Beragam persoalan guru honorer hingga kini belum bisa diselesaikan pemerintah. Tulisan ”Problematika Guru Honorer” (Kompas, 23/11/2020) menyebutkan beberapa persoalan yang kerap dialami guru honorer.
Dari mekanisme perekrutan yang tidak jelas hingga persoalan sistematika dan rendahnya gaji guru honorer. Kedua hal ini biasa ditemui di banyak daerah.
Misalnya, di daerah saya. Jangan heran jika ada anak atau kerabat kepala sekolah tertentu yang mudah sekali menjadi guru honorer di sekolah tersebut. Tak peduli kualitas, baik ataupun buruk, yang penting menjadi guru honorer. Timbul problem baru, misalnya kecemburuan sosial di lingkungan sekolah tersebut.
Di sisi lain, rendahnya gaji juga menjadi masalah. Padahal, beban dan tanggung jawab mereka terkadang lebih besar daripada guru tetap. Banyak guru honorer yang bekerja serabutan untuk menambah penghasilan.
Pengalaman saya ketika SD-SMP, salah satu cara membantu guru honorer ialah dengan uang terima kasih dari para siswa kepada guru di akhir tahun ajaran. Besaran uang itu tidak dipatok dan sifatnya sukarela.
Seharusnya, masalah seperti ini dapat dituntaskan. Harapannya, momentum Hari Guru Nasional 25 November dapat memicu upaya menata ulang regulasi guru honorer di Indonesia, mulai dari mekanisme perekrutan hingga hak dan kewajiban guru honorer. Ke depan, diharapkan tidak terjadi perekrutan berasaskan nepotisme, tetapi pada kebutuhan dan kompetensi. Selanjutnya memperbaiki kesejahteraan, dengan penghasilan yang lebih layak.
Di sisi lain, kita juga perlu mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada para guru honorer di seluruh Indonesia. Mereka memiliki andil dan peran penting dalam mencerdaskan anak bangsa.
Sihol Mulatua Hasugian
Bondarsihudon II, Tapanuli Tengah
Honorer K2
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memastikan bahwa semua guru honorer berkesempatan mengikuti tes daring pada 2021 agar bisa menjadi aparatur sipil negara (ASN) lewat skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).
Kebijakan ini seolah melupakan keberadaan 51.293 PPPK dari honorer kategori 2 (K2) lulusanpada Februari 2019 yang belum jelas nasibnya.
Menurut pemerintah, penundaan pemberkasan PPPK terjadi karena petunjuk teknis masih direvisi. Dua puluh bulan bukan waktu penantian yang singkat untuk para PPPK. Kalaupun kendalanya ada di teknis, seyogianya hal itu sudah selesai. Kalau memang tidak siap, kenapa sedari awal honorer K2 tersebut dipaksa ikut tes PPPK?
Seyogianya regulasi dalam bernegara bisa lebih efektif dan efisien. Ini penting karena menyangkut hajat hidup orang banyak, terutama bagi mereka yang berstatus pencari kerja. Semoga ada titik terang.
Hasni Tagili
Jl Belanak, Konawe, Sulawesi Tenggara
Tertipu via Internet
Sudah sering kita mendengar saran, jangan sekali-kali memberikan PIN atau kata sandi, jangan masuk situs palsu. Namun, kali ini saya kena juga.
Berawal pada 19 November 2020, saat istri saya membeli minyak goreng lewat Shopee. Nomor pesan 201119DX0AWHAJ memakai akun saya.
Pada 22 November malam, saya mendapat WA dari nomor HP 081524346347. Isinya cuplikan layar pemesanan istri saya. Esoknya, saya mendapat WA lagi dari nomor yang sama, isinya: ”Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar kak untuk kami konfirmasi pesanan di situ kakak menggunakan jasa pengiriman J&T Express. Untuk sementara waktu, J&T Express tidak dapat digunakan mohon diganti si cepat atau jasa pengiriman lainnya. Cara ganti ekspedisi klik https://infoexpidisi-shopee.000webhostapp.com.
Saya buka situsnya, ada simbol gembok. Saya pikir aman. Saya ikuti langkah untuk masuk Shopee. Tidak bisa. Coba berapa kali, gagal. Tiba-tiba, WA masuk lagi: ”Di situ kak untuk kolom paspor gunakan PIN shopeepay”.
Karena tadi coba berapa kali gagal, saya penasaran. Tanpa pikir panjang, saya ikuti petunjuk WA itu. Tetap gagal.
Saya masuk akun Shopee saya lewat cara biasa, berhasil. Namun, ternyata saldo di Shopee pay tinggal Rp 68, seharusnya sekitar Rp 1,5 juta.
Saya pun sadar telah tertipu. Saya kontak Shopee, ada petunjuk jika ada penipuan daring, silakan hubungi operator. Lalu saya menghubungi operator Indosat, dijawab sebaiknya melapor ke polisi.
Effendi
Jl Janur Elok, Kelapa Gading, Jakarta Utara