Dibekali Tungku hingga Bikin Konsumen Ketagihan
Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah Kota Surabaya yang tergabung dalam pahlawan ekonomi rata-rata liat dalam segala situasi ekonomi, Pemkot Surabaya pun seakan tak rela melepas mereka sebelum benar-benar teruji.
Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah Kota Surabaya yang tergabung dalam pahlawan ekonomi rata-rata liat dalam segala situasi ekonomi. Pemerintah Kota Surabaya pun seakan tak rela melepas mereka sebelum benar-benar mandiri dan panutan bagi pendatang baru.
Sebagai pahlawan ekonomi (PE), Pemkot menempa pelaku usaha dari minus hingga cerdas dan tak mudah goyah meski situasi ekonomi guncang. Mereka juga terus dibekali cara meniti usaha sesuai masanya, seperti sekarang era digitalisasi.
Baca juga: Mereka Kini Pegang Ekonomi Keluarga
Mesin usaha boleh di rumah, tetapi produk meluncur cepat ke berbagai belahan dunia meski cuma lewat jari. Tak hanya berjualan dan promosi gencar secara online atau dalam jaringan, pelatihan, promosi, bazar, hingga ekspor kini tak lagi harus keluar rumah, cukup lewat telepon pintar.
Media sosial, seperti Facebook, Instagram, Whatsapp kini menjadi etalase pelaku usaha selama 24 jam penuh karena dimanfaatkan untuk menelanjangi proses produksi, mencari bahan baku, promosi, belajar, membangun jaringan, bazar, dan pameran.
Seperti diakui Susilaningsih (65) pemilik usaha sambal dan camilan bermerek Dede Satoe (DD1). Produknya kini rutin menggoyang lidah konsumen, terutama milenial di Amerika Serikat dan Korea. ”Permintaan sambal berbagai varian dari AS sama sekali tak surut meski pandemi Covid-19 sejak pertengahan Maret lalu,” katanya di Surabaya, Jumat (27/11/2020).
Selama pandemi Covid-19 hingga November ini, sudah 12 kali Susi mengirim sambal khusus untuk konsumen di beberapa kota di AS. ”Setiap kali pengiriman bisa 600-1.000 botol sambal dari 20 varian,” kata Susi yang juga sudah menjadi pelatih bagi pendatang baru di PE.
Produk PE bisa dikenal dan tetap diekspor meski krisis ekonomi melanda dunia. Hal itu dialami Nanik Heri (60) dengan produk unggulan pernak- pernik termasuk kotak yang dipercantik tempelan daun kering.
Tak berhenti ekspor hingga sekarang juga dialami pemilik Kriya Daun ini. Setiap bulan 500-750 kotak meluncur ke Inggris. Kemasan kopi atau teh juga dikirim ke AS, Dubai, dan Qatar. Jadi, meski pandemi, dia tidak merumahkan pegawai karena order meningkat. Harga boks untuk menyimpan abu jenazah di Inggris berkisar Rp 75.000-Rp 85.000 per boks.
Tetap berjibaku memenuhi order dari Korea dan China selama merebaknya virus korona juga dialami Wiwit Manfaati (56), pemilik usaha Witrove, dengan bahan baku eceng gondok. ”Ini ada permintaan berbagai model tas perempuan dari Guangzhou dan minta segera dikirim. Jumlahnya lumayan banyak,” ujar Wiwit yang menjadi salah satu pemateri bagi calon pelaku usaha di Surabaya.
Dari minus
Cikal bakal pahlawan ekonomi adalah upaya Pemerintah Kota Surabaya sejak 2010 untuk menolong sekaligus meneguhkan posisi perempuan dalam menggerakkan ekonomi keluarga. Langkah awal yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini adalah dengan menjaring perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, mantan pekerja seks komersial, keluarga berpenghasilan rendah.
Perempuan korban KDRT menjadi sasaran utama ketika itu karena angka KDRT di kota dengan penduduk 3,3 juta jiwa ini cenderung meningkat. Berangkat dari keprihatinan itu, Risma mengajak semua organisasi pemerintah daerah (OPD) yang ada di lingkungan Pemkot Surabaya mengambil peran untuk menekan jumlah warga miskin.
Baca juga: Wirausaha Surabaya Menolak Menyerah
Bagi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, pemicu KDRT dulu karena ekonomi keluarga guncang, semisal suami tak memiliki pekerjaan, tetap, rumah masih kontrak, dan bahkan anak-anak tak bisa sekolah.
”Saya ajak berbagai pihak, antara lain kampus, organisasi kemasyarakatan, perusahaan untuk menuntaskan persoalan keluarga yang pemicu utama adalah ekonomi,” katanya.
Jadi, awalnya memang untuk mengikis trauma sekaligus menyelamatkan korban KDRT dengan menjauhkan sementara dari keluarga.
Dalam perjalanan penyembuhan itu, mereka bahkan tak hanya korban KDRT, tetapi juga mantan pekerja seks komersial, penganggur, anak jalanan, orang lanjut usia, bahkan kalangan difabel pun diberi pelatihan keterampilan sesuai keinginan.
Mereka sukacita betul mengikuti pelatihan karena ”ilmu” yang diberikan sesuai kegemarannya masing-masing. Ada yang hobi menjahit, memasak (kuliner), kecantikan, bengkel, membuat kerajinan, membatik dan melukis, semua diajak pelatihan dengan menghadirkan pelatih sesuai keahliannya.
”Saya senang masak dan buat kue, maka saya rutin ikut pelatihan terkait kualitas produk, pemasaran, hingga manajemen dan kemasan, karena memang sejak 2001 sudah buka usaha kue kering tapi kok loyo,” kata Diah Arfianti (41), pemilik Diah Cookies, yang kue keringnya sudah melanglang buana hingga ke mancanegara ini.
Pelatihan terkait pengembangan usaha terus bergulir hingga sekarang. Di era pandemi Covid-19, ketika ekonomi, banyak UMKM yang menjerit, segala cara dilakukan untuk menyelamatkan pelaku usaha rumahan ini.
Pemkot pun tak hanya menggelar bazar dan pelatihan terkait digitalisasi secara daring, mereka juga diberikan kesempatan menggarap barang, makanan berkaitan dengan upaya memutus mata rantai penularan Covid-19.
Jadi, seperti dikatakan Wiwit, di tengah menyelesaikan order dari pembeli di luar negeri, dia juga sibuk sebagai koordinator UMKM bidang pembuatan alat pelindung diri (APD). Bahan baku APD dipasok oleh Pemkot Surabaya dan digarap oleh PE.
Pelaku usaha tak hanya menggarap alat pelindung diri, tetapi juga menyediakan minuman penambah imun, membuat makanan seperti abon, keripik tempe, dan keperluan lain selama pandemi sehingga nyaris tak ada yang mengurangi pekerja.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan, pihaknya secara rutin menggelar bazar secara dalam jaringan untuk mengungkit daya beli. Mereka juga rutin mendapat ilmu baru kekinian dari kaum milenial tentang cara promosi dan menghadirkan produk cepat dilirik tak hanya dari rasa, tetapi juga kemasan, di ruang kerja bersama ”Koridor” di Gedung Siola Jalan Tunjungan. Produk PE juga dijual melalui Surabaya Square yang kini ada di 3 lokasi termasuk di lobi Balai Kota Surabaya.
Hal serupa juga dikemukakan pembina PE, Donrozano. Pemkot Surabaya terus mengupayakan agar ekonomi warga, terutama dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) termasuk PE, meningkat. Selain pelatihan rutin, Pemkot juga menggelar lomba dan membuka jaringan seluas-luasnya dengan menggandeng Facebook.
Lomba UMKM terus digelar setiap tahun dimulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, lalu kota. ”Dengan cara ini PE kian giat memunculkan kreativitas dan inovasinya pada produk,” ujar Donrozano.
Tidak hanya bazar daring, pelatihan berbagai keterampilan soal manajemen, membuat kemasan agar menarik, cara berpromosi, bahkan bagaimana kiat pemasaran di kala pandemi juga terus digelar setiap pekan.
Wiwiek mengatakan, sekitar 12.000 pelaku UMKM yang tergabung dalam PE terus diasah cara membangun jejaring untuk memasarkan produk lewat media sosial. Ibaratnya setiap celah untuk mengais di ceruk pasar yang kian sesak terus dijajal agar eksistensi tak melempem meski ada pandemi atau bencana lain, termasuk krisis ekonomi.