Hikmahanto: Abaikan Deklarasi Pemerintah Sementara Benny Wenda
›
Hikmahanto: Abaikan Deklarasi ...
Iklan
Hikmahanto: Abaikan Deklarasi Pemerintah Sementara Benny Wenda
Deklarasi Benny Wenda hanya untuk memanfaatkan momentum 1 Desember sebagai hari kemerdekaan Papua Barat. Pakar Hukum Internasional Guru Besar dan Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana minta pemerintah abaikan saja.
Oleh
Edna C Pattisina
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta untuk mengabaikan saja deklarasi Benny Wenda, Ketua United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP yang mengumumkan pemerintahan sementara Papua Barat. Di sisi lain, aktivis HAM Papua mengingatkan agar kekerasan dan adu domba harus dihindari karena akan memakan korban orang Papua sendiri.
Deklarasi Benny Wenda dinilai hanya untuk memanfaatkan momentum 1 Desember yang oleh OPM diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua Barat. Hal ini disampaikan pakar hukum internasional Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Rabu (2/12/2020), dalam keterangan pers Puspen TNI.
Hikmahanto mengatakan, memang ada kebiasaan kelompok proseparatis di untuk memanfaatkan momen 1 Desember.
”Di dalam hukum internasional, deklarasi ini tidak ada dasarnya. Karena itu, tidak diakui oleh negara lain.”
Hikmahanto mengatakan bahwa di dalam hukum internasional, deklarasi ini tidak ada dasarnya. Karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk mengabaikan manuver tersebut. ”Di dalam hukum internasional, deklarasi ini tidak ada dasarnya. Karena itu, tidak diakui oleh negara lain,” kata Hikmahanto.
Terkait negara-negara Pasifik yang selama ini menunjukkan dukungannya, Guru Besar Universitas Indonesia ini menegaskan bahwa hal tersebut tidak dapat menjadi tolok ukur karena akan mengganggu hubungan antarnegara. ”Jika perlu Polri melakukan penegakan hukum mengingat hal tersebut dikualifikasikan sebagai tindakan makar,” kata Hikmahanto.
Hidup dengan tidak rasa aman
Aktivis HAM Papua Theo Hesegem mengatakan, permasalahannya saat ini bukan merdeka atau tidak. Akan tetapi, jangan sampai ada pertumpahan darah di Papua.
”Kekerasan akan berdampak buruk dan merugikan banyak orang dari perbagai pihak sehingga semua orang akan merasakan hidup dengan tidak rasa aman.”
”Kekerasan akan berdampak buruk dan merugikan banyak orang dari perbagai pihak sehingga semua orang akan merasakan hidup dengan tidak rasa aman,” kata Theo.
Theo mengatakan, kerap kali kekerasan justru diciptakan oleh orang asli Papua sendiri. Ada pihak yang ingin merdeka, ada pihak yang tidak. Masalahnya, ada pihak lain yang lalu mengadu kedua kelompok itu dengan menggunakan kekerasan. Akhirnya, orang Papua yang mengalami konflik horizontal. ”Suku makan suku, ras makan ras,” kata Theo.
Lebih jauh, Theo mengatakan, kondisi HAM di Papua sangat memburuk. Penembakan terus-menerus terjadi, akses ruang menyampaikan pendapat dilarang oleh aparat TNI/Polri. ”Orang Papua macam tidak punyak hak menyampaikan pendapat secara terbuka dan transparan sebagai warga negara Republik Indonesia. Selalu ada intimidasi, ditahan, dan diteror,” kata Theo.