441.111 Anak NTT Belum Memiliki Surat Akta Kelahiran
Sejumlah 441.111 anak di Nusa Tenggara Timur belum memiliki akta kelahiran. Dokumen itu sebaiknya difungsikan secara terintegrasi dengan layanan sosial lain sehingga mendorong orangtua dan pihak terkait menerbitkannya.
KUPANG, KOMPAS - Sebanyak 441.111 anak di Nusa Tenggara Timur belum memiliki akta kelahiran. Akta kelahiran sebaiknya difungsikan secara terintegrasi dengan layanan sosial lain sehingga mendorong orangtua dan pihak terkait menerbitkan itu bagi anak-anak usia 0-18 tahun.
Bagi perkawinan suami-istri beda warga negara seperti di perbatasan Indonesia-Timor Leste, sebaiknya anak-anak hasil perkawinan itu memilih sendiri kewarganegaraannya pada usia 18-20 tahun.
Kepala Subdit Fasilitasi Pencatatan Kelahiran dan Kematian Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sakaria, berbicara secara virtual pada Lokakarya Hak Anak atas Identitas Praktik Baik Pencatatan Kelahiran di NTT, Rabu (2/12/2020) mengatakan, kepemilikan akta kelahiran bagi setiap anak sangat mendesak. Lokakarya diselenggarakan ChildFund Internasioanal di Indonesia.
Jumlah anak Indonesia per 31 Oktober 2020 sebanyak 79.964.264 orang, memiliki akta kelahiran sebanyak 74.721.331 anak atau 93,44 persen. Dengan demikian anak Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran sebanyak 5.242.933 orang.
“Anak NTT yang belum memiliki akta kelahiran per 31 Oktober 2020 sebanyak 441.111 orang, atau menempati urutan tiga nasional setelah Papua, dan Papua Barat. Jumlah anak NTT 1.882.485 orang, yang sudah punya akta kelahiran 1.421.374 orang atau 76, 32 persen,”kata Sakaria.
Baca juga: Anak NTT Keluhkan Sulitnya Mendapatkan Akta Kelahiran
Kabupaten di NTT yang menerbitkan akta kelahiran anak terendah sampai dengan 31 Oktober 2020, yakni Malaka, yakni hanya 14.983 akta kelahiran anak dari total anak 61.473 orang, belum memiliki 46.490 anak.
Kabupaten yang menerbitkan akta kelahiran tertinggi di NTT, yakni Lembata, sebanyak 49.749 anak dari total 50.756 anak, menyusul Flores Timur 83.988 surat akte dari total 89.342 anak, dan Sumba Tengah 32.903 akta kelahiran dari total anak 34.652 orang.
Soal akta kelahiran gratis, tetapi ongkos transportasi, biaya makan dan minum hari itu selama di kota (Reny Haning)
Country Direktor ChildFund Internasional, Hanneke Oudkerk mengatakan, masalah akta kelahiran di Indonesia cukup memprihatinkan terutama di Indonesia Timur. ChildFund terlibat memilih program praktik baik kepemilikan akta kelahiran ini untuk mendukung konvensi hak-hak anak, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan milinium development goals (MDGs) sampai dengan tahun 2030.
Dokumen ini sangat penting dalam melindungi hak-hak anak. “Keterlibtatan ChildFund bisa mencegah masalah-masalah yang akan dihadapi anak-anak,”kata Oudkerk.
Sejumlah kendala
Child Prefection Specialist ChildFund Internasional, Reny Haning mengatakan, sejumlah kendala yang dihadapi pihak orangtua dalam memeroses akta kelahiran anak antara lain, jarak pemukiman warga dari kantor catatan sipil di NTT 15-50 km dengan kondisi jalan yang buruk.
Orangtua harus datang ke kantor itu 2-5 kali untuk memeroses akta kelahiran anak. “Soal akta kelahiran gratis, tetapi ongkos transportasi, biaya makan dan minum hari itu selama di kota,”kata Reny.
Baca juga: Di Kabupaten Timor Tangah Utara Urus Akta Kelahiran Habiskan Rp 500.0000 per Anak
Masalah lain, yakni di NTT anak-anak masuk sekolah menggunakan surat baptis. Dalam perjalanan orangtua memproses akta kelahiran dan kartu keluarga tetapi tidak berpatok pada nama yang ada di surat baptis.
"Ini menyebabkan penulisan nama berbeda-beda di surat baptis, akta kelahiran, dan ijasah sekolah. Nama-nama itu ditambahkan dengan marga, nama orangtua, nama kampung di bagian belakang, tengah atau depan,”kata Reny.
