Musim Angin Utara, Nelayan Kepri Butuh Alat Navigasi yang Memadai
›
Musim Angin Utara, Nelayan...
Iklan
Musim Angin Utara, Nelayan Kepri Butuh Alat Navigasi yang Memadai
Gelombang tinggi musim angin utara mulai melanda Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Natuna di Kepulauan Riau. Nelayan berharap pemerintah memberi bantuan alat navigasi agar keselamatan saat melaut lebih terjamin.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Gelombang tinggi musim angin utara mulai melanda Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Natuna di Kepulauan Riau. Nelayan setempat berharap pemerintah memberi bantuan alat navigasi agar keselamatan saat melaut lebih terjamin.
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Hang Nadim, Batam, Suratman, Rabu (2/12/2020), mengatakan, tinggi gelombang di Kepulauan Anambas dan Natuna berkisar antara 1 meter dan 4 meter. Adapun kecepatan angin berkisar antara 5 kilometer (km) per jam dan 30 km per jam.
”Kami mengimbau warga Kepri agar ekstra waspada terhadap potensi gelombang tinggi saat beraktivitas di laut sepanjang Desember ini,” kata Suratman.
Nelayan di Pulau Sedanau, Natuna, Joko Suprianto (42), mengatakan, sebagian nelayan masih melaut seperti biasa karena ketinggian gelombang masih di bawah 3 meter. Biasanya mereka akan berhenti melaut pada pertengahan Desember saat ketinggian gelombang mencapai 4 meter atau lebih.
Ia mengatakan, nelayan yang berhenti melaut saat cuaca buruk itu tidak melulu disebabkan kapal mereka berukuran kecil, tetapi lebih karena alat navigasi dan komunikasi yang dimiliki tidak memadai. Menurut dia, nelayan setempat sebenarnya lebih memilih diberi bantuan dua jenis alat itu daripada bantuan berupa kapal berukuran besar.
”Kami sangat membutuhkan alat-alat tersebut, terutama radio komunikasi. Radio ini penting agar kami bisa berkomunikasi dengan teman yang berjauhan karena jarak pandang saat musim angin utara sangat terbatas,” ujar Joko.
Nelayan yang berhenti melaut saat cuaca buruk itu tidak melulu disebabkan kapal mereka berukuran kecil, tetapi lebih karena alat navigasi dan komunikasi yang dimiliki tidak memadai.
Hal yang sama juga dituturkan oleh Rodi Hartono (37), nelayan di Pulau Matak, Kepulauan Anambas. Menurut dia, sering terjadi nelayan hilang saat melaut karena tidak memiliki alat navigasi yang memadai. Hal ini semakin rawan terjadi saat musim angin utara melanda.
Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Anambas Dedi Syahputra menambahkan, musim angin utara tidak hanya berdampak terhadap keselamatan nelayan, tetapi juga menggoyang perekonomian mereka. Cuaca ekstrem tersebut menghambat pengiriman ikan dengan kapal kargo ke Batam dan Tanjung Pinang.
Saat berkunjung ke Kepulauan Anambas pada 27 November lalu, Pejabat Sementara Gubernur Kepri Bahtiar menegaskan, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas hidup nelayan tradisional. Ia mendorong nelayan tradisional mulai mengembangkan sektor perikanan budidaya. Ini bisa menjadi alternatif penghidupan saat harus berhenti melaut pada musim angin utara.