KPU diminta untuk memastikan logistik pilkada, termasuk di dalamnya alat perlindungan diri untuk petugas di lapangan, tiba di TPS tepat waktu. Ini penting untuk mencegah timbulnya kluster baru dari pelaksanaan pilkada
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Hingga Selasa (1/12/2020) atau H-8 pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020, masih ada daerah penyelenggara yang belum mendapatkan logistik alat pelindung diri. Badan Pengawas Pemilu mengingatkan agar seluruh perlengkapan logistik tiba tepat waktu atau maksimal H-1 pemungutan suara.
Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Barat, Farhanuddin, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa, mengatakan, sebagian besar logistik terkait pemungutan suara dan alat pelindung diri (APD) sudah didistribusikan ke empat kabupaten penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yakni Mamuju, Mamuju Utara, Mamuju Tengah, dan Majene. Namun, sebagian logistik terkait kelengkapan APD masih belum bisa didistribusikan karena belum turun dari pusat.
“Baju hazmat dan masker medis sudah terdistribusi hingga Panita Pemungutan Suara di desa atau kelurahan, tetapi thermogun dan sarung tangan latex belum turun dari pusat,” katanya.
Sebagian logistik terkait kelengkapan APD masih belum bisa didistribusikan karena belum turun dari pusat.
Dalam pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi, ada belasan logistik APD yang digunakan saat pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS). Logistik tersebut antara lain masker sekali pakai, masker kain, sarung tangan latex, sarung tangan plastik, pelindung wajah, baju hazmat, dan thermogun.
Penggunaan APD digunakan untuk mencegah penularan Covid-19 di TPS sehingga tidak memunculkan kluster baru akibat Pilkada. Pemerintah telah menambah anggaran untuk pengadaan APD senilai Rp 5,23 triliun untuk digunakan di 298.939 TPS di 270 daerah penyelenggara Pilkada.
Selain APD, lanjut Farhan, logistik terkait pemungutan suara, seperti surat suara, bilik suara, dan tinta telah didistribusikan ke KPU kabupaten. Mulai Selasa-Jumat (2-4/12/2020) logistik tersebut akan dipak untuk selanjutnya didistribusikan ke TPS pada Minggu-Selasa (6-8/12/2020).
“Hari ini baru tiba formulir C pemberitahuan,” ucapnya.
Pengiriman logistik akan didahulukan ke wilayah kepulauan dan daerah pegunungan terpencil. KPU di daerah sudah berkomunikasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika untuk mengantisipasi cuaca buruk saat pengiriman logistik Pilkada.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan, KPU harus bisa memastikan seluruh kelengkapan logistik tiba tepat waktu agar tidak menggangu tahapan penghitungan suara. Kendala yang dialami pada saat pencetakan, pengadaan, dan distribusi harus diselesaikan sesegera mungkin sehingga logistik bisa tiba di TPS maksimal H-1 pemungutan suara.
Terkait kelengkapan APD, ia meminta agar penyelenggara, peserta, dan pemilih untuk menggunakannya saat berada di TPS. Mereka harus tetap disiplin agar penyelenggaraan Pilkada tidak memunculkan kluster baru. Seluruh pihak terkait, termasuk kepolisian dan pemerintah daerah turut berkewajiban memastikan penerapan protokol kesehatan saat pemungutan suara.
“Bawaslu pada pendirian setiap pemilih yang datang di TPS wajib menggunakan masker. Jika tidak mau, tidak boleh masuk TPS. Apalagi KPU telah menyediakan masker sebanyak 20 persen dari daftar pemilih tetap untuk mengantisipasi pemilih yang tidak membawa masker,” ucap Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menuturkan, protokol kesehatan, terutama 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, rentan dilanggar oleh pemilih. Sebab, pemilih dan penyelenggara merupakan satu komunitas yang dekat sehingga sangat mungkin muncul toleransi terhadap pemilih yang tidak menerapkan protokol kesehatan.
”Kalau TPS luas, mungkin bisa menjaga jarak, tetapi akan sulit jika TPS berada di lingkungan yang sempit. Perlu kesadaran kolektif antara penyelenggara dan pemilih untuk saling melindungi dengan patuh protokol kesehatan,” ucap Titi.
Menurut dia, penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi memang menjadi lebih berat, rumit, kompleks, dan mahal. Penyelenggara berhadapan dengan beban teknis penyelenggaraan dan di saat yang sama juga harus memastikan pelaksanaan protokol kesehatan.
“Keduanya tidak bisa saling menegasikan karena sama-sama berpengaruh terhadap kualitas dan keamanan proses Pilkada,” katanya.
Penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi memang menjadi lebih berat, rumit, kompleks, dan mahal
Oleh sebab itu, penyelenggara memang harus dituntut mampu merespon setiap kebutuhan teknis yang ada sembari menjamin ketersediaan APD yang menjadi kebutuhan petugas maupun pemilih di TPS sesuai peraturan yang berlaku. Belum tersedianya APD jangan sampai membuat publik menjadi tidak yakin pada keamanan dan kesehatan Pilkada 2020.
“Kalau pemilih menilai penyelenggara tidak siap, maka bisa berdampak pada keengganan mereka menggunakan hak pilih hari pemungutan suara mendatang,” ucap Titi.
Monitoring
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga membentuk dua tim khusus jelang Pilkada 2020, yakni tim pemantauan pelaksanaan Pilkada 2020 dan tim percepatan perekaman data kependudukan untuk Pilkada 2020. Tim pemantauan pelaksanaan Pilkada 2020 dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor 273-4575 Tahun 2020 pada 30 November 2020.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan mengatakan, tim ini diharapkan dapat mendukung sinergitas, efektivitas, dan transparansi pelaksanaan pilkada di 270 daerah. Tim juga sekaligus memastikan kesiapan pelaksanaan pemungutan suara sampai ke tingkat kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membentuk dua tim khusus jelang Pilkada 2020, yakni tim pemantauan pelaksanaan Pilkada 2020 dan tim percepatan perekaman data kependudukan untuk Pilkada 2020
Monitoring kesiapan KPPS itu, mulai dari penyiapan TPS, bilik suara, kertas suara, kesiapan petugas, saksi, sampai pada jadwal kehadiran pemilih pada setiap jam.
"Tim akan bertugas untuk melakukan pemantauan dan asistensi dalam rangka mendukung pilkada yang sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19. Intinya setiap tahapan pemungutan suara harus memperhatikan protokol kesehatan Covid-19," ucap Benni.
Sedangkan, tim percepatan perekaman data kependudukan untuk Pilkada 2020 dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor 470.05-4026 Tahun 2020 pada 26 November 2020. Tim ini bertujuan untuk memastikan pemenuhan hak politik dan mendorong partisipasi masyarakat dalam Pilkada 2020.
Benni mengungkapkan, pada tahap awal ini, tim diprioritaskan pada 39 kabupaten/kota. Sebab, jumlah penduduk yang belum merekam kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) di wilayah tersebut lebih dari 10.000 orang. Misalnya, Oku Selatan (43.008 orang), Lombok Tengah (39.248 orang), Seram Timur (33.702 orang), Manggarai (27.212 orang), dan Bima (26.376 orang).
"Maka, perlu dilakukan percepatan perekaman data kependudukan. Dan untuk itu, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi atas perekaman data kependudukan," kata Benni.
Ia menuturkan, tim akan melaporkan hasil monitoring secara sistematis, berjenjang, dan berkala kepada Mendagri. Dengan demikian, penanganan Covid-19 dapat berjalan paralel dengan pelaksanaan Pilkada 2020. "Kami berharap Pilkada aman dari penyebaran Covid-19 dan mencapai target partisipasi masyarakat yang sudah ditentukan," ujarnya.