Lokakarya dengan moderator Direktris Yayasan Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan NTT, Tory Ata ini, Reny mengatakan, pemerintah bisa melibatkan sector swasta untuk mendongkrak angka kepemilikan akta.
Orangtua paham soal akta kelahiran, tetapi manfaat akta tidak terintegrasi dengan layanan lain seperti kartu BPJS, KIP, KIS, akses ke perpustakaan ada diskon 5-10 persen, destinasi wisata ada diskon 5 persen, belanja buku pelajaran sekolah ada diskon 10 persen, dan lainnya sehingga ada keterdesakan masyarakat untuk memeroses akta itu.
Partfolio Manajer ChildFund Internasional Chandra Dethan mengatakan, ChildFund memilih kabupaten Belu untuk proyek, “Every Child’s Birth Right”, proyek pencatatan kelahiran anak. Proyek ini berkontribusi dalam sistem perlindungan anak di Belu.
Baca juga: Warga Eks Timor Timur dapat Kemudahan Urus Akta Kelahiran
Pengembangan diri
Rancangan proyek ini sejalan dengan tujuan ChildFund Internasional, sebanyak mungkin anak mengembangkan diri secara optimal pada setiap tahap kehidupan termasuk jaminan perlindungan. Pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi, kekerasan, dan berkontribusi bagi 95 persen anak Indonesia memiliki akta kelahiran pada 2020. ChildFund dukung Pemprov NTT dan Pemkab Belu untuk inovasi akta kelahiran untuk berkontribusi bagi apa yang menjadi tujuan pemerintah.
Kebanyakan orangtua di Kabupaten Belu, tidak punya dokumen kependudukan seperti surat nikah, KTP, dan KK. Sejumlah ibu rumah tangga sebagai warga baru (eks Timor Timur), belum memiliki dokumen kependudukan seperti KTP, belum tercatat sebagai WNI, dan belum memiliki akta nikah.
Kondisi ini berdampak terhadap anak-anak usia 0-18 tahun. Mereka tidak memiliki akses untuk jaminan kesehatan seperti BPJS, KIP, KIS, dan layanan lain. Kepemilikan kartu jaminan sosial ini berdasarkan kepemilkan akta kelahiran.
Pengadaan nikah massal oleh Pemda bekerjasama dengan lembaga agama, sebaiknya lebih ditekankan akta kelahiran anak di kemudian hari. Calon orangtua harus memahami pentingnya surat akta kelahiran anak itu.
“Belu dulu hanya 61 persen, setelah ChildFund masuk meningkat menjadi 79,21 persen, tidak hanya anak tetapi juga orangtua,”kata Chandra.
Dalam sesi tanya jawab soal pernikahan beda warga negara seperti dialami masyarakat perbatasan RI-Timor Leste, yakni warga desa Dualaus di Kecamatan Kakuluk Mesak, Malaka dengan warga Bobonaro, Timor Leste. Anak hasil perkawinan itu masuk warga negara mana.
Baca juga: Layanan Jebol Menjangkaui Pelosok NTT
Saat usia 0-18 tahun akta kelahiran anak dari hasil perkawinan itu bisa masuk warga negara ayah atau ibunya, sesuai kesepakatan kedua suami-istri. Setelah usia 18-20 tahun, anak bersangkutan diberi kesempatan memilih sendiri, harus mengikuti warga negara ibu atau bapaknya.
Sebelum pernikahan resmi, perkawinan kedua calon pengantin itu pun harus dilaporkan ke Kedubes atau Konjen negara tetangga. Jangan sampai orang bersangkutan sudah memiliki istri di negara sendiri.
Surat baptis ini menjadi patokan untuk penerbitan surat akta kelahiran anak, dan surat-surat lain di kemudain hari atas anak itu (Marinus Jelamu)
Tentang anak yang lahir tanpa kejelasan identitas ayah, ibu, atau ayah dan ibu maka anak itu bisa masuk dalam kartu keluarga pengasuh, pegawai dinas sosial, atau orangtua asuh untuk mendapatkan hak akta kelahiran anak.
Kepala Biro Humas Setda NTT Marius Jelamu mengatakan, surat baptis itu lebih sah dan valid soal nama anak, tempat, dan tanggal lahir, serta nama kedua orangtua. Proses pembaptisan itu ada saksi resmi, dan pembatisan itu sendiri dilakukan seorang pastor atau pendeta sebagai tokoh agama yang diakui secara hukum.
“Surat baptis ini menjadi patokan untuk penerbitan surat akta kelahiran anak, dan surat-surat lain di kemudain hari atas anak itu,”kata Jelamu.
Baca juga: Ribuan Anak Usia Dini di NTT Belum Terjangkaui Pendidikan