Polisi Penembak Mahasiswa di Kendari Divonis 4 Tahun Penjara
›
Polisi Penembak Mahasiswa di...
Iklan
Polisi Penembak Mahasiswa di Kendari Divonis 4 Tahun Penjara
Brigadir AM, anggota Polda Sulawesi Tenggara terdakwa penembak Randi, mahasiswa Universitas Halu Oleo, divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim. Vonis ini sama dengan tuntutan jaksa.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Brigadir AM, anggota Polda Sulawesi Tenggara terdakwa penembak Randi, mahasiswa Universitas Halu Oleo, divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim. Vonis ini sama dengan tuntutan jaksa. Pihak terdakwa menyatakan memikirkan terlebih dahulu hal ini selama tujuh hari ke depan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun. Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa, dikurangi masa tahanan seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan,” kata Ketua Majelis Hakim Agus Widodo, dalam sidang yang berlangsung selama sekitar satu jam ini, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/12/2020) sore.
Sidang juga digelar secara virtual, di mana terdakwa Brigadir AM berada di Mabes Polri dan pengacara terdakwa serta jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kendari berada di Kendari.
Menurut hakim, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 359 dan 360 KUHP. Akibat kealfaan yang dilakukan terdakwa membuat orang lain meninggal dunia, yaitu Randi (21), dan satu orang lainnya terluka, yaitu Maulida Putri (23).
Selain melanggar sejumlah pasal, ada beberapa hal yang menurut majelis hakim memberatkan terdakwa. Antara lain, karena perbuatannya tersebut membuat nama institusi kepolisian tercoreng serta membuat resah masyarakat. Sementara itu, hal yang meringankan adalah terdakwa kooperatif dan juga telah membantu biaya pengobatan salah satu korban luka.
Selama pembacaan pemeriksaan, Agus menuturkan, majelis hakim tidak menemukan alasan pembenar dari terdakwa, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Selain itu, majelis hakim tidak sependapat dengan pembela terdakwa yang menyatakan terdakwa tidak bersalah, dan sepakat dengan penuntut umum sesuai apa yang telah disampaikan dalam sidang sebelumnya.
Dengan vonis ini, pengacara terdakwa, Nasrudin, menuturkan, pihaknya akan berkoordinasi dahulu dengan terdakwa bersama keluarganya. “Kami akan berdiskusi dahulu, selama tujuh hari ke depan,” tuturnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh JPU Herlina terkait vonis hakim ini. Vonis yang dijatuhkan hakim ini sesuai dengan apa yang dituntut oleh JPU dalam sidang sebelumnya.
Dalam sidang sebelumnya, Herlina menjelaskan, terdakwa AM melakukan kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan satu orang lainnya luka. Hal tersebut terjadi ketika AM bertugas dalam pengamanan demonstrasi pada 26 September 2019, di sekitar DPRD Sultra. Aksi tersebut berujung pelemparan dan situasi menjadi tidak terkendali.
"Sebagaimana diatur dalam Pasal 359 dan Pasal 360 ayat 2 KUHP, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama empat tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara dan meminta terdakwa untuk tetap ditahan. Terdakwa terbukti bersalah, dan meminta terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000," kata Herlina, dalam sidang pada November lalu.
Terdakwa yang membawa senjata api jenis HS dengan nomor seri H262966 berkaliber 9 milimeter, melakukan tembakan peringatan ke atas sebanyak satu kali. Saat itu, terdakwa berada di dalam pagar kantor Disnakertrans Sultra. Anak peluru yang ditembakkan dengan posisi 65 derajat lalu melayang sekitar dua kilometer, dan menembus atap rumah seorang warga. Putri Maulida, yang sedang berada di dalam rumah itu, terkena proyektil di bagian betis kanan. Ia lalu dilarikan ke rumah sakit.
Korban Randi yang melintasi sudut tembakan tertembak dari ketiak kiri tembus ke dada kanan.
Letusan senjata kedua, ucap Herlina, dilakukan terdakwa ke arah kerumunan massa di depan kantor Disnakertrans Sultra sekitar pukul 15.20. Proyektil yang keluar dari senjata terdakwa mengalami rekoset di pagar, kembali memantul di jalan, lalu bersarang di sebuah gerobak martabak yang berjarak 50 meter dari posisi terdakwa berdiri.
"Berdasarkan keterangan saksi ahli, siapa saja yang memotong sudut tembakan di arah tembakan tersebut akan tertembak. Korban Randi yang melintasi sudut tembakan tertembak dari ketiak kiri tembus ke dada kanan. Korban masih sempat berjalan, dan kemudian terjatuh di jalanan dengan luka tembak di dada. Korban dibawa ke RS, namun meninggal dunia," jelas Herlina.
Menurut Herlina, proyektil di gerobak martabak, juga di kaki korban Putri Maulida, identik dengan proyektil dari senjata terdakwa. Terdakwa terbukti bersalah karena kelalaiannya menyebabkan orang terluka dan meninggal.
Sidang terdakwa Brigadir AM telah dilakukan sejak Agustus lalu. Sejumlah saksi telah dihadirkan oleh JPU, mulai dari mahasiswa yang mengikuti aksi, saksi ahli digital forensik, hingga saksi ahli balistik. Selain dua anak peluru yang ditemukan dan identik dengan senjata terdakwa, satu buah anak peluru lainnya ditemukan dalam kondisi rusak sehingga tidak bisa dianalisa.
Tidak hanya itu, dua dari tiga selongsong yang turut menjadi barang bukti dinyatakan sama, tetapi tidak ditemukan kecocokan dengan senjata jenis mana pun yang menjadi barang bukti. Sebanyak 14 senjata, termasuk senjata milik terdakwa, menjadi barang bukti. Satu buah selongsong dinyatakan identik dengan senjata terdakwa.
Randi adalah satu dari dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yang meninggal pada 26 September 2019 lalu. Selain Randi, Muhammad Yusuf Kardawi (19), juga meninggal pada waktu yang tidak jauh berbeda. Keduanya adalah peserta unjuk rasa penolakan sejumlah legislasi bermasalah kala itu yang berujung bentrok dengan aparat kepolisian.
Berbeda dengan kasus Randi, kasus Yusuf hingga kini belum juga terang. Yusuf meninggal setelah mengalami luka berat di kepala. Temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), luka di kepala Yusuf juga akibat terkena peluru tajam.