31). Laki-laki yang tinggal di Menteng, Jakarta Pusat, tengah menjalani diet ketat dengan olahraga rutin. Sejak Agustus, dia mengurangi jatah porsi nasi dan makanan manis. Camilan rutinnya adalah buah potong dan biskuit gandum.
Pola konsumsi itu dibarengi dengan program olahraga rutin empat kali dalam sepekan minimal 15 menit. ”Dua bulan kemarin, berat badan turun hingga delapan kilogram. Lagi coba ngerutinin supaya bisa jadi gaya hidup,” ungkapnya.
Vella (22), perempuan asal Depok, Jawa Barat, mengganti sarapan pagi dengan makanan selain nasi. Beberapa bulan ini, dia makan roti atau kentang rebus setiap sarapan. Dia juga berusaha lebih banyak minum air putih karena beberapa bulan ini merasa kurang.
Berbagai upaya itu dilakukan warga untuk menghindari risiko obesitas selama pandemi. Obesitas menjadi penyakit komorbiditas (penyakit yang terjadi secara simultan) yang berisiko memperparah tubuh jika tertular Covid-19.
Risiko obesitas selama pandemi sebenarnya telah menjadi kajian di sejumlah negara. Survei para peneliti dari Pennington Biomedical Research Center (PBRC), Amerika Serikat, yang dipublikasi dalam jurnal Obesity, menemukan kecenderungan orang bertambah berat badan ketika berdiam di rumah.
Ada sekitar 12.000 orang dari 50 negara mengikuti survei tersebut dan 7.754 orang menyelesaikan kuesioner daring secara terperinci. ”Orang dengan obesitas paling banyak meningkatkan pola makan. Mereka juga mengalami penurunan paling tajam dalam kesehatan mental dan insiden kenaikan berat badan tertinggi,” kata Leanne Redman, Associate Executive Director for Scientific Education Pennington Biomedical Research Center, peneliti utama survei tersebut.
Dokter dan konsultan gizi Klinik Seruni, Prama Aditya, kerap menemui kasus anak-anak muda yang sulit mengontrol berat badan selama pandemi. Dia menyarankan perlunya mencatat kadar asupan harian dalam jurnal pribadi. Hal penting yang perlu dicatat adalah kadar kalori, gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi dalam sehari.
Secara wajar, kadar kebutuhan kalori harian manusia adalah 1.500-2.500 per hari. Kadar kebutuhan gula sekitar 25 gram atau lima sendok teh per hari, sedangkan kadar garam sekitar dua gram atau satu sendok teh per hari. Sementara, kadar kebutuhan lemak berkisar 20-30 gram per hari.
Prama menuturkan, orang-orang bisa menyesuaikan pola konsumsi dengan patokan kadar kebutuhan per hari. Dia menyarankan agar senantiasa melihat kandungan gizi dari produk-produk yang dikonsumsi, salah satunya produk informasi gizi dalam makanan atau minuman kemasan.
”Selama ini, kan, ada informasi gizi yang tercatat di belakang kemasan makanan dan minuman. Itu bisa dimanfaatkan untuk menghitung asupan sehari-hari. Jadi, bisa kira-kira sendiri, kalau sudah makan nasi, sayur, dan lauk, apa masih memungkinkan untuk tambah kudapan yang lain,"” jelasnya.
Prama menyarankan agar sebaiknya konsumsi makanan dan minuman bukan olahan. Nasi putih, nasi merah, lauk, dan buah potong adalah makanan yang belum diolah. Sebaiknya hindari pula minum jus jika banyak mendapat campuran lain seperti gula atau susu.
Prama menyarankan agar memperbanyak asupan vitamin C, D, dan E selama pandemi. Vitamin C dan E, misalnya, berfungsi sebagai antioksidan yang membantu menghancurkan radikal bebas sehingga menguatkan respons imun tubuh. Sumber vitamin ini banyak ditemukan pada brokoli, stroberi, jeruk, paprika, mangga, dan lemon.
Alpukat, sejumlah kacang-kacangan, dan minyak zaitun bagus untuk membantu vitamin yang larut dalam lemak agar lebih mudah diserap tubuh. Selain itu, Prama juga menyarankan banyak minum air putih. Minuman tersebut membantu mencegah peningkatan berat badan dibandingkan dengan obat diet apa pun